Pentas pagelaran seni terus berlanjut. Karena lapar, penulis memilih mengunjungi  koridor dimana aroma masakan terhirup.
Sepanjang koridor  berbaris meja dengan aneka jenis  nasi liwet , dengan sambal, ikan dan ayam , tempe, lalaban…  membuat kami lapar. Ternyata ada lomba nasi liwet.  Penampilan mengundang selera, aromanya  membuat makin lapar saja.
Pembawa acara mengumumkan, pengunjung  boleh makan gratis. Tentu saja  pengunjung bergembira, serasa dimanjakan saja.  Aduh, serunya acara siang ini. Sudahlah  bisa menonton gratis berbagai pementasan , dijamu  santap siang spesial khas Sunda pula.
Â
Keriaan di setiap kecamatan masing-masing, Â setidaknya mampu membagi kegembiraan warga atas berlangsungnya HUT KAA. Tanpa harus datang ke kota. Pasalnya , di tempat puncak pelaksanaan HUT KAA, banyak kawasan yang disteril.
Â
Bukankah kita bisa menyimak acaranya lewat layar televisi. Jadi,  nikmati saja pesta Rakyat. Ternyata kesenian bangsa kita itu kaya dan  banyak ragamnya ya.
Â
Â
Memahami Semangat Negara Asia Afrika.
Tak kenal , maka tak sayang. Dulu  peristiwa demi peristiwa yang bermuara di KAA ini  sangat lekoh di  anak-anak SD yang belajar sejarah.  Ketika guru sejarah tahun 1970an bercerita tentang perjuangan bangsa ini,  penulis suka  terharu. Mungkin guru SD saya begitu pandai menuturkan sejarah. Sehingga  tidak seperti sedang sekolah, tapi serasa sedang menonton  film saja.
Guru SD saya  tersebut mengungkapkan  kisah-kisah  tragedi bangsa terjajah.
Sekedar mengingatkan , Indonesia memiliki keragaman nilai luhur seni budaya yang kaya filosofi, dalam , sarat kariefan lokal. Nilai-nilai kekeluargaan, budaya toleransi tinggi, adalah warisan  indah leluhur. Kebhinnekaan yang tetap tunggal ika , adalah  akar sebuah kekuatan untuk  bangsa kita  maju  dalam sejahtera dan kemakmuran. Perjuangan, jerih payah, bekerja  serius, dan berkesenian dengan  nurani bening. Saling menghargai, saling menerima, saling memaklumi, dan menjalin ikatan  yang lebih  kompleks , sebuah bangsa besar.
Â
Warga masyarakat dari berbagai kelurahan menyatu dalam sebuah kecamatan. Ibarat Negara-negara Asia Afrika yang  mampu menjalin  satu kekuatan  berangkat dari semangat juang yang tinggi.
Kilas balik ke tahun 1955.  Pada masa itu  kolonialisme oleh blok barat  terhadap negara-negara Asia Afrika  membuat banyak bangsa terpuruk dibelenggu penjajahan. Beranjak dari  persamaan nasib, tumbuh semangat juang yang satu.
Gelora semangat Bung Karno dan Nelson Mandela (Afrika Selatan) ,  disokong gagasan  gemilang PM Ali Sastro Amijoyo (Indonesia), Muhammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Ceylon, sekarang Srilanka), Pandit Jawaharlal Nehru (India) , U nu (Birma, sekarang Myanmar). Mereka mengagas  Konferensi Asia Afrika.
Â
Sebuah ajang pertemuan yang menggemparkan dunia. Â Mungkin juga menggentarkan negara-negara imperialis. Agenda melawan kolonialisme, dengan menjalin kerjasama ekonomi dan kebudayaan. Â Hingga sepakatlah tercetus DASASILA Â BANDUNG.
Â
Ternyata  mengasyikkan juga menelaah sejarah dan kisah-kisah heroik, proses terjadinya Konferensi Asia Afrika yang melibatkan 29 negara tersebut.  Mungkin , bagi  generasi masa kini, melankolisnya  pahit getir perjuangan pahlawan kemerdekaan,  tidak sedalam  generasi sebelumnya. Utamanya mereka yang pernah hidup di masa penjajahan dan peperangan. Namun jika kita merenungi  dinamika perjuangan  para pendahulu negeri kita ,bikin merinding. Terharu, dan menggugah semangat kembali.
Â
Di tahun 1950an hingga  1970an  lagu-lagu kebangsaan dan perjuangan,  rasanya  begitu  menyentuh. Kesenian rakyat  mewarnai  hari-hari bangsa kita. Identitas bangsa masih jelas dan lekat.
Â
Hari ini  semangat yang identik dengan Gempita Peringatan Asia Afrika terwujud dalam gelar seni rakyat. Perhelatan yang  menyatukan  ribuan warga satu kecamatan. Mereka yang keseharian sibuk dan tak sempat berkomunikasi dengan tetangga, warga sekitar, tumpah ruah di kawasan ini.
Â
Â
Di seluruh pelosok Bandung, hari Jum'at 24 April 2015,  setiap kecamatan mengadakan pesta rakyat, dengan gelar seni rakyat. Kebetulan penulis hadir di perhelatan Gebyar Seni Rakyat Kecamatan Rancasari Kota Bandung. Semangat  persatuan dan kebersamaan, saling mengisi dan bahu membahu  , menuju  hari depan bangsa yang gemilang. Sejalan dengan semangat para pejuang bangsa di masa silam, dalam kumandang kebangkitan negara-negara Asia Afrika 1955.
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI