Mohon tunggu...
Masrul Purba Dasuha
Masrul Purba Dasuha Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Saya Masrul Purba Dasuha, SPd seorang pemerhati budaya Simalungun berasal dari Pamatang Bandar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Simalungun adalah jati diriku, Purba adalah marga kebanggaanku. Saya hidup berbudaya dan akan mati secara berbudaya. Jangan pernah sesekali melupakan sejarah, leluhurmu menjadi sejarah bagimu dan dirimu juga kelak akan menjadi sejarah bagi penerusmu. Abdikanlah dirimu untuk senantiasa bermanfaat bagi sesama karena kita tercipta sejatinya memang sebagai pengabdi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tuan Torabulan Purba, Pejuang Simalungun yang Terlupakan

11 Oktober 2020   13:51 Diperbarui: 12 Oktober 2020   17:54 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tuan Torabulan Purba (duduk) saat berada di Sukabumi tahun 1952. (dokpri)

Tuan Torabulan Purba lahir di Purba Hinalang, 17 Agustus 1926. Namanya diambil dari nama leluhurnya Tuan Hinalang kelima. Pada usia 16 tahun tepatnya tahun 1942 Torabulan dikirim oleh ayahnya Tuan Kiras Purba ke Balige untuk menempuh pendidikan di Sekolah Guru Bawah (SGB).

SGB merupakan sekolah menengah kejuruan yang mendidik calon guru untuk memenuhi kebutuhan pengajar di Sekolah Rakyat (SR). Setelah lulus SGB selama 2 tahun ia kembali ke Purba Hinalang dan menjadi pengajar. Namanya ditambahkan Tinta karena Torabulan adalah orang pertama di Purba Hinalang yang bisa baca tulis.

Karena ketiadaan gedung sekolah, ia mengajar di suatu tempat yang disediakan oleh masyarakat. Salah satu muridnya adalah Cosmas Batubara, mantan Menteri Perumahan Rakyat dan Menteri Tenaga Kerja era Orde Baru.

Selain mengajar, Torabulan juga memiliki keahlian dalam berpidato. Berkat keahlian itu pada usia 18 tahun, ia ditunjuk sebagai ketua Pemuda Kerajaan Purba di Pamatang Purba. Akibat kondisi darurat, semua kegiatan ini tidak lama ia lakoni.

Pada tahun 1947 Torabulan terjun menjadi prajurit, ia pun mengikuti sejumlah latihan keprajuritan di bawah komando Tuan Jomat Purba. Para prajurit yang dilatih akan ditugaskan menjadi laskar di Negara Sumatera Timur (NST).

Dalam perjalanannya sebagai seorang prajurit, Torabulan pernah ikut terlibat dalam perjuangan melawan Belanda. Suatu ketika saat berkumpul bersama pasukannya di suatu tempat tak berpenghuni, yang mana penduduknya sudah pergi mengungsi akibat perang. Di tempat itu mereka memotong ayam untuk bahan makanan.

Setelah melanjutkan perjalanan mereka disergap oleh tentara Belanda dan dibawa ke Saribu Dolog. Karena raut wajah Torabulan mirip orang Jepang, pada pinggangnya juga terselip pistol dan samurai yang penuh bercak darah. Kapten Belanda yang menginterogasinya mengira ia adalah tentara Jepang yang baru saja membunuh manusia. Padahal darah tersebut adalah darah ayam yang mereka potong tadi.

Torabulan pun dijatuhi hukuman mati. Saat akan dieksekusi, ia memohon kepada Kapten Belanda agar diberi kesempatan untuk berdoa. Di sela-sela berdoa ia membuat tanda salib, melihat hal itu Kapten Belanda yang kebetulan adalah seorang Katolik lalu menanyakan siapa pastor yang diikutinya.

Torabulan menjawab pastornya adalah Van Duyn Hoven. Tidak lama kemudian pastor tersebut pun datang dan berbicara kepada kapten Belanda bahwa Torabulan adalah muridnya.

Pada tahun 1948, Tuan Jomat memberi perintah kepada Torabulan untuk mengamankan harta karun dari Raja Purba dan berhasil menyelamatkan 1 karung emas. Emas tersebut kemudian diserahkan kepada Tuan Jomat yang kala itu menjabat sebagai Kepala Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur.

Berbekal kemampuan keprajuritan yang selama ini diikutinya, Torabulan kemudian bergabung dengan TNI dan mendapat pangkat Sersan Dua. Ia menapaki karir militernya dengan mengikuti tes Pasukan Khusus di Binjai, dari 1000 orang tentara yang menjalani tes hanya 25 orang yang berhasil lulus, salah satunya adalah Torabulan.

Pasukan Khusus ini kemudian dikirim ke Jawa Barat untuk bergabung dengan Komando Tentara & Teritorium III/Siliwangi dan ditempatkan di daerah Sukabumi. Pada tahun 1949 meletus pemberontakan DII/TII, Torabulan mendapat perintah untuk ikut menumpas pemberontakan tersebut.

Bersama pasukannya ia bergerilya dari satu lembah ke lembah yang lain yang penuh hutan belantara demi memburu komplotan pemberontak DII/TII.

Hal itu berlangsung hingga 1960 selama 11 tahun. Akibat selama bertahun-tahun bergerilya di dalam hutan, Torabulan pun mengidap suatu penyakit yang dapat mengancam hidupnya, akhirnya ia dikembalikan ke kesatuannya di Kodam I/Bukit Barisan, Medan untuk menjalani pengobatan.

Di usia yang relatif muda, 40 tahun Torabulan dipensiunkan dini sebagai anggota TNI dengan pangkat Letnan Dua Infanteri. Ia wafat tahun 1999 pada usia 73 tahun, meninggalkan seorang isteri dan sepuluh orang anak. Adapun kesepuluh anaknya adalah:
1. Alm. Drs. Linus Harisman Purba MM
2. Alm. Ir. Rustam Martinus Purba
3. Alm. Yohannes Purba
4. Drs. Kelemensius Purba MSi
5. Barnabas Purba
6. Drs. Antonius Purba
7. Theresia Mariani br Purba SH, pengacara di Jakarta.
8. Lusia br Purba SE, PNS di Kecamatan Silimahuta.
9. Agnes Bernanda br Purba MSc, menetap di Gulfport, Mississippi, Amerika Serikat. Ia menikah dengan Jeff Williams warga Negara Amerika Serikat.
10. Maria Fatima br Purba MSc, menetap di Georgia, Amerika Serikat. Ia menikah dengan Robert Welker yang juga warga negara Amerika Serikat, saat ini Maria sedang mengikuti pendidikan doktoral di Georgia University.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun