Makanan mereka, ulat, cacing , dan ikan impun atau serangga. Di balik tembok benteng belakang rumah, ada selokan yang lumayan besar dan dalam. Di sanalah mereka berenang-renang dengan suara ramai seperti  suara bebek saja,  setiap pagi , siang dan petang.  Jelang magrib mereka kembali ke sarang.
Burung yang semakin langka  karena habisnya areal persawahan ini juga sering dijual di restoran. Kata teman saya, dagingnya enak. Saran teman saya, tangkap saja, goreng.
Burung ruak-ruak termasuk jenis burung rawa/sawah yang lumayan 'bawel'. Rajin berbunyi, meski suaranya tidak merdu. Suara mereka gampang terdengar jika terpancing,  jika ada suara keras. Baik itu suara  knalpot motor yang digerungkan, atau suara sirine mobil. Sering tetangga belakang rumah, menyalakan musik dengan pengeras suara, maka burung  tersebut ikut menyahut..
Perilaku burung ruak-ruak ini bikin kami jatuh sayang. Ada sepasang yang sejak salam tinggal dan pulang ke rumpun bambu.
Pernah beberapa kali bayinya yang lucu dan berwarna hitam terjatuh dari sarang. Suatu kali ada bayinya yang cacat. Ternyata kakinya melipat ke dalam, jadi bayi yang satu ini tidak bisa jalan dan terbang. Apalagi berenang.
Ternyata burung ini bergantian menunggui bayinya di kardus yang saya siapkan, dan yang baru datang  selalu membawa makanan, lalu tadinya mengeloni dan menghangatkan bayinya dengan sayap. Yang satunya mengasuh bayi lainnya yang jatuh ke selokan belakang rumah.
Mereka datang tidak  diundang sejak tahun 2013 an. Bersarang di rumpun bambu. Tepatnya sejak persawahan di area belakang kompleks ditimbun . Rupanya sebagian menyeberang ke lahan lahan kosong samping rumah.
 "Jadi mereka itu  burung liar ya mbak, pagi pergi mencari makan, berenang-renang di selokan, lalu magrib pada pulang?" teman saya bertanya.
 "Tidak selalu pergi pagi pulang petang, siang hari juga mereka bergantian mengerami telurnya. Sesekali saya suka melempar biji beras ,tahu mentah , atau buah pepaya ke halaman. Kasihan pasti  susah cari makan.