Alam di Balik Kabut
Sebagai warga Bandung , biasanya saya memilih diam di rumah di akhir pekan atau  look weekend . Kecuali ada kepentingan mendesak, atau semisal mengantar anak dan menghadiri  undangan.
Namun jelang tutup tahun 2017 ini ada  kerabat yang  mengajak jumpa di 'tengah-tengah'.  Maksudnya  dekat dari Jakarta, Subang  dan juga Bandung. Pilihannya Orchid Forest Cikole.
Lengkap dengan tempat nongkrong sambil menikmati seruputan minuman hangat, cemilan, makan, dan irama musik. Atau menyusuri pedestrian. Itu cerita sepupu saya yang pernah ke sana. Jadinya,  bersama keluarga saya tergoda untuk menghirup kesegaran hutan sekaligus taman. Jujur saja, soal wisata, saya  penyuka taman-taman bertabur warna bunga.
Betapapun kami harus menerobos lautan mobil motor meraja lela di jalanan. Dan kemacetan yang sudah bisa diprediksi.
Pagi Bersahabat, Jalan Menuju Orchid Forest Cikole
Pagi hari , Minggu 31 Januari , Â Bandung digembur oleh ribuan kendaraan berpelat luar Bandung. Terbanyak mobil dengan pelat B, menyusul pelat F, E, Z, Ab , BE, BG ...... dan banyak lagi.
Jalur pilihan kami adalah menyusuri Jalan Setiabudi lalu berbelok ke Jalan Sersan Bajuri seberang Terminal Ledeng. Lumayan pagi masih sepi, saat paling nyaman menempuh jarak menuju Lembang. Melewati Kampung Gajah, Perumahan Graha Puspa (ternyata ada Pasar Kaget ya), tembus menuju  Lembang. Meski sedikit berdebar debar, karena di kawasan Cisarua Lembang ada  titik-titik rawan longsor. Yup, ternyata di jalan menanjak ini  ada sedikit kemacetan. Saat mencapai Lembang tidak terlalu macet.Â
Muncul-muncul di Lembang, tampak Grand Hotel Lembang, melaju ke utara melewati Pasar Lembang dan pusat keramaian. Belok ke kanan lalu ketemu perempatan  . Kalau lurus ke Maribaya ke kanak  arah ke Bandung dan Floating Market. Kami pilih ke kiri, jalan Raya Tangkuban Perahu.
Melewati Jalan Raya Tangkuban Perahu  , di kiri jalanan kami melewati Panorama Panghegar , sebelah kanan ada Grand Paradise.  Mobil melaju, di sebelah kanan tampak gerbang Rumah Makan Mang Engking,  terus ke utara, hingga menjumpai asrama Brimob Cikole maupun di sebelah kiri melewati kawasan kuliner seperti Sindang Reret. Lewat juga Taman Grafika.
Sampai juga kami di kawasan  yang dulu dikenal sebagai Bumi Perkemahan Cikole, yang kini sudah  berubah menjadi Tree Top Adventure. Yang posisinya di kanan jalan.
Nah Orchid Forest itu ternyata di seberangnya. Jadi kami tinggal belok ke kiri. Ada pelang besar , bertulis Orchid Forest, mobil yang kami tumpangi  melewati jajaran cottage kayu yang cantik , Cottage Jayagiri.  Masih harus menempuh jalan menanjak yang kiri kanannya hutan pinus.
Seni di Hutan
Artistik, kekinian dan segaaar. Itu kesan pertama kami. Usai memarkirkan kendaraan di bawah kokohnya barisan pinus , dan melewati warung-warung  non permanen yang menjajakan makanan serta kriya untuk oleh-oleh.
Sesekali tampak mobil yang biasa  digunakan di Lapangan Golf, mengangkut  pengunjung yang tidak kuat berjalan. Btw kami  justru menikmati jalan kaki di  keindahan dan bersihnya udara ini. Sejuk pagi  sejuta  warna. Sepuasnya menghirup hawa bersih di ketinggian  dataran Cikole ini.
Seni lain yang saya suka , adalah Rumah-rumah Kelinci . Ada Hutan Kelinci yang dibatasi kandang agar kelinci tidak kabur.  Bentuk rumah kelinci yang warna warni  memanjakan mata. Belum lagi kebebasan pengunjung untuk memeluk dan mengelus kelinci, memberi makan wortel . Kelincinya bersih dan lucu-lucu.
Kembali kami menyusuri  suasana indah ini. Di depan, ada  Teater terbuka , barisan bangku kayu  alami, didesain dengan tata letak cerdas. Duduk di sana  seraya menikmati pentas musik  yang berada di panggung  beratap di depannya.  Dengan hamparan taman yang rapih bersih asri.
Layaknya  kelebihan kawasan dengan pohon-pohon raksasa,  pengunjung disiapkan  fasilitas dan berbagai permainan untuk mengasah keterampilan motorik. Wood Bridge, Flying Fox, High Rope, siap menguji adrenalin.Â
Kontan para keponakan langsung  berebut untuk mencoba  semua fasilitas yang menarik ini. Tidak perlu bayar tiket lagi. Bonus tutup tahun.
Dapur Pinus,  setelah lapar kami memesan Mie Tektek rebus dan Teh Panas serta Tempe Mendoan yang gurih hangat. Mie Tektek dengan irisan cabai rawit dan , daun bawang , telur orak arik sangat  yummy rasanya.
Akhirnya kami jadi reunian keluarga besar, meski tidak semua bisa hadir. Di 450 o C Pizza kami menikmati hujan senjakala di hutan. Di penghujung tahun 2017.
Sayangnya saya dan keluarga tidak bisa menunggu sampai tengah malam,  dan mohon ijin pulang duluan. Enggan dengan kamacetan yang bakalan semakin padat,  kamipun  kembali ke Bandung melewati jalur Kampung Gajah. Sejenak makan malam di seberang Kampung Gajah, Saung Pengkolan  yang terkenal dengan Sate Kelincinya.
Baru melanjutkan  perjalanan pulang, menerobos  spot-spot keramaian .  Selamat tinggal 2017, dan selamat datang 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H