Mohon tunggu...
Masrul Purba Dasuha
Masrul Purba Dasuha Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Saya Masrul Purba Dasuha, SPd seorang pemerhati budaya Simalungun berasal dari Pamatang Bandar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Simalungun adalah jati diriku, Purba adalah marga kebanggaanku. Saya hidup berbudaya dan akan mati secara berbudaya. Jangan pernah sesekali melupakan sejarah, leluhurmu menjadi sejarah bagimu dan dirimu juga kelak akan menjadi sejarah bagi penerusmu. Abdikanlah dirimu untuk senantiasa bermanfaat bagi sesama karena kita tercipta sejatinya memang sebagai pengabdi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nagur, Kerajaan Kuno Di Pulau Sumatera

29 Januari 2016   04:59 Diperbarui: 11 Oktober 2020   06:34 7308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis mengakui tidak banyak orang yang mengetahui kerajaan ini, hal ini terjadi akibat kurangnya publikasi dan upaya penelusurannya tidak komperehensif dan berlangsung secara berkesinambungan. Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah pedalaman Simalungun kemudian meluas ke pesisir Sumatera Timur, mulai dari Aceh di utara dan Riau di selatan. Bukti luasnya wilayah Nagur ditandai dengan adanya sejumlah tempat yang identik dengan bahasa Simalungun dan nama Nagur sendiri juga turut diabadikan untuk meneguhkan keberadaan daerah itu adalah bagian dari Nagur. Di tanah Karo, hingga saat ini masih bisa ditemukan sebuah kampung bernama Perjuman Nagur yang pada zaman dahulu dijadikan lokasi perladangan. Kampung kecil ini sekarang masuk desa Bintang Meriah Kecamatan Kuta Buluh, tanah Karo. Masih di kecamatan yang sama ada juga kampung bernama Bah Turak dan Bah Gorih yang kini beralih menjadi Beturah dan Bagerih, juga Liang Dahar, Liang Hajoran, dan Nagori Jahe. Di tanah Pakpak tepatnya di Kecamatan Si Empat Nempu ada sebuah kampung bernama Buntu Raja, kampung yang senama dengan itu juga terdapat di desa Sitanggor Kecamatan Muara Tapanuli Utara. Di Kecamatan Tanjung Beringin Serdang Bedagai, tepat di bibir pantai Bedagai ada sebuah kampung bernama Nagur. Barangkali pada zaman dahulu tempat ini pernah menjadi dermaga dan pusat perdagangan Nagur. Di tanah Simalungun sendiri masih bisa disaksikan ada kampung Nagur Usang, Nagur Bayu, Nagur Panei, Nagur Raja (kini berubah jadi Naga Raja), dan Mariah Nagur. Di Tiga Runggu dan Tiga Dolog juga terdapat sebuah kampung bernama Parhutaan Nagur, di Tiga Dolok lokasinya agak jauh masuk ke pedalaman. Ada yang menduga kedua tempat ini pernah menjadi pusat pemerintahan Nagur. Di provinsi Riau ditemukan banyak nama tempat yang berlatar "pamatang" yang berarti badan atau ibukota, ini menjadi salah satu indikator yang membuktikan betapa luasnya pengaruh Nagur di zaman dahulu. Ada Pematang Peranap, Pematang Pudu, Pematang Reba, Pematang Tinggi, Pematang Tebih, dan Pematang Ibul.

Gambar 9-12: Makam Raja-Raja Nagur dan keturunannya yang diperlihatkan oleh Tuan Subirman Damanik disaksikan tim Komunitas Jejak Simalungun.

Kemajuan dan Perkembangan Nagur

Sebagai sebuah kerajaan yang besar dan kuat, Nagur sempat mengalami kejayaan selama lebih dari seribu tahun, di masa keemasannya wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari Aceh di utara dan Riau di selatan hingga masuk ke pedalaman Danau Toba di barat dan perairan Selat Melaka di sebelah timur. Adapun lokasi yang menjadi pusat pemerintahan Nagur (pamatang), para peneliti sejarah Simalungun umumnya menyepakati bahwa lokasi awal yang menjadi ibukota Kerajaan Nagur berada di sekitar Pamatang Kerasaan sekarang masuk Kecamatan Pamatang Bandar tidak jauh dari kota Perdagangan, hal ini dibuktikan dengan adanya konstruksi tua bekas Kerajaan Nagur dari hasil ekskavasi yang dilakukan oleh para arkeolog (Holt 1967:26; Tideman, 1922:51). Sungai Bah Bolon yang berada di hilir daerah ini menjadi pelabuhan Nagur, di mananya alirannya terus sampai ke Selat Melaka. Lokasi lain yang diindikasikan pernah menjadi pusat Kerajaan Nagur adalah Partimalayu, Nagur Usang, Tiga Dolog, Tiga Runggu, dan Naga Raja. Tuan Subirman Damanik menjelaskan pada masa Raja Nagur terakhir istananya dibangun di tiga tempat, pertama di Parti Malayu yang didiami oleh permaisuri yang pertama, kedua di Raya, dan ketiga di Mariah Nagur. Biasanya perkampungan Nagur berada tidak jauh dari perairan, ada 3 tipikal pemukiman yang wajib didirikan oleh Raja Nagur, pertama bernama Silaon yang menjadi lokasi pemujaan kepada para luluhur, kedua Sigundaba menjadi tempat pemujaan bagi para panglima (puanglima) dan hulubalang (parsaholat), dan ketiga dinamakan Sigintora, lokasi ini dijadikan tempat pemujaan para panglima dan hulubalang untuk menghalangi datangnya penyakit dan menghalau musuh. Lokasi untuk balai pertemuan dengan para raja dipusatkan di Talun Parhuppuyan (Dolog Tinggi Raja).

Pada seminar sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara yang diadakan di Perlak Aceh Timur tahun 1980, sejarawan Anas Macmud menyampaikan makalahnya di hadapan para tokoh ulama dan sejarawan lainnya seperti Prof. Dr. Hamka, Prof. Ali Hasjmy, Dr. Ruslan Abdul Gani, Tengku Luckman Sinar, SH (budayawan Melayu), Muhammad Said (pendiri Harian Waspada), Dr. Lance Castles, Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA, Prof. Dr. K. Das Gupta, Prof. Dr. Wan Hussein Azmy, Prof. A. Madjid Ibrahim, Abu Hassan Sham, MA, Drs. UU Hamidy, Drs. Zainuddin Mard, Timur Jailani, MA, Tengku Abdullah Ujung Rimba, Zainal Arifin Sregar, BSc, dan Prof. Ismail Hussein. Dia menceritakan secara singkat tentang Nagur sebuah kerajaan pedalaman yang wilayahnya sangat luas dan selalu bergandengan dengan Haru dan Pasai. Untuk membuktikan keberadaan Nagur, dia menyebutkan nama-nama tempat di Simalungun seperti Nagur Usang, Nagur Bayu, Parhutaan Nagur di Tiga Dolog dan Tiga Runggu. Dia juga menyinggung tentang Panai, sebuah kerajaan tua yang tercatat dalam "Tanjore Inscription" yang dibuat pada masa Raja Rajendra Chola I dan berangka tahun 1030 M. Dalam hubungannya dengan Panai, dia juga menyebutkan tentang banyaknya nama Panai di Simalungun.

Pada masa kejayaannya, selain dengan Tiongkok, Nagur juga pernah menjalin interaksi perdagangan dengan Kerajaan Persia memperdagangkan komoditi ular tikar (balun bigou/bidei) untuk dijadikan permadani yang dilatih agar bisa terbang dan  membawa dua orang di punggungnya. Ukuran ular ini 7 meter dan lebarnya 1,5 x 3 meter. Bukti adanya pengaruh budaya Persia ke tanah Simalungun, diantaranya banyaknya ditemukan terminologi "bandar", terminologi Persia ini kemudian diabadikan menjadi nama pemukiman di Simalungun seperti Mariah Bandar, Marihat Bandar, Bandar Masilam, Pamatang Bandar, Nagori Bandar, Bandar Huluan, Bandar Kaheian, Bandar Buntu, Bandar Silou, Bandar Jawa, Bandar Tongah, Bandar Tinggi, Bandar Siantar, Bandar Hataran, Bandar Manik, Bandar Hinalang, Bandar Tongging, Bandar Maruhur, Bandar Nagori, dan Bangun Bandar. Dalam Pustaha Parpadanan Na Bolag, Kerajaan Nagur digambarkan sebagai suatu kerajaan yang kaya dan jaya, di mana ibu negerinya (pamatang) memiliki benteng yang kuat, berpagar besi, pintu gerbangnya disebut "layar-layar" terbuat dari "Tumbaga Holing" dan gemboknya terbuat dari perak. Sementara Pustaha Parmongmong Bandar Syahkuda seperti yang dituturkan Tuan Alep Damanik menyatakan bahwa istana Raja Nagur berada di Tolbak Pargambirian.

Pada zamannya, daerah Nagur terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya dan menjadi komoditi yang sering diperdagangkan kepada kerajaan dan bangsa lain dari luar Sumatera, seperti rotan, damar, sena, gaharu, nibung, jelutung, merbau, rambung merah (balata), dan juga produsen madu yang berlimpah yang dibudidayakan dengan memanfaatkan pohon rambung merah dan kayu raja (tualang) sebagai sarang lebah madu (huramah). Madu yang diperdagangkan Nagur terbagi dua, ada madu lebah yang terasa manis dan ada juga madu lalat (bonbon) yang terasa asam manis. Sarang madu yang disebut hotihoti juga turut diperdagangkan, sarang madu ini digunakan untuk pembungkus obat, logam berharga, dan untuk bahan baku lilin. Tempat penyimpanan obat dan barang berharga biasanya ditaruh dalam lubang tanduk atau lubang tulang hewan dan bambu (abalabal), setelah di tutup rapat bagian luar ditempeli sarang madu. Adapun getah rambung merah biasanya digunakan untuk merekatkan kulit kayu gaharu untuk membuat kain, getah yang akan diperdagangkan diolah dengan cara batang-batang rambung merah dibelah berkeping-keping getahnya dibiarkan mengalir. Tiga minggu kemudian karet tersebut dikelupas lalu ditaruh dalam peti, di atas getah tersebut diletakkan kayu besar untuk menekannya dan dibiarkan selama tiga minggu agar semuanya merekat menjadi satu. Getah rambung merah juga diolah untuk jadi minyak tanah dengan cara dicairkan, getah damar dimasak dicampur dengan air perasan serai (sanggesangge) dan air perasan buah jarak (dulang) yang sebelumnya ditumbuk halus. Setelah getah cair dapat digunakan sebagai minyak tanah. Pihak Nagur juga menjual getah dari kayu damar yang dibungkus dengan pelepah pinang dan juga sihat (lempengan seperti damar yang berasal dari semut biasanya digunakan untuk perekat gagang pisau dan obat muntaber). Komoditi alam ini kemudian diangkut melalui sungai dan sering memanfaatkan goa yang ada di pinggir sungai sebagai gudang dan transit sementara sebelum sampai ke laut. Setelah sampai di laut, para saudagar Nagur juga memanfaatkan pulau-pulau kecil seperti pulau Batu Beranak dan pulau Pandan sebagai gudang dan juga  pelabuhan.

Kerajaan Nagur pada zaman dahulu terkenal sebagai tempat mencari penghidupan (pangaldungan) bagi para penduduk baik di lingkungan Nagur maupun dari luar Nagur. Raja Nagur sangat peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya, tidak ada penindasan dan kesewenangan dari keluarga bangsawan terhadap golongan yang lemah, meski sistem pemerintahan yang dijalankan bersifat feodal, namun kebenaran sebagai falsafah hidup tetap menjadi pedoman dalam menjalankan pemerintahan. Falsafah hidup "Habonaron Do Bona Hajungkaton Sapata" sudah mengejewantah dalam kehidupan orang Simalungun sejak lama. Keselarasan hubungan yang diwujudkan dalam penerapan falsafah adat "Tolu Sahundulan Lima Saodoran Waluh Sabanjaran" menjadi pilar perekat antara rakyat dengan para pemimpinnya. Di bawah kekuasaan Raja Nagur, rakyatnya hidup aman, damai, dan sentosa, keselamatan mereka terjamin, kekayaan alam melimpah, dan ketersediaan bahan pangan memadai, semua inilah yang mendasari rakyat Nagur hidup sejahtera. Raja Nagur juga menjalin persahabatan dengan kerajaan-kerajaan tetangga seperti Sriwijaya dan Panai, ketika Panglima Indrawarman bersama pasukannya datang ke Simalungun dalam rangka misi ekspedisi Pamalayu, Raja Nagur memanfaatkan jasa para pasukannya dari kalangan suku Jawa berjumlah 1.000 orang untuk ditugaskan memindahkan bagian hulu sungai Bah Humpawan ke sungai Bah Ambalotu. Sebelum melakukan pengerjaan, mereka mengadakan perundingan di Talun Parhuppuyan (Dolog Tinggi Raja). Sungai Bah Ambalotu diperbesar bertujuan agar dapat mengairi persawahan di sekitar aliran sungai tersebut sampai ke Dolog Masihol. Mereka menamakan sungai tersebut dengan Ambalotu mengikuti nama sungai Ambalotu di Asahan, anak sungai Silou yang menjadi basis seluruh bala tentara Jawa. Peristiwa ini juga mengawali munculnya nama kampung Saribu Jawa di Simanabun, Silou Kahean.

Dalam pustaha Nagur tercatat sejumlah nama tokoh yang menjadi ingatan di kalangan keturunan Nagur, seperti Sang Majadi Damanik, Saduk Dihataran Damanik, Sang Mahiou Damanik, Jigou Dihataran Damanik, Sangma Doriangin Damanik, dan puteri Anggaraini boru Damanik. Dalam Pustaha Parmongmong Bandar Sahkuda dikisahkan bahwa Sang Ni Alam disebut Raja Pasir Samidora (Samudera Pasai) menikah dengan puteri Raja Nagur, Sang Majadi Damanik yang bernama Sang Mainim, karena isterinya enggan memeluk Islam lalu memutuskan pergi meninggalkan Pasai dan kembali ke Kerajaan Nagur. Akibatnya meletus perang tanding antara Raja Pasir Samidora dengan Raja Nagur. Adapun cabang-cabang marga Damanik yang hidup di zaman Nagur adalah Damanik Nagur, Rampogos, Sola, Malayu, Sarasan, Rih, Hajangan, Simaringga, Usang, dan Bayu. Kemudian keturunan Damanik yang mendiami pulau Samosir kembali hijrah ke tanah Simalungun, seperti Limbong, Sagala, Malau, Manik, Ambarita, dan Gurning. Pada masa terjadinya pergolakan di lingkungan Kerajaan Nagur, rakyatnya banyak mengungsi ke Pulau Samosir untuk menyelamatkan diri, proses migrasi ini terjadi sekitar tahun 1200 Masehi. Pendapat ini didukung oleh hasil penggalian arkeologi yang diadakan oleh Badan Arkeologi Medan beberapa tahun lalu di Sianjur Mulamula, tempat ini oleh orang Toba diyakini sebagai asal mula leluhur mereka Si Raja Batak. Dari hasil ekskavasi dan penggalian tersebut diketahui ternyata Sianjur Mulamula baru dihuni manusia sekitar 600 (/+-200) tahun yang lalu. Kepala Balai Arkeologi Medan Ir. Ketut Wiradyana, M.Si menegaskan bahwa Pusuk Buhit tidak pernah menjadi tempat hunian karena wilayah tersebut dianggap sakral. Hasil temuan ini sudah diseminarkan di Universitas Negeri Medan (UNIMED) tanggal 9 Januari 2015 lalu dengan tema "Telaah Mitos dan Sejarah Asal Usul Orang Batak", tampil sebagai pembicara Prof. Dr. Uli Kozok dari University of Hawai, Kepala Balai Arkeologi Medan Ir. Ketut Wiradyana, M.Si, dan Guru Besar Antropologi UNIMED Prof. Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak.

Bangun dan Runtuhnya Nagur

Pada abad 13, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran pasca berkembangnya Kerajaan Haru, Perlak, dan Pasai, persaingan kekuasaan semakin sengit dan peperangan juga kian marak. Para penguasa-penguasa baru ini sangat berperan dalam merongrongkan Nagur, akibatnya Nagur semakin terpuruk. Nagur yang sebelumnya sempat mengalami kelumpuhan akibat serbuan Kerajaan Chola dari India Selatan yang datang menyerang ke pulau Sumatera selama 2 kali yaitu tahun 1017 dan 1025 Masehi. Seperti yang direkam oleh penjelajah asal Maroko, Abu Abdullah Muhammad bin Batuthah (1304-1368) yang berkunjung ke Samudera Pasai tahun 1345 Masehi, kemudian meneruskan perjalanannya ke Kanton Cina lewat jalur Malaysia dan Kamboja. Dia mengisahkan akibat dari agresi Chola terhadap Nagur, kerajaan ini menjadi porakporanda yang mengakibatkan daerah taklukannya banyak yang memerdekakan diri. Pihak Chola mengetahui bahwa Kerajaan Panai yang berpusat di Padang Lawas dan Nagur di Simalungun merupakan kerajaan yang kuat dan cukup berpengaruh di pulau Sumatera dan menjadi sekutu dari Sriwijaya yang sama-sama penganut agama Buddha. Pada prasasti Tanjore, Nagur disebut dengan Nakkawaram, kerajaan yang memiliki kebun madu berlimpah. Keturunan Damanik Sola yang berdiam di Pulau Batu Beranak saat diserang pasukan Chola, Raja Nagur lalu memerintahkan agar membalas serangan itu dengan senjata panah beracun (sior ipuh). Pasukan Nagur mengejar bala tentara Chola sampai ke Pulau Pandan, mereka yang terjebak di pulau itu tiada seorang pun yang selamat, seluruhnya gugur akibat keganasan panah beracun dari pasukan Nagur. Keturunan Damanik yang selamat dari serangan Chola ini kemudian dikenal dengan Damanik Sola. Pulau Batu Beranak yang menjadi kediaman golongan Damanik Sola ini berada di seberang Pagurawan Kabupaten Batubara, dapat ditempuh dengan menggunakan kapal ferry. Sekarang pulau ini sudah tidak lagi berpenghuni hanya sejumlah pekuburan tua yang bisa kita saksikan di tempat ini. Pada masa itu wilayah penyebaran keturunan Nagur sampai ke Pulau Berhala yang kini masuk Kabupaten Serdang Bedagai dan juga Pulau Pandan yang berada di sebelah utara Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara, kurang lebih 3 jam dari dermaga Tanjung Tiram. Demikian juga Pulau Sembilan yang kini masuk daerah Perak Malaysia (Pulau Sembilan terdiri dari Pulau Rumbia, Lalang, Saga, Buluh, Samak, Nipis, Agas, Miskin dan Nyamuk), hingga Pulau Sarasan dekat Kalimantan yang kini masuk Kecamatan Natuna Kepulauan Riau. Pulau Sarasan inilah menjadi tempat pelarian golongan Damanik Sarasan sewaktu mereka diburu oleh para musuh Nagur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun