Mohon tunggu...
ᶜᵒᶜᵒмеo
ᶜᵒᶜᵒмеo Mohon Tunggu... Freelancer - Cogito ergo scribe

More Coffee More Beer

Selanjutnya

Tutup

Bola

Lonjakan Peringkat Wales dan Sebuah Refleksi untuk PSSI

10 Juli 2015   22:06 Diperbarui: 11 Juli 2015   20:20 2121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Per tanggal 9 Juli 2015, Fédération Internationale de Football Association (FIFA) resmi mengonfirmasi rangking FIFA. Indonesia turun sembilan tingkat menempati urutan ke-164 dunia—bukan hal yang mengejutkan, dan yang justru menarik untuk dicerna adalah pertama kalinya sepanjang sejarah federasinya, Wales berada di antara sepuluh negara terbaik dunia. Apa yang bisa dipelajari PSSI dari lonjakan Wales ini?

 Kegagalan Chile menaklukan Argentina dalam tempo 90 menit di Copa America turut mempengaruhi Wales menembus 10 besar dalam rangking FIFA—sejarah terbesar yang pernah diukir Wales hingga kini. Elevasi mendadak Wales tidak serta-merta terjadi begitu saja, diawali rekor terburuk yang pernah ditorehkan mereka pada rangking FIFA (peringkat ke-117) sekitar empat tahun lalu, kini rekor terbaik justru mereka genggam. Baru saja FIFA mengonfirmasi anak asuh Chris Coleman tersebut berada di peringkat ke-10, jelas kebanggaan bagi seluruh masyarakat Wales.

Untuk tahun-tahun berlalu, rangking FIFA bukanlah sesuatu yang difokuskan oleh Wales, khususnya supporter mereka dikarenakan mereka adalah tim inferior yang terbiasa takluk oleh tim-tim mapan di zona Eropa, ditambah sumber daya mereka bagi tim nasional sangat terbatas. Bagi sebagian orang, bisa mengingat Wales telah memiliki beberapa pemain prominen seperti Neville Southall yang merupakan pemegang Caps terbanyak bagi Wales hingga kini, kemudian Ian Rush dan Mark Hughes yang merupakan penyerang prolifik, legenda hidup Manchester United, Ryan Giggs hingga yang terkini sang pemain termahal dunia, Gareth Bale. Namun talenta-talenta hebat Wales itu saat berada dalam era keemasan tidak pernah bermain bersama dalam satu era. Bisa dikatakan, Wales merupakan tim medioker yang secara sporadis mampu melahirkan talenta berbakat.

Inferioritas Wales merupakan hal yang wajar namun terdengar aneh jika dibandingkan negara-negara di zona Eropa. Tidak seperti beberapa negara inferior semacam Malta, Faroe Island, San Marino hingga bahkan Liechtenstein—kalian menyebut demikian—Wales memiliki talenta-talenta yang mampu menarik minat klub-klub top flight liga-liga di Eropa di samping sistem kompetisi di negara mereka tergolong cukup baik bahkan dua klub sekaligus yang bermarkas di Wales pernah menciptakan rekor mengarungi kompetisi di English Premier League (Swansea dan Cardiff City). Namun dalam hal tim nasional, mereka jelas bukan unggulan. Bandingkan dengan negara semacam Slovenia dan Croatia yang sama-sama baru terbentuk sebagai negara berdaulat tahun 1991. Slovenia mampu berkompetisi di Euros sembilan tahun setelah merdeka, Croatia bahkan lebih superior, mereka merupakan negara langganan turnamen-turnamen mayor, yakni Euro dan World Cup. Jika itu belum cukup, bandingkan mereka dengan rival-rival regionalnya yakni, Ireland maupun Scotland. Jika Scotland terakhir kali muncul dalam turnamen mayor di World Cup 1998 sementara Ireland di Euros 2012 maka Wales lebih buruk lagi, pencapaian terakhir mereka pada turnamen mayor adalah saat lolos kualifikasi World Cup 1958-satu-satunya turnamen mayor yang diikuti hingga kini. Jadi dibandingkan dengan tim-tim superior Eropa seperti Germany, Italy hingga Spain, Wales pada dasarnya merupakan tim semenjana yang dimaksudkan hanya untuk tidak kalah memalukan jika bertanding menghadapi tim-tim superior tersebut.

Bagi Wales posisi yang diraih saat ini juga membuat Wales akan dijadikan sebagai unggulan teratas pada undian kualifikasi World Cup 2018 yang akan dilakukan pada 25 Juli ini. Hal tersebut tentu berdampak positif bagi Wales, mereka dipastikan akan terhindar dari beberapa tim besar langganan World Cup semisal Germany, England, Netherlands, Portugal, Croatia dan Spain; yang membuat peluang Wales lolos dari kualifikasi World Cup untuk keduakalinya membesar. Sebagai catatan, dalam beberapa kualifikasi World Cup yang sudah mereka lalui, Wales hanya ditempatkan sebagai unggulan terbawah bersama negara-negara seperti San Marino, Andorra Kazakhstan, Malta dan Luxembourg.

Jadi, bagaimana Wales mampu memperbaiki posisinya pada rangking FIFA yang pernah berada di luar 100 besar, namun kini malah menembus 10 besar bahkan di atas Italy, Spanyol dan France?

KECAKAPAN MANAJERIAL

Berbagai hasil buruk yang diraih Wales di era John Toshack—Wales hanya meraih total 10 kemenangan pada kualifikasi—mengarahkan Football Association of Wales (FAW) menunjuk mendiang Gary Speed untuk mengemban tugas negara.

Dengan hanya berpengalaman melatih Sheffield United dalam kurun waktu empat bulan, awal era kepelatihannya bagi Wales terkesan biasa saja dan kurang memuaskan. Kalah pada partai persahabatan perdana melawan Ireland 3-0 dan juga partai kompetitif perdana saat menhadapi England (keduanya adalah rival regional abadi Wales). Setelahnya, Wales mulai terbiasa dengan metode kepelatihan Speed dan memutarbalikkan semua kegagalan.

Kemenangan demi kemenangan dengan segera diraih, tentu saja saat bertemu lawan-lawan kuat dan memiliki rangking FIFA di atas Wales seperti Montenegro, Switzerland dan Bulgaria. Sebuah kemenangan pada partai persahabatan melawan Norway juga memiliki dampak signifikan bagi Wales. Pada akhirnya, hanya dalam jangka waktu dua bulan setelah mencatat rekor terburuk peringkat FIFA, Wales segera melesat meraih peringkat ke-45 FIFA. Itu berarti, Wales melampui sebanyak 72 lompatan dalam hal memperbaiki peringkat. Wales kemudian diberikan penghargaan sebagai ‘FIFA's best movers’ sepanjang tahun 2011.

Jadi, salah satu bagian terpenting bagaimana Wales mampu memperbaiki posisinya pada rangking FIFA adalah kecakapan manajerial yang dimiliki oleh Speed dan apa yang telah dilakukan Speed tidak bisa dianggap remeh.


“My son’s memory is one of the driving motivations for Wales to reach their first major tournament since 1958. They do say they want to [qualify for Euro 2016] for Gary – to do it for Gary’s memory. I’d love it if they did it and give us a nice holiday in France” —Roger, the father of Gary Speed

 

KUALITAS KHARISMATIK

Setiap tim sukses pasti memiliki instrumen yang mampu menciptakan perbedaan mendasar dalam pembentukan kualitas skuadnya. Wales, beruntungnya memiliki instrumen ini yang nampak jelas membantu progres mereka dalam memperbaiki peringkat FIFA.

Coleman, per Jack Collison melalui BBC.com, mampu membentuk Wales menjadi tim yang memiliki identitas sendiri dan semangat tim, serta keinginan untuk meraih kemenangan.

Dia tidak takut untuk membuat keputusan besar. Sebuah contoh jelas tampak pada keputusannya saat mengalihkan kapten tim dari Aaron Ramsey menjadi Ashley Williams. Williams dilahirkan sebagai pemimpin lahir, seorang pemenang dan seorang yang berhasil saat diberikan tanggung jawab ban kapten. Beberapa orang mungkin tidak menyukai keputusan ini, tapi lihatlah bagaimana itu [keputusannya] telah terbayarkan, dan untuk itu Coleman layak mendapat kredit.

Setelah enam pertandingan yang dimainkan, mereka saat ini menempati posisi teratas dalam grup B Euros 2016 dengan 14 poin, tiga poin lebih banyak dari posisi kedua yang ditempati Belgia. Mereka terlihat sempurna untuk lolos ke turnamen mayor kedua mereka dalam sejarah mereka, setelah World Cup 1958.

Bale dan Ramsey juga layak diberikan kredit tersendiri akan kualitas mereka. Ramsey, walaupun tidak lagi menjabat sebagai kapten tim, namun ia masih memainkan peran penting dalam permainan Wales dan merupakan komponen kunci untuk keberhasilan taktik mereka di lapangan. Sementara Bale, bermodal sikap patriot yang ia miliki untuk Wales dan tingkat kebugaran fisik yang bagus serta hasratnya pada pertandingan sangat mengagumkan, sikapnya pada latihan dan kemampuannya menjadi kunci yang membuat dia merupakan yang terbaik di dunia. Wales jelas beruntung memiliki semua ini.

 

MENGABAIKAN PARTAI PERSAHABATAN

Percaya atau tidak, faktor signifikan lainnya yang membuat Wales berada di peringkat ke-10 adalah mereka tidak memainkan satupun partai persahabatan. Wales memilih untuk tidak melakukan pertandingan pemanasan (persahabatan) dalam menghadapi kualifikasi melawan Israel dan Belgia, dan itu benar-benar berdampak pada meningkatnya peluang mereka untuk menaikkan posisinya di klasemen.

Mengapa? Yang pertama adalah bahwa partai persahabatan antara dua tim yang memiliki selisih poin jauh akan memberikan sedikit poin dalam perhitungan peringkat setelahnya (hanya diberikan multiplier satu, bandingkan dengan kualifikasi Euro 2016 yang memiliki multiplier 2.5) dan yang kedua adalah perangkingan peringkat yang menggunakan rata-rata sistem poin.

Dengan kata lain, peringkat poin yang diperoleh selama periode 12-bulan dibagi dengan jumlah pertandingan yang telah dimainkan. Itu artinya bahkan kemenangan pada partai persahabatan—tentu saat melawan tim yang memiliki peringkat lebih rendah—dapat memiliki dampak negatif, jelas seperti mengalami kekalahan pada partai persahabatan. Sebagai contoh, Italy telah menderita kekalahan pada berbagai partai persahabatan yang dijalani termasuk kekalahan yang diderita dari Portugal bulan lalu sementara Spanyol hanya berhasil meraih satu kemenangan dari empat partai persahabatan yang telah dijalani. [Lebih lengkap tentang perangkingan FIFA akan diuraikan di akhir artikel]

 

Tercatat, partai persahabatan terakhir yang dilakukan Wales pada tanggal 4 Juni 2014.

 

Ada yang mengungkapkan, gagasan Wales ini bukan sebuah hal yang disengaja, melainkan ada maksud lain yang mengakibatkan mereka memilih untuk tidak melakukan partai persahabatan. Apapun itu keputusan mereka berimplikasi pada peringkat yang mereka raih sekarang dan menjelaskan pada kita mengapa negara-negara superior yang berada di peringkat atas dunia ogah melawan negara-negara yang memiliki rangking rendah khususnya di luar 100 besar peringkat FIFA.

Secara garis besar, semua yang diraih Wales sekarang tidak semudah yang terpikirkan, mereka membutuhkan proses serta sudah melakukannya sejak rekor buruk yang diraih dan proses itu terjadi sejak Agustus 2011.

PSSI, kalian siap melakukan lonjakan peringkat juga?

 ***

 

Bagaimana Perangkingan FIFA Berlaku

Logika dasar perhitungan yang dilakukan FIFA sederhana: setiap tim yang meraih hasil bagus memiliki kemungkinan untuk menaikkan peringkatnya pada rangking FIFA.

Jumlah total poin yang diraih sebuah tim dalam rentang periode empat tahun, ditentukan dengan menambahkan vaiabel sebagai berikut:
• Rata-rata jumlah poin yang diperoleh dari pertandingan yang dilakukan selama 12 bulan terakhir; dan
• Rata-rata jumlah poin yang diperoleh dari pertandingan yang dilakukan lebih dari 12 berlalu (depresiasi tahunan).

Perhitungan poin untuk setiap pertandingan yang dilakukan

Poin yang diperoleh dari pertandingan yang dilakukan dihitung dengan formula yang tergantung padaempat faktor:
• Apa hasil akhir dari pertandingan yang dilakukan? M
• Seberapa penting tingkat pertandingan yang dilakukan? I
• Seberapa kuat Lawan yang dihadapi? T
• Seberapa kuat konfederasi dari lawan yang dihadapi berasal? C

Maka, empat faktor tersebut menghasilkan rumusan sebagai berikut (P):

P = M x I x T x C

Kriteria dari empat faktor tersebut:


M: Poin untuk hasil pertandingan

Tiga poin diberikan untuk hasil kemenangan, satu poin diberikan untuk hasil imbang and nihil poin diberikan untuk kekalahan. Dalam hal partai yang menghasilkan pemenang dari penalty shoot-out (adu pinalti), tim yang menang mendapat 2 poin dan tim yang kalah mendapat 1 poin.

 

I: Kepentingan pertandingan yang dilakukan

Pertandingan internasional yang dilakukan terbagi menjadi empat kategori:
Partai persahabatan (termasuk kompetisikecil): I = 1.0 poin
Kualifikasi FIFA World Cup™ atau kualifikasi level konfederasi: I = 2.5 poin
Kompetisi level konfederasi (e.g., Euros Cup, AFC CUP, etc.) atau FIFA Confederations Cup: I = 3.0 poin
FIFA World Cup™ final competition: I = 4.0 poin

 

T: Kekuatan lawan yang dihadapi

Kekuatan lawan dihitung dengan formula: mengurangkan angka 200 dengan rangking FIFAdari lawan tersebut. Pengecualian diberikan pada negara manapun yang menempati rangking 150 dan di bawah 150, mereka akan ditetapkan dengan nilai minimum sebesar 50.

 

C: Kekuatan dari konfederasi lawan berasal

Ketika mengalkulasi pertandingan antara tim-tim dari konfederasi yang berbeda, nilai rata-rata dari konfederasi di antara kedua tim akan digunakan. Kekuatan konfederasidikalkulasi berdasarkan jumlah kemenangan yang diraih negara-negara konfederasi tersebut di tiga kompetisi FIFA World Cup™ terakhir. Nilai-nilai konfederasi tersebut adalah sebagai berikut:
• CONMEBOL 1.00
• UEFA 0.99
• AFC/CAF/OFC/CONCACAF 0.85

 

Suporter Indonesia, bagikan pendapatmu bagaimana seharusnya PSSI memproyeksikan tim nasional untuk meningkatkan peringkat Indonesia pada rangking FIFA, tentunya setelah hukuman dari FIFA selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun