Teringat di belahan kota lainnya nun di sana, para pemulung  yang kurus dan lapar. Mengais-ngais sampah, mengumpulkan nasi basi. Lalu mengolahnya kembali. Perih rasanya. Mereka yang memutar otak demi hidup hemat, dan harus menahan diri untuk menyantap makanan yang tak tergapai oleh  kocek mereka.
Bahkan , bukan hanya manusia. Kucing-kucing jalanan juga yang rutin mengaduk aduk tempat sampah demi menyambung hidup. Belum lagi tuna wisma yang menahan lapar dan dingin , baru bisa terlelap menumpang tidur  di emperan toko menunggu larut malam.
Saya masih membereskan piring-piring  kotor ini. Tak mengapa,  bersibuk ria,  bukankah jadi pahala ya  ketika saya rela berjibaku di dapur , dan membenahi piring seusai jamuan makan,  saya membuat orang-orang bisa berleha-leha, leyeh-leyeh sambil melepas kangen? Mau makan tinggal ambil, piringnya ada yang kebagian cuci piring,
Di teras depan sana, terdengar senda gurau tawa , maklum, lebaran jadi reuni keluarga. Semua sudut rumah orang tua  saya jadi tempat kongkow, rasa kangen bercampur dengan kekepoan kabar cerita setelah setahun tak jumpa.
Sebentar sebentar , ini cerita ketemuan lebaran sebelum pandemi. Lebih dari 20 tahun selalu begini. Rumah bisa dipenuhi 100 orang, maklum, yang datang  adik-adik orang tua , bersama anak ,mantu dan cucu. Belum lagi kerabat yang lain. Dan saat-saat lebaran seperti ini, sudah lazim  tidak ada asisten rumah tangga. Jadi , saya  harus siap berjibaku di dapur.
Kenapa? Karena  saya perempuan , entah tradisi sejak kapan, kalau perempuan bertugas sebagai bidang  konsumsi. Yang lelaki bidang  transportasi dan bersih-bersih rumah.
Nah kembali tentang piring-piring kotor yang membuat saya trenyuh. Biasanya ini anak-anak kecil yang suka menyisakan makanan. Kalau sudah begini, selayaknya , orangtuanya mengambilkan makanan secukupnya saja buat sang anak. Saya pribadi, selalu mendidik anak untuk menghabiskan makanan di piring sampai bersih. Kalau bakalan tidak habis, ya ambil sedikit saja.
Tapi maaf, ternyata, sama seperti yang saya saksikan di jamuan resepsi pernikahan, ternyata banyak sosok  dewasa menyisakan makanan di piring. Saya terkaget-kaget menyaksikan sosok dewasa yang mengambil ketupat, lauk pauk  sangat banyak. Sampai piringnya super penuh. Dan hanya memakannya 5 suap saja,karena katanya kurangselera. Astaga, dimana juga kedewasaan jiwanya ya?
Onggokan sisa makanan dalam piring kotor , jelas menambah  beban kerja. Caranya, sambil bebenah piring, bawa  baskom kecil , untuk menampung semua onggokan sampah di piring-piring. Baru menumpuk piring-piringnya supaya mudah diangkut ke dapur.
Untungnya  di antara piring-piring tersebut,  ada yang licin tandas. Alhamdulillah, terimakasih ya. Yang piring makannya bersih begini tanpa sisa, mempercepat tugas saya. Mengurangi  tenaga yang keluar. Saya doakan semoga rejekinya makin  lancar dan semua pekerjaannya dimudahkan, karena sudah mempermudah orang lain.