Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Flexing, Penyakit Sosial atau Berkah?

17 Maret 2022   16:26 Diperbarui: 18 Maret 2022   18:19 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggapan untuk Tessa Marlina.

Menarik sekali apa yang ditulis oleh Tessa Marlina. Tentang Crazy Rich, hedonisme dan flexing,  "Crazy Rich itu Kaya atau Di-kaya-kan?"

Ijin sekedar menimpali, karena rasa keprihatinan. Flexing, tema menarik yang sedang mengemuka. Fenomena ini dianggap biasa dan lumrah-lumrah saja. Dianggap wajar sebagai bagian gaya hidup. Pembahasannya sangat menarik dan sistematis oleh Rheinald Kasali. (Simak diYou Tube)

Jujur, dunia sekarang  adalah dunianya generasi millenial dan generasi Z. Mereka adalah  generasinya anak-anak saya.

Sebagai orang tua, ketika anak-anak masih kecil. Puluhan tahun silam. Flexing ini sudah mewabah di kalangan ibu-ibu pengantar anak ke sekolah. 

Ada ibu yang mementingkan penampilan, membeli tas, baju, sepatu branded. Tapi caranya membeli dengan menyicil . Dan penjual yang NB adalah ibu dari siswa juga , percaya-percaya saja. Sampai pada cicilan selanjutnya ibu tersebut tak pernah muncul. Hilang bagai ditelan bumi. Diam-diam anaknya sudah pindah sekolah ke luar kota.

Dulu, medsos belum secanggih sekarang. Internetpun langka. Jadilah  ibu penjual tersebut  merugi. Ketika mendatangi alamat rumahpun, ternyata rumahnya dulu mengontrak, pemilik rumah tak memiliki informasi pindahnya  ke mana.

Ada juga kisah ibu muda yang cantik. Wajahnya bukan type downgrade. Herannya kenapa sering meminjam uang tapi  tak pernah bayar. Tapi soal baju, gaya hidup, tas, sepatu, semua yang mahal dan berkelas. Bergaul di antara ibu-ibu  sosialita. Ternyata rumahnya di kawasan kumuh. Tidak bersuami. Dan rumah itupun mengontrak.

Ada cerita teman dekat saya. Pengalaman pahit ketika  seorang tetangga datang  ke rumah. Tinggal di perumahan yang  kelas menengah ke bawah, teman dekat saya juga bukan orang berada. Hidupnya juga pas pasan. Tapi ketika didatangi tetangga yang  memelas tak punya uang untuk beli beras. Ia memilih memberikan uang, bukan meminjamkan.

"Aku masih bisa beli tahu untuk makan. Uang yang lain untuk ongkos transpor anak naik angkot ke sekolah, tapi tetanggaku ini.... Beras saja tak punya....". Maka menu tahu  goreng, tahu  semur, tahu pepes jadi andalan sepekan. Uangnya untuk bersedekah bagi ibu tetangga. Begitu penuturan temanku.

"Tapi entah kenapa, warung di dekat rumah tutup esoknya. Jadi  karena kehabisan bawang, aku berjalan ke warung yang lumayan jauh dari rumah. Dan tetanggaku itu, berpapasan denganku. Wajahnya terkejut. Ia baru saja membayar belanjaan untuk masak, ada baso sapi, ayam , sosis, dan entah apa lagi. Sementara aku hanya membeli bawang merah. Karena di rumah persediaan tahu sangat banyak di kulkas. Uang belanjaku untuk menolong dia....,beli beras" temanku dengan mata berkaca-kaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun