Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bandung Tempo Dulu, Kenangan Jalan Progo Masa Silam (2)

22 April 2024   07:27 Diperbarui: 23 April 2024   06:46 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tulisan sebelumnya:  " Bandung Tempo Dulu, Kenangan Jalan Progo Masa Silam (1)"

Suasana  Keseharian Seputar Jalan Progo dan Gedung Sate  Masa Silam

Matahari  terbit, kabur menipis, embun bertaburan di permukaan rumput dan dedaunan. Masih hening, kami bersiap berangkat sekolah. Biasanya, sejak kecil kami dibiasakan ibu untuk menunaikan tugas dulu. Seperti melap perabot, membereskan kasur dan kamar, menyuci piring masing-masing sehabis makan. Pantang menyimpan piring kotor di meja usai sarapan . Sejak kecil duduk di kelas 1 SD , meski ibu memiliki ART, kami terutama anak perempuan,  sudah terlatih untuk  melakukan semua urusan sendiri. Mulai dari mandi pagi, sampai menyiapkan seragam, buku, dan lainnya. Lalu  harus ikut berkontribusi dengan urusaan kepentingan  bersama, bukan diri sendiri. Seperti memberi  membersihkan ruang tamu dan lainnya. 

Membantu ayah  bagiku pribadi  paling berkesan, ayah selalu mengajarkan kami lewat keteladanan, tentang tata krama, budi pekerti, kejujuran , kelembutan, kesabaran, cinta dan kasih sayang. Ayah mendidik tentang kebersihan dan memelihara  keindahan taman rumah sendiri. Memberi makan ayam, merawat dengan kasih sayang. 

Jika musim hujan laron-laron berterbangan keluar sarang,  merangsek ke rumah kami, terutama lampu-lampu di halaman dan kandang ayam.  Ayah menyiapkan baskom-baskom berisi air. nanti laron-laron yang terkumpul di baskom jadi santapan ayam. Setiap ayam  oleh ayah diberi nama. Kami hanya mengambil telur mereka, sering tak tega untuk memotongnya. 

Jika semua urusan beres, kami  menunggu becak langganan di halaman rumah. Saat masih duduk di SD kelas 1 sampai kelas 5. Dulu lumayan masih rawan penculikan anak. Lebih aman diantar jemput pakai becak langganan. Setelah kelas 6 SD  aku mulai berangkat sekolah  berjalan kaki.


Tahun 1960an, 1970an , setiap pagi  jalan depan rumah penuh rombongan  anak sekolah. Berduyun-duyun berombongan , pakai seragam  aneka model dan warna . Di dekat rumah ada sekolah SKKP  Negeri  (Jalan Cimanuk, sekarang SMPN 44) , ada  sekolah SPG Negeri 1(Jalan Citarum , sekarang SMAN 20) berseragam putih abu. Rombongan siswa siswi  SMPK Bahureksa (sekarang SMAK BPK penabur) seragam atasan putih dengan garis biru , rok biru . Aku sendiri, seragam atasan putih, rok coklat saat SD, setelah SMP tinggal tambah saja Rompi Kuning.

Berbagai rombongan  sekolah lainnya, seperti sekolah Muslimin  (putih hijau) dan lainnya.  Rombongan pegawai postel , seragamnya putih hitam. Dulu seragam sekolah masing-masing sekolah beda,  ada yang bawahannya khakhi, atau  warna lainnya. Maka  setiap pagi rombongan yang berasal dari berbagai kawasan permukiman yang lumayan padat , seperti area Cihaurgeulis, Muararajeun, Gang Tilil, Jalan Gagak....  Ada perkampungan yang kelak nantinya berubah menjadi jalan Surapati Cicaheum (Suci). 

Kenapa sangat banyak yang  ramai-ramai berjalan kaki. Karena saat itu kendaraan umum masih jarang, jalan kaki di kota Bandung tidak melelahkan. Selain lalu lintas hening,  sangat nyaman, sejuk dan bersih hawanya, jalanan asri, kiri kanan banyak pepohonan, lahan hijau , masih ada sawah-sawah di tengah kota. Apalagi di pinggiran, melulu sawah dan kebun.

Tahun 2023, Bakso Asgar Ikah , jalan Progo Kota Bandung. Sumber Foto: Dian Kusumowati  (kontributor google . maps )
Tahun 2023, Bakso Asgar Ikah , jalan Progo Kota Bandung. Sumber Foto: Dian Kusumowati  (kontributor google . maps )

Temanku yang anak kolong , tinggal di kompleks ABRI Gegerkalong,  kalau sekolah  sering juga berjalan kaki ke SD Banjarsari jalan Merdeka. Pulangnya bawa oleh-oleh bunga tanjung buat ibu dan neneknya. Bunga tanjung yang dipungut dari jalanan, yang saat itu bertebaran di  sepanjang jalan tertentu.Aku sendiri  suka memunguti bunga tanjung di jalan Cimanuk , jalan di depan SMPN 44 sekarang, dulu  SKKP negeri.  Pulangnya, jadi keayikan meronce kembang, menggantungnya di ruang tamu. pewangi alami. 

Kalau boleh  merindu, sering kangen dengan  jalanan kota Bandung yang wangi dan cantik  bagai karpet  cantik di musim kemarau , oleh taburan bunga-bunga angsana kuning, bunga tanjung, flamboyan dan bunga bungur. Di jalan Progo, bunga-bunga kuningnya jika sedang bersemi, semaraknya itu bikin kangen. 

Nanti siang harinya, jam 12 sampai jam 13 siang, rombongan serupa pulang sekolah,  bikin suasana hangat . Pegawaoii negeri sipil kala itu pulang kantor bukan sore hari, tapi  jam 2 siang.  Jadi ada juga rombongan kantoran yang lalu lalang. Jujur,  suka sekali menonton lalu lalang keramaian. Termasuk lalu lalang Menwa lari pagi atau tentara (ABRI) latihan lari pagi. Seperti menebar semangat.

 Terkenang juga suasana Ramadhan  pertama di jalan Progo setelah pindah rumah.Di bulan puasa, setiap waktu imsak dan buka puasa selalu terdengar suara sirine dari Gedung Sate. Jadi , bagi bocil yang menunggu waktu berbuka, sirine  plus adzan  selalu ditunggu. Beberapakali sehabis santap sahur, pengasuh kami  yang anak dari ART ibuku,mengajak  kami keluar rumah menunggu subuh. Ternyata lumayan , warga lain  banyak juga yang berjalan-jalan menunggu subuh.

Gedung DPRD Provinsi  pertama, sebelum Gedung Baru dan Gedung Sate  

Tinggal di Jalan Progo, membuat kenangan tentang Gedung Sate menjadi kental. Sebab lokasi rumah kami memang di belakang Gedung Sate, di balik rumah-rumah jalanCimandiri, lokasi Taman Belakang Gedung Sate berada. 

Gedung DPRD Provinsi (tahap 2) yang terletak di jalan Diponegoro sekarang, sebelum rampung, dulunya terletak di seberang jalan Gedung terkini. Gedung lama, menyatu dengan Kompleks Gedung Sate.  Tahun 1970 an, bahkan gedung lama/pertama DPRD Provinsi  (1) juga  belum didirikan. Masih hamparan tanah kosong. Tempat  anak-anak muda Bandung main softball. Pernah juga ada helikopter mendarat. 

Gedung Sate utama , masih dilewati jalan Banda sampai ke Diponegoro (sekarang jalan Banda yang melintasi Gedung Sate ditutup, dijadikan lingkungan parkir kompleks perkantoran Gedung Sate), juga jalan dulunya Cisanggarung bermuara di Jalan Diponegoro (sekarang sejak persimpangan Cimandiri ditutup, dijadikan lingkungan parkir Gedung Sate).  Dulu ada oplet , alias angkot jaman baheula, jurusan Stasiun Hall -Jalan Gagak. Yang terminalnya di ujung jalan Surapati, belum ada jalan tembus Suci.

Sejak tahun 1982-1983 Gedung sate mulai ditata secara apik, dibuat taman bunga yang mengundang para juru foto dan pengantin untuk memotret di kawasan taman yang indah. Dan sejak saat itu pulalah penutupan jalan Banda dan Cisanggarung bagian utara dilakukan , menjadi bagian Gedung Sate .Sejak saat itu , Gedung Sate  satu-satunya taman tercantik dan spot foto  favorit di Kota Bandung. Tempat berfoto ria, tempat olahraga jalan pagi.

Imbas keramaian Gedung Sate ikut  merangsek ke Jalan Progo, seperti jadi lokasi favorit sekolah menyetir mobil saking heningnya. Aktivitas  lain adalah keramaian balap Go-Kart yang saat itu sedang trendy. Remaja-remaja dan pemuda kaya sering menjadi peserta balap Go-Kart. Di lingkungan Gedung Sate sering diadakan Balap Go-Kart. Tahun 1969an bahkan pernah memakan korban, yakni penonton yang celaka karena Go-Kart yang keluar arena.  Nah, jalan Progo ini juga suka dipakai Latihan Gokart juga. 

Lumayan, kalau ada yang latihan gokart , para bocil pada menonton di halaman rumah. Ingat lho, waktu itu jangankan gadget, televisi saja  hanya TVRI. Itupun baru mulai tayang setelah Magrib, dengan diawali Lagu Garuda Pancasila.

Para bocil waktu itu,  hiburan kami ya baca  komik cergam HC Andersen yang kami beli di Toko Buku Cosmos, atau pinjam di perpustakaan jalan Sabang.Maka keramaian apapun yang lalu lalang depan rumah, seperti memberikan warna kehangatan alias hiburan.

Even-even Kemeriahan di Jalan Progo  Tempo Dulu 

Tontonan yang cukup mengagumkan bagi kami , adalah latihan marching band terkenal sebuah SMA di jalan Sultan Agung (SMA TOP, St Aloysius), yang saat itu sering melewati pula jalan di depan rumah kami. Sebenarnya secara rutin mereka selalu berlatih di pekarangan Gedung Sate. Namun jika sudah mahir, mereka pasti akan berkeliling melewati jalan Progo. Ini yang suka aku tunggu. Duduk  di pinggir jalan di bawah  sepoi  pepohonan rindang. 

Meski cuma latihan, suara drumband dan alunan lagunya merdu sekali. Dan mayorettenya  keren melempar-lempar tongkat ke atas, seperti akrobat , bikin kami ketagihan menontonnya.

Kadang kala ,  anggota Resimen Mahasiswa juga sering mengadakan latihan dan menyusuri selokan depan rumah kami yang saat airnya masih jernih dan dipenuhi ikan impun dan kepiting. Gerak jalan  Latihan  tentara juga sering melewati jalan ini.


Menjelang tahun 1975 keramaian semakin mewarnai lapangan Gedung Sate, dan jalan Progo ikut kena imbasnya. Seru-seru saja sih bagi kami.  Pernah diadakan pesta musik kemarau dimana lautan manusia menyesaki halaman belakang Gedung Sate. Dari atas tembok benteng rumah, kami bisa menyaksikan Achmad Albar dan God Blessnya beraksi, juga menyaksikan lautan histeria massa yang juga memakan korban pingsan dan luka. Betul, demi menonton pesta musik kemarau itu, kami bertengger di atas genteng rumah sambil menikmati cemilan . Lucunya para tetangga juga sama.

Terjun payung , itu atraksi lain yang sering berlangsung di Gedung Sate. Kami bis amenyaksikan dengan jelas para penerjun payung mendarat di Gedung sate  dengan cekatan. Anak-anak suka menyaksikam warna warni payung saat masih mengangkasa , menuju pendaratan. 

Kebut-kebutan  Berbahaya  

Tidak semua aktivitas bikin happy. Yang agak  bikin deg-degan , latihan motor Trail, kebut-kebutan (mobil ngepot) juga berlangsung di kawasan ini. Walau latihan motor trail yang dilakukan di halaman belakang Gedung Sate disukai warga yang menonton, aku pribadi tidak. Karena pernah ada yang jatuh saat motornya melompat.

Yang menyedihkan, di kawasan jalan Cimandiri Gedung Sate dan Progo ini seringkali pula dijadikan lokasi arena 'ngepot' dan kebut-kebutan mobil. Di jalan Progo pengebut yang nakal bahkan pernah menabrak pohon sampai sekarat. Tradisi ngebut itu juga berlangsung tengah malam. Mobil yang ngepot, suara remnya berdecit-decit, sering memecahkan kesunyian di permukiman sekitar gedung sate tersebut.

Kemarau Super Panjang  dan Kebakaran Gubuk Tuna Wisma

Tahun 1972, kemarau sangat panjang. Air PDAM  sering tidak mengalir. Bahkan keringnya bendungan membuat pasokan listrikpun darurat. Maka terjadilah giliran pemadaman listrik . Setiap area  hanya kebagian listrik menyala 2 hari sekali.  Rasa insecure, sedih. Pasalnya waktu itu aku belum lama kembali ke Bandung dari Malaysia, tapi ayah masih terus bertugas sampai 1974. Jelas  jika malam gelap, pakai lampu cempor , suka kangen ayah. Semua orang dewasa di rumah perempuan.

Waktu itu lahan kosong di jalan Progo 17 , sedang dibangun sebuah rumah, rumah dinas untuk Pak OO, atau pak Syahran basah dari Fakultas Hukum. Ada sumber air menggunakan pompa tangan. Kami sering menunpang mandi pagi dan sore di sana, kamar mandinya terbuka, hanya  ditutup seng . 

Saking keringnya  udara, kerap terjadi kebakaran. Di balik tembok belakang rumah kami, ada rumah-rumah gubuk dari karton kardus, didirikan di atas brankang atau selokan. Para tuna wisma tingal di sini. Kadang kami memberi mereka makanan lewat tangga yang kami sandarkan di tembok. Malam itu, saat ayah masih di Malaysia, ibu tidak di rumah , tiba-tiba gubuk karton tuna wisma terbakar. Apinya membubung tinggi. 

Para kuli bangunan di  Progo 17 bergerak cepat memompa air sumur , untuk memadamkan api. Aku  kebingungan lari sana sini , sambil menangis, sampai bertabrakan dengan  anak tetangga sebelah saking bingungnya . Sampai-sampai 2 gigi susu depanku lepas. Sempat ompong agak lama, baru tumbuh gigi baru. Malam itu ibu sedang tidak di rumah , hanya ada asisten rumah tangga. Kami takut apinya membakar rumah juga. 

Alhamdulillah, akhirnya kemarau panjang berakhir dengan hadirnya derai  hujang menyejukkan. Bertahun-tahun aku jadi trauma kalau melihat orang membakar sampah sampai apinya membesar. 

1975 , jalan Progo bandung, masrierie kompasiana
1975 , jalan Progo bandung, masrierie kompasiana

Sepatu Roda , Skate Board, Slalom Test dan Budaya Pop Remaja 70 dan 80 an 

Pada tahun 1970-an, anak-anak kecil ramai bermain sepeda mini. Menjelang tahun 1980an, musim sepeda mini berganti menjadi musim Skate Board dan sepatu roda. Muncul grup-grup perkumpulan sepatu roda dan skate board. Jalan Cilaki di bagian timur gedung sate yang antara lain menjadi lokasi berlatih.

Pada tahun 1980an Gedung sate sempat menjadi ajang peragaan slalom test. Dan sekarang sejak pertengahan dasawarsa 1980an berangsur-angsur menjadi arena olahraga, bazaar, perdagangan kaki lima, caf mobil, dan senam pagi masal setiap hari minggu. Puncaknya , semenjak Krisis Moneter 1997-1998 , menjadi  area Pasar Kaget  atau Pasar Minggu  rutin.

Tahun 2000 suasananya sudah berubah total menjadi pasar dadakan . Kawula muda yang ngeceng dan mejeng tampak sangat menikmati suasana keramaian seminggu sekali tersebut, kendati udara segar berubah menjadu kepengapan yang kurang menyehatkan, apalagi banyak asap roda dua dan empat ikut meramaikan suasana setiap Minggu pagi itu.

Pada perkembangannya, semenjak tahun 1980an lokasi jalan Progo ( di belakang jalan Cimandiri, belakang Taman Gedung Sate selatan) berangsur-angsur mulai ramai menjadi arena bisnis. Sekarang tahun 2000, bekas rumah mantan Ibu RT, Ibu Darsono, sudah puluhan tahun lalu dibeli oleh sebuah sekolah swasta sehingga menjadi sekolah. Winahyo Wisma, bangunan tua ala Belanda itu sekarang sudah menjelma menjadi penginapan atau hotel.

Ruman mantan Walikota Bandung, Rd Hidayat, sekarang menjadi Klinik kecantikan kulit Revital.  Suasana nyaman dan lengang di masa lalu kini sudah pudar. Rumah di ujung jalan sudah berubah menjadi sebuah Studio Foto terkenal Jonas Photo. Sekarang, malam hari, yang ada hanyalah suara kebisingan mobil lalu lalang. Siang hari, pada jam berangkat dan pulang sekolah, menjadi jadwal kebisingan yang memuncak dan membuat temperatur sejuk itu berganti menjadi hawa panas yang kotor.

1969 , jalan Progo Bandung, masrierie kompasiana.
1969 , jalan Progo Bandung, masrierie kompasiana.

Penghuni Lama Pergi ,Perubahan Fungsipun Hadir

Jalan Progo 2. Di samping Studio Jonas  utama, ada Byron, jalan Progo 2. Dulu ini kediamannya teman sekolah kami di SD St Angela, kami memanggilnya Holly.


Jalan Progo 4. Sebelumnya ada rumah tua, milik teman main penulis, namanya Irwati, dulu anak SD Taruna Bakti, Ayahnya Bapak Darsono , yang AURI sekaligus juga ibunya adalah Ibu RT. Jika Wati berulang tahun, kami sering diundang pesta kebun, dan ayahnya memutarkan film di pekarangan rumahnya yang luas. Ada kolam ikan, ada aneka tanaman. Rumah asrinya  bikin betah , apalagi ikan koki  cantik  di kolam rumahnya  yang  asri dan luas. Rumah itu dijual, mereka pindah ke Cipaku Indah kalau tidak salah , kini sudah berubah menjadi sekolah SD Yahya. Belakangan ketemu Irwati lewat FB, sudah menikah dengan warga Malaysia dan tinggal di sana.

Jalan Progo 6. Ada juga sebuah bangunan favorit penulis. Karena besar sekali dan dijadikan wisma, atau sering disebut Winahjo Wisma.Kalau pulang sekolah penulis suka memerhatikan ada plang besar bertulis Keluarga berencana dengan gambar 2 anak dengan orang tuanya. Lalu rumah tersebut  berpindah tangan, ke Bapak Mas Alan, menjadi rumah kos. Dan akhirnya dijual lagi , berubah menjadi Hotel Progo setelah digabungkan dengan rumah Jefri, anak yang seusia dengan kakak penulis.

Jalan Progo 10. Masih di jajaran seberang jalan rumah kami, tahun 1970an rumah Jendral Wing Wiryawan saat itu juga termasuk sangat megah. Seingat penulis, dulu ada anjing herder yang suka diajak jalan, dan seorang anak lelaki kecil tahun 1980an suka bermain. Yang penulis tahu, beliau adalah putranya Mbak Vita, putri Pak Wing yang sangat cantik. Mbak Vita adalah kakaknya Ivan (teman kakak penulis di FT ITB). Dan sekarang, si kecil itu populer sebagai bintang sinetron dengan nama Wingky Wiryawan.

Jalan Progo 12. Barisan rumah megah di hadapan rumah kami, Progo sebelah selatan yang menghadap ke utara, adalah rumah tua peninggalan Belanda. Salah satu yang sekarang sudah berupa wajah, adalah rumah Ibu Bpk Rd Mulkan di Progo 12, yang sudah dijual. Dulu cucu almarhum adalah teman main adik penulis, namanya Uli, dan ibunya Yayuk (menantu almarhum). Uli atau Pak Mirandi, sekarang bekerja di PLN ,mendirikan grup WA Kita Kecil di Progo .

Jalan Progo 9 .Kantor Studio Photo Jonas. Dulunya tahun 1968 adalah rumah dinas UNPAD yang cukup luas pekarangannya. Ayah  usai studi di Belanda datang bersama seorang ekspatriat dari dunia pendidikan, Matress. Untuk bersama membangun jurusan dan membuat lab Fisika murni UNPAD yang berkualitas. Kami , kakak beradik ,  sering bermain di rumah tersebut bersama anak-anak mereka  Miriam dan March. Dijamu makan siang dan es krim buatan ibu mereka. Dan menyaksikan koleksi tanaman cantik. Main ayunan bareng.

Tahun 1968, jalan Progo 9, kediaman Mattress, kami bermain bareng Mirriam  . Koleksi pribadi masrierie kompasiana
Tahun 1968, jalan Progo 9, kediaman Mattress, kami bermain bareng Mirriam  . Koleksi pribadi masrierie kompasiana

Tahun 1968, jalan Progo 9, kediaman Mattress, makan es krim bareng buatan nyonya rumah  . Koleksi pribadi masrierie kompasiana
Tahun 1968, jalan Progo 9, kediaman Mattress, makan es krim bareng buatan nyonya rumah  . Koleksi pribadi masrierie kompasiana


Lalu ketika mereka pulang ke Belanda, rumah menjadi Kantor Lembaga Bantuan Hukum Unpad. Selanjutnya rumah tersebut dihuni oleh keluarga Bapak Syahran Basah, yang pindah dari Progo 17 . Pindah  karena putra sulungnya Busye wafat, dan trauma tinggal di rumah nomor 17. Maka kantor LBH pun pindah ke nomor 17, bertukar dengan keluarga Pak Syahran di nomor 7. Rumah ini dijual kepada pemilik Jonas Photo.

Studio Photo Jonas sendiri  dulu milik seorang kakek-kakek yang pindah ke jalan Cimanuk dan sempat membuka kursus Bahasa Inggris.

Jalan Progo 11. Rumah tinggal keluarga pemilik Studio Photo Jonas di jalan Progo 11. Dulunya jalan Progo 11, kediaman Pak Rasyid dosen Pertanian UNPAD, putranya teman main badminton dan kucing-kucingan kami dan adik di masa kecil, yakni Dadong (dosen UNPAD)  dan Ade (Meijana Irawan), juga sudah pindah alias dijual rumahnya. Rumahnya juga suka jadi tempat main kelereng, adu gambar, atau bikin tenda dan main kucing kucingan dan ucing sumput. Dadong ini jago badminton.

Aku unggah ya di Youtube  videonya, meski kurang jelas gambarnya. Kata orang Sunda, kalau ingat masa lalu sering Wa as

Jalan Progo 15. Sejiwa Coffee. Di samping rumah penulis dulu ada kediaman Pak Yunus. Putrinya teman main masa kecil yang sekarang sudah jadi dokter anak, namanya Dedet Hidayati.  Putri alm Prof Achmad Yunus yang pensiunan guru besar dan dekan / PR di UNPAD . Ketemu Dedet di zoom Dharma Wanita saat Dedet menjadi ibu Penasehat DWP Kementerian Kesehatan . Dulu ada juga kakak lelakinya, Taufik alias Opik , kadang suka dipanggil Fike. Yang aku ingat, Opik ini dulu lumayan suka  usil kalau anak Perempuan sedang asyik main , seperti suka lempar lempar dan main sumpit-sumpitan.

Di depan rumahnya ada pohon cemara, yang sempat entah berapa kali ya, setiap malam minggu dipakai berkemah , anak-anak  Progo  tidur dalam tenda. Mainan anak-anak pada masa itu memang bikin sehat lahir batin. Main sepeda, layangan , ucing sumput, badminton, bertenda.....

Rumah nomor 15 itu  sempat berpindah tangan menjadi milik Pak Rio , yang putra putrinya, Teh Dini, Ita, Tavadi dan lainnya. Sekarang sudah  menjadi Sejiwa Coffee.

Jalan Progo 29. Nique's Bakery & Patisserie (sekarang sudah tutup).Dulu ini rumah kediamannya Rika Dinaryanti, putri pak Aat  (Pak RE Suriaatmadja) profesor  guru besar biologi ITB, sekarang  celebgram  resto, kuliner dan caf . Sepulang dari Malaysia juga tinggal di jalan Progo. Rumahnya sekarang teman main seperti Rika, dan adik lelakinya Agus. Ketika masih kecil Rika dan penulis sama-sama di malaysia namun beda kota. Dan saat di Malaysia, Rika adi bintang iklan Lifebouy. Tahun 1970an, ada iklan sabun tersebut yang menggambarkan anak sedang mandi dan membuat balon dengan riang gembira. Kami suka main sepeda bareng di hari libur tahun 1975 an.  

Jalan Progo 31.Di sebelah rumah Rika ada juga putri pak Ivers, panggilan akrabnya, atau Pak  Darmawan Djonoputro. Teman baik ayah . Sama-sama alumni Fisika MUrni ITB, dan sama-sama pernah di Malaysia. Pak Darmawan dosen ITB, dan istrinya Lien Darmawan teman kuliah ayah juga, mengajar di UNPAD. Sementara  Nike (Monika Raharti) yang aktif sebagai direktur Center for Young Scientists , Henny, Stani (pernah menjadi selebriti / model/ atlet/ bekerja di Garuda Indonesia  dan pendiri SBM ITB), Pauline, nama putri mereka, dan putra mereka Aa (Bernadus Djonoputro, pakar perencana perkotaan), Riko dan Iyan.

Jalan Progo 37. Masih teman main lainnya. Ada Afifah putri dosen mesin ITB Pak Sulaeman ( guru besar dan Profesor  jurusan mesin ITB), ada juga Anita putri dosen ITB Pak Hadi. Rumahnya berlokasi di ujung barat , sebelah Giggle Box. Afifah ini dulu bareng Anita juga sama-sama sekolah di TK Citarum, Afifah  punya kakak dokter Shabah (dosen kedokteran ), Temmy, Fauzi (dosen ITB), juga adik bernama Chitra. 

Jalan Progo 19. Revitalift .  Dulu ini rumahnya Pak R Hidayat (mantan walikota Bandung). Keluarga kami sangat akrab dengan keluarga ini. Tante Dani  dan Tante Yanti sering main di rumah kami. Kami juga suka main ke rumah mereka. Hanya agak takut, sebab ada si Gogo, anjing coklat yang lucu , tapi kadang suka galak juga.

 Ketika kecil, cucu Pak R Hidayat suka seru banget kalau main bareng, mereka adalah Tatan, Tia dan Mimin. Konon Tatan sekarang kerja di BI. Dan ada juga Yani,yang imut dan lucu,  putri tante Dani (istri dokter Zul Dahlan, spesialis penyakit dalam, guru besar paru-paru UNPAD Bandung). Tatan jagoan badminton juga  , jadi kalau lawan Tatan  bisa kalah. Waktu itu musim Badminton All England, Rudi Hartono jadi idola, termasuk Hastomo Arbi. 

Ibu ku saat itu jualan es mambo, yang disebar ke sekolah-sekolah. Makanya dan kalau anak-anak kecil datang, banyak yang memang niatnya main sembari jajan es. Tapi sering  juga ada yang sengaja kami bagikan es kacang ijo buatan kami. Mereka suka.

Jalan Progo 21. Cerita lain, ketika duduk di SD, pernah bertegur sapa sesekali  dengan Dewi Andriani, putri bupati Bandung R. Lili Sumantri. Hanya saja, Dewi yang cantik itu jarang sekali berada di jalan Progo. Lebih banyak tinggal di Pendopo (Alun-alun) Bandung. Ada kakaknya Irman, dan adiknya yang dulu kala itu baru lahir , alias masih bayi Fitria.

Jalan Progo 13. Di samping rumah kami  ada rumah Pak Jauhari, rumah tanpa pagar. Jadi kalau mau main ucing sumput , rumah beliau sering jadi tempat sembunyi. Tempat main , sesekali kalau mau main masak-masakan  kami suka mengumpulkan bunga-bunga kana dari halaman rumah itu.

Masa berganti, Pak Jauhari dan istrinya wafat, rumah tersebut menjadi milik Pak Karyono,  dosen Biologi UNPAD, sampai sekarang. Masih rumah tinggal.

Jalan Progo 13 A. Di sampingnya lagi, garasi atau pavilyun (13A) dulunya kediaman  Pak Sumirat, putra putrinya Woody, Yanti, Wicak dan Wiwin. Nantinya berpindah kepemilikian ke Pak Oman, putra putrinya Ratih, Isni (dosen UNPAD) , Waya  dan Adi, teman main adik bungsuku.

Jalan Progo 2. Di samping Studio Jonas  utama, ada Byron, jalan Progo 2. Dulu iini kediamannya teman sekolah kami di SD St Angela, kami memanggilnya Holly.

 Dan itu adalah masa kecil yang tinggal kenangan. Tetapi selalu manis buat dicatat dalam ingatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun