Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tempo Dulu di Bandung (7), Kenangan Manis , Angkatan Pertama, Penghuni Asrama Putri ITB Gelapnyawang

13 Agustus 2015   14:47 Diperbarui: 23 April 2024   07:08 2066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berfoto ria, mejeng di halaman Asrama Sawunggaling, tampak mahasiswi ITB tahun 1950an, Bunda Nur, Bunda Saraswati Soehardjo, dan lainnya. Sebelum pindah ke srama Putri Gelapnyawang. Selanjutnya berubah menjadi asrama Putra ITB. Sekarang Hotel Bumi Sawunggaling, jalan Sawunggalng Bandung.

Kakak penulis, Zahra  Betayanti, alumni FT ITB  82, punya karib  sekolah bernama Dewi Andriana Ratih yang pernah menjadi atlet senam . Ibunda nya bernama Tari. Juga aluni asrama putri.

Idris Sardi (alm), Gesekan Biola Cinta

Idris Sardi, musisi dan komposer besar ini sering dijuluki biola maut. Saya lebih suka menyebutnya Biola Cinta. Karena  getaran  gesek snarnya lebih melantunkan  pesona cinta dan kasih sayang.

Kala itu Idris Sardi masih bujangan. Ia berteman dengan mahasiswi biologi  penghuni asrama putri, namanya Bunda Ati. 

Kehadirannya sangat menghibur penghuni asrama. Karena  jemarinya bermain  menghanyutkan di atas tutus tuuts piano. Berdentingan  dan menggema di  bangunan tua  berarsitektur antik ala  Belanda itu.

Saat bersantai di sela-sela kuliah, dan jauh dari orang tua, mereka  kerap bernyanyi bersama dengan iringan permainan musik Sang Maestro, yang  notabene belum terkenal saat itu.

Jangan bayangkan  ada televisi, gadget, HP, iapalagi internet pada masa itu.

Hiburan sepertti radio saja sudah mewah dan hanya dimiliki kalangan kelas atas saja. Itupun langka. Apalagi televisi.  Yang siaran radionya juga  hanya RRI saja. Kalaupun ada musik, pakai Piringan Hitam, juga hanya dimiliki kalangan sangat terbatas.

Karenanya mereka yang main musik dianggap sebagai penghibur  pereda kangen keluarga dan kampung halaman.

Belajar dan Belajar

Bunda  Nana Terangna Ginting, yang pernah menjadi Kapus Puskim pensiunan Puslitbang Sumber Daya Air, Balitbang Kementerian PU (sekarang PUPR), punya cerita indah lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun