Aku merasa sengsara dengan ketakutan terhadap waktu. Meskipun sudah lama kupelajari tentang nyanyian surga di sudut kampungku. Tapi itulah namanya kegelisahan, mencipta keraguan demi keraguan. Karena aku dapat merasakan jiwaku tidak  memastikan esokku seperti nyanyian surga, sedangkan jiwaku pun masih terdekap dalam hampa. Kehampaan itu seperti perasaan yang menerawang jauh tanpa batas. Jiwaku terkadang hidup dengan kemegahan dan mampu membungkus alam dengan satu senyum saja, tapi juga sering menjadi keterasingan yang teramat kecil dan terusir hina. Aku tidak bisa menjadikan namaku terasa pasti, dan lalu menjawab sapa dengan kebimbangan dan sunyi.
Tapi setidaknya aku masih mencoba mencari wajahku, atau senyumku, atau cahaya mataku di bayangan air sungai. Itulah kesengsaraan. Itulah kemisterian hidupku bila masih kukenali nafasku di antara hembusan waktu. Aku pun masih setia mendengar nyanyian alam ketika melewati kampungku, dan mengikuti kemana suaranya pergi membawa beritanya. Ia akan menciptakan senyum pada wajah-wajah kaumku, dan akan menciptakan padaku suara kepada masa depan, meski iramanya kebahagiaan atau kesengsaraan.
masril h. rambe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H