Ketika lebaran tiba, suasananya mirip juga dengan di Bandung. Ada ketupat dan kari. Kue kering dan cake juga tersaji di setiap rumah. Uniknya , ada tradisi anak-anak kecil berkeliling dari rumah ke rumah, seingatku itu pada lebaran hari ke  2.
Jangan bayangkan kota Johor Baharu seperti sekarang. Dulu belum semaju kini. Jadi, saat itu saya diajak oleh Ami , Kadi dan lainnya untuk silaturahmi dari rumah ke rumah. Sempat cemas juga ketika melewati jalan setapak hutan kecil di belakang rumah Ami.
Melewati jalan jalan senyap, yang di tepinya ada rawa-rawa . rumah-rumah panggung dari kayu , menyerupai suasana pedesaan di Sumatera. Tuan rumahnya semua ramah, menyuguhkan kami sirop dan kue-kue. Buah-buahan seperti anggur juga disajikan.
Pada masa itu di Indonesia , buah buahan import sangat mahal dan termasuk mewah, seperti buah apel, anggur,pir. Namun di Johor terbilang murah. Juga di tahun 1970, belum ada TKI dan  TKW. Indonesia justru dikenal karena jasa para dosen yang didatangkan dari Indonesia untuk mengajar dan meningkatkan kualitas pendidikan di banyak Sekolah Menengah Atas dan perguruan tingginya.
Maka ketika bersilaturahmi dari  rumah ke rumah, mereka sangat menghargai keberadaan WNI ,apalagi sebagai guru. Cik Gu, itu panggilan kehormatan para guru di sana. Kesejahteraan guru sangat diperhatikan.
Kami anak-anak kecil dari jalan Larkin  ,berpapasan dengan rombongan anak-anak kecil lainnya. Lucunya anak-anak ini tidak didampingi orang dewasa.
Berasa sedang berpetualangan seru menjelajah kota Johor. Pulang pulang ibu kaget dan tertawa. Malahan Tante May , saudara ibu yang ikut ke johor sampai terpingkal-pingkal. Pasalnya tas kecil yang kubawa penuh uang logam. Dari setiap  rumah kami mendapat uang logam. Di Bandung tak ada tradisi begini, jadi saya pulang sambil keheranan, menunjukkan tas mungil penuh uang logam. Bingung maksudnya apa, kenapa harus dikasih uang saat bertamu, itu pertanyaan yang saya ajukan saat pulang ke rumah.
Tradisi tersebut kini sudah berubah tentunya. Kenangan lebih dari setengah abad silam. Selalu terkenang juga kota Johor tempat pertama saya belajar berpuasa, ngabuburit bersama anak anak tetangga. Pertama kali juga saya belajar mengaji, dan mengenal sekolah dasar di Sekolah Larkin 2. Terkenang hari Minggu tetap sekolah, dan libur setiap Jumat  Sabtu. Naik bis jemputan sekolah, membawa tas sekolah berbentuk kopor mini. Juga membawa papan tulis mini , kapur dan peghapus papan setiap hari.