Jawaban-jawaban di atas menurut saya semuanya adalah benar. Karena jawaban-jawaban tersebut jika dirunut, merupakan alasan-alasan yang menjadikan mereka ‘menyekolahkan’ anaknya di sekolah tersebut. Dan jawaban-jawaban tersebut menjadi bahan analisa bagi sekolah, apakah sekolah sudah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat atau belum. Hal ini akan menjadi bahan untuk menganalisis karakteristik kualitas.
Menurut Berry, Fitzsimmons, 1994, hal di atas merupakan bagian dari dimensi kualitas. Dimensi kualitas dalam bidang pendidikan tersebut adalah Tangibles, yaitu berupa bukti langsung yang dapat dilihat dan dirasakan oleh customer, misalnya fasilitas fisik, perlengkapan, performance guru dan karyawan, dan sarana komunikasi. Kedua, Reliability (keandalan) yaitu kemampuan sekolah dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Tidak membuat kecewa wali murid. Ketiga, Responsiveness (daya tanggap) yaitu adanya keinginan para guru dan karyawan untuk segera membantu dan tanggap dalam pelayanan. Keempat, Assurance (jaminan) adanya jaminan yang mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki guru dan karyawan dan bebas dari keragu-raguan. Kelima, Empaty, yaitu memberikan kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan wali murid.
Akhirnya, menggagas sebuah lembaga pendidikan yang bermutu bukan hanya mimpi. Harapan membangun bangsa yang berkualitas melalui lembaga pendidikan yang bermutu akan selalu ada dan terwujud jika kita memahami karakteristik sekolah yang bermutu. Sekolah yang memiliki Visi dan Misi yang jelas dan membumi di setiap komponen sekolah. Dan akan tetap diminati oleh masyarakat jika sekolah selalu memperhatikan dimensi kualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H