KENANGAN RUMAH PERTAMAÂ
Memiliki rumah pertama , di kompleks perumahan nun jauh di pinggiran kota. Puluhan tahun silam. Bagi kami sesuatu banget. Dulu , beli rumah dengan KPR BTN memang luas kavlingnya rerata 100m2.  Bayangkan,  baru pertama punya rumah sendiri , bangga . Tak peduli itu rumah subsidi, kata orang terpencil  dikelilingi sawah. Justru di situlah pesonanya, kami suka dengan sawah, kolam-kolam  ikan, bebek-bebek yang suka berbaris di jalan. Kebun sayuran dan lahan-lahan kosong .
Tahun ini anak saya baru mendapat KPR untuk rumahnya, rerata hanya 60 m2 lahannya. Semakin lama semakin mungil saja ukuran rumah KPR BTN. Namun karena rumah komersil dan tidak bersubsidi, bentuknya lebih cantik dan siap huni.
Puluhan tahun silam, rumah subsidi  kami harus diperbaiki dulu sana sini. Lubang septiktank harus diperdalam dan dibeton oleh kami sendiri. Pompa tangan airnya tidak jalan. Tanpa pagar pembatas di halaman. Tetangga saya suka-suka sendiri membuat pagar pembatas  menggunakan bambu.
Pak suami membuat sorondoi  (atap terpal tambahan) sendiri di belakang rumah, membeli kerai bambu. Menyusun sisa tabung beton dari kantor untuk jadi dudukan kompor  di  teras belakang rumah. Maka setiap pagi kompor minyak tanah mejeng di atasnya. Malam hari masuk rumah kembali. Juga saat hujan deras, kompor diangkut masuk.
JOB ARSITEKTUR SAMPINGAN, PERENCANAAN, DAN ATAP JULANG NGAPAK
Di tahun ke 2 kepindahan kami, pak suami  (Arief Sabaruddin) mendapat job (di luar jam kantor). Yang pekerjaannya digarap  pada malam hari (menggambar desain arsitektur) , Sabtu Minggu  turun ke lapangan.
Mendapat job tersebut  dari temannya, untuk menggarap beberapa proyek perencanaan. Ada beberapa titik, ampiteater, cottage, hotel, villa dan  masjid. Tata letak dan site plan diatur dengan pertimbangan yang komprehensif, dari segala aspek.Â