Tuan Torabulan Purba lahir di Purba Hinalang, 17 Agustus 1926. Namanya diambil dari nama leluhurnya Tuan Hinalang kelima. Pada usia 16 tahun tepatnya tahun 1942 Torabulan dikirim oleh ayahnya Tuan Kiras Purba ke Balige untuk menempuh pendidikan di Sekolah Guru Bawah (SGB).
SGB merupakan sekolah menengah kejuruan yang mendidik calon guru untuk memenuhi kebutuhan pengajar di Sekolah Rakyat (SR). Setelah lulus SGB selama 2 tahun ia kembali ke Purba Hinalang dan menjadi pengajar. Namanya ditambahkan Tinta karena Torabulan adalah orang pertama di Purba Hinalang yang bisa baca tulis.
Karena ketiadaan gedung sekolah, ia mengajar di suatu tempat yang disediakan oleh masyarakat. Salah satu muridnya adalah Cosmas Batubara, mantan Menteri Perumahan Rakyat dan Menteri Tenaga Kerja era Orde Baru.
Selain mengajar, Torabulan juga memiliki keahlian dalam berpidato. Berkat keahlian itu pada usia 18 tahun, ia ditunjuk sebagai ketua Pemuda Kerajaan Purba di Pamatang Purba. Akibat kondisi darurat, semua kegiatan ini tidak lama ia lakoni.
Pada tahun 1947 Torabulan terjun menjadi prajurit, ia pun mengikuti sejumlah latihan keprajuritan di bawah komando Tuan Jomat Purba. Para prajurit yang dilatih akan ditugaskan menjadi laskar di Negara Sumatera Timur (NST).
Dalam perjalanannya sebagai seorang prajurit, Torabulan pernah ikut terlibat dalam perjuangan melawan Belanda. Suatu ketika saat berkumpul bersama pasukannya di suatu tempat tak berpenghuni, yang mana penduduknya sudah pergi mengungsi akibat perang. Di tempat itu mereka memotong ayam untuk bahan makanan.
Setelah melanjutkan perjalanan mereka disergap oleh tentara Belanda dan dibawa ke Saribu Dolog. Karena raut wajah Torabulan mirip orang Jepang, pada pinggangnya juga terselip pistol dan samurai yang penuh bercak darah. Kapten Belanda yang menginterogasinya mengira ia adalah tentara Jepang yang baru saja membunuh manusia. Padahal darah tersebut adalah darah ayam yang mereka potong tadi.
Torabulan pun dijatuhi hukuman mati. Saat akan dieksekusi, ia memohon kepada Kapten Belanda agar diberi kesempatan untuk berdoa. Di sela-sela berdoa ia membuat tanda salib, melihat hal itu Kapten Belanda yang kebetulan adalah seorang Katolik lalu menanyakan siapa pastor yang diikutinya.
Torabulan menjawab pastornya adalah Van Duyn Hoven. Tidak lama kemudian pastor tersebut pun datang dan berbicara kepada kapten Belanda bahwa Torabulan adalah muridnya.
Pada tahun 1948, Tuan Jomat memberi perintah kepada Torabulan untuk mengamankan harta karun dari Raja Purba dan berhasil menyelamatkan 1 karung emas. Emas tersebut kemudian diserahkan kepada Tuan Jomat yang kala itu menjabat sebagai Kepala Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur.