Bagi wisatawan lokal yang berkunjung ke Bandung umumnya terfokus hanya di Bandung Utara dan Bandung Tengah yang relatif bagian dari kota tua. Outlet-outlet dan wisata belanja hingga kuliner terpusat di utara dan tengah.
Ternyata di Bandung Timur yang luput dari kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara banyak sekali jajanan enaknya.Nah jalur jalan Soekarno Hatta memegang peranan penting di kawasan ini. Ada Metro Indah Mall, yang kaya jajanan istimewanya.
Ada perumahan Metro Soekarno Hatta Estate yang di dalamnya menjamur aneka kelezatan kuliner.Ada Riung Bandung yang punya juga jajanan murah, atau sepanjang jalan Soekarno Hatta dengan Amperanya, dan Ayam Goreng Suharti serta Rumah Makan Riung Panyileukan. Lantas ini cerita kakak saya yang sudah lama diam di luar negeri saat menginap di rumah kerabatnya di Bandung Timur.Â
Pagi itu sambil sekalian menikmati suasana pagi di bagian yang tergolong kata baru (istilah kakak saya) , lantaran dulunya termasuk luar kota dan persawahan. Kompleks perumahan dan segala fasilitasnya berangsur terbangun sejak 1980an. Sejak pagi buta tukang nasi kuning keliling sudah lewat. Saat hari masih gelap keluarga kerabat ini sudah sarapan. Kakak saya bilang, nikmat sekali makan nasi kuning Indonesia.
Â
Jam setengah enam pagi kakak saya ikut masuk mobil, karena seisi rumah sudah rapi, sudah mandi dan sarapan, siap untuk berangkat. Betapa terkejut kakak, karena saat duduk di mobil kerabat yang mengantar anaknya sekolah, ia melihat lautan motor yang amburadul.
Ia juga terpana menyaksikan angkot yang seserudukan jalannya. Belum lagi kemacetan mobil pribadi campur aduk dengan truk. Padahal hari masih gelap, tapi jalan sudah sangat padat.
"Jangan coba-coba berangkat jam 6 lebih, bisa terperangkap dalam macet total. Maju sih maju , tapi sangat merayap, bisa telat anak-anak sekolah...," ujar empunya rumah dan empunya mobil yang tampak cekatan menyetir.
"Kalau begitu, ibu-ibu di Bandung yang nyetir pastinya hebat dong, terbiasa dengan medan berat begini , kalau aku sudah tak sanggup, Bandung sudah berbeda dengan 26 tahun lalu.... , terakhir aku kuliah.Â
Lalu lintasnya sekarang kroudit, bikin puyeng, mana motor kacau begitu, jalan menyelonong tiba-tiba tanpa aturan, naik trotoar, zig zag segala.
Berhenti semau gue, angkotnya juga sama begitu, menurunkan dan menaikkan penumpang di tengah jalan, ngetem di setiap tikungan.... , di tengah jalan, di lampu merah....
Mobil pribadinya juga banyaaaaaaaak pisan. Wah, aku  sih nggak bakalan sanggup lagi macet-macetan begini, bisa kesemutan kaki , pikiran bisa stress....
Udah gitu , Bandung kok panasnya kayak Jakarta ya??????" Sepulangnya dari ikut mengantar anak kerabatnya , kakak saya diajak jajan dan belanja baju di Metro Indah Mall. Siangnya ikutan menjemput anak sekolah. Kali ini jantungnya berdegup lebih kencang lagi.
Di perapatan Samsat ada tukang ngamen yang masuk-masuk angkot. Rambutnya aneh-aneh, pakai anting di hidung dan bibir, gaya punk rock , matanya seperti yang sedang teller. Minta ampun , lampu merahnya lamaaaa sekali. Padahal kakak saya sudah ketakutan menyaksikan pengamen-pengamen itu. Anehnya sang kerabat kami itu biasa-biasa saja, wajah tanpa ekspresi.
Mungkin sudah kebal. Lebih sedih lagi kakak saya menyaksikan monyet yang diperbudak manusia di perempatan. Ada anak-anak kecil mengemis dengan cara mengamen, dan kaum wanita yang menerima setoran duduk-duduk tertawa di tepi perempatan jalan.
"Pengemisnya banyak banget kok?" Jantungnya juga berdegup kencang karena mobil yang disetir oleh kerabat wanita itu juga harus bersaing dengan barisan mobil container, truk tronton yang besar-besar. Mirip jalur antar kota, atau rada mirip jalur pantura.
Padahal di jalan ini banyak kaum wanita yang menyetir dan mengantar jemput anak, banyak mobil jemputan sekolah, banyak anak sekolah SMA naik motor. Dan anak SMP juga ada.
[caption id="attachment_282897" align="aligncenter" width="150" caption="macet di lampu merah, di antara truk-truk besar"]
"Lhooooo? Seragam SMP? naik motor, memangnya sudah punya SIM? Lhoooo? Anak SMA kelas 1 sudah pada nyetir mobil, memang sudah punya SIM?" kakak saya semakin bingung.
Di sepanjang jalan kakak saya semakin bingung melihat banyaknya angkot-angkot kosong melompong di jalanan, yang ngetem melulu.
Tapi kalau sudah jalan ugal-ugalan.
Lalu bus kota lewat , penumpangnya penuh, sampai pada berdiri dan menggelantung . Trans Metro juga penuh sekali. Saat akan pulang, di seberang Carefour menuju bandung timur lampu merah menyala, antrian macet panjang sekali.
Kakak saya melihat ada penjual kerajinan alat musik . Tadinya kakak saya mau beli, tapi tapi tidak tega minta berhenti di jalur macet, kasihan sama yang mengantar. Tanggung lokasinya, mana parkirnya susah. Di jalan itu lagi-lagi pengamen banyak sekali.
Astaga, lampu merahnya lamaaaaaa, kalau tidak salah 4 menit. Tapi pas lampunya hijau, banyak sekali mobil dari arah Timur Soekarno Hatta ke barat,  yang belok kanan ke jalan Kircon/Ibrahim Ajie masih saja jalan walau lampu sudah merah di sana. Seram sekali, nekad ya.
Waktu lampu hijau nya mungkin hanya 70 detik, kalau tidak salah ya. Maka pulanglah ia ke rumah kerabat dengan jantung berdegup kencang. Dan sang kerabat kami itu sepertinya sudah biasa. Bandung telah menjadi menyerupai Jakarta.
Â
Padahal kakak saya datang ke Bandung untuk bernostalgia, mengenang masa-masa sekolah dan kuliah. Mengenang Bandung yang damai dan asri serta sejuk.
Di jalan Soekarno Hatta kakak saya terpana melihat tanda dilarang belok kanan dari jalur lambat ke jalur cepat, tapi ramai-ramai motor dan mobil belok kanan.
Lalu adapula motor yang melawan arus di dekat belokan jalan Rancabolang Soekarno Hatta, lho mau ke mana? Ternyata sesudah melawan arus, motor-motor tersebut balik arah masuk jalur cepat.
Â
Â
Â
Ya ampun, kroudit sekali. Yang lebih membuat kakak saya soak adalah pengendara motor yang celaka dan terluka akibat motornya jatuh . Katanya gara-gara lubang di jalur cepat. Lagian motor pakai ngebut segala di jalur cepat, padahal rambu-rambu mengatakan motor dan angkot hanya boleh di jalur lambat, di jalur cepat pas kalau mau balik arah saja. Tapi banyak motor yang lewat jalur cepat.
Mobil kerabat kami juga khabarnya sering rusak gara-gara sering ketemu lubang di jalan. Belum lagi di dalam kompleks perumahan, lubang di jalanan ditambah dengan polisi tidur. Hanya saja di jalan Soekarno Hatta ini berarti harus waspada khususnya para motor.
Anak kerabat kami yang sudah kuliah dan naik motor, diwanti-wanti , jangan lewat jalur cepat, sebab kalau ketemu lubang bisa tak terkendali, kalau di jalur lambat, ketemu lubang semoga masih bisa diantisipasi karena lamban. Lagipula kata kerabat kami, anaknya harus juga dong terbiasa mentaati aturan. Jangan terbiasa menjadi pelanggar aturan. Di lalu lintaspun tampak mentalitas seseorang dari perilakunya.
Cerita lain adalah penyeberang jalan yang sepertinya kurang memahami, bahwa saat mobil sedang kecepatan tinggi , mendadak menyeberang. Memang ada zebra cross, tapi mereka harus tahu juga bahwa kendaraan bermotor itu daya remnya bisa berkurang jika mendadak berhenti di jalur cepat. Bahkan bisa terjungkal .
"Jembatan penyeberangannya kok hanya satu, padahal jalan Soekarno Hatta kan panjaaaang, " kakak saya kembali berkomentar.
"Tapi tetap saja ada kaum wanita yang tak mau menyeberang pakai jembatan, apalagi yang sudah tua, tak berani naik jembatan di Metro, habis tangganya curam. Pas sudah di atas, kendalanya pagar pengamannya kurang rapat. Kalau bawa anak kecil yang lepas dari angan orang dewasa bisa-bisa terjun bebas.
Untuk yang penakut, biasanya menghindari jembatan bukan hanya karena tangganya curam dan kurang rapat pagarnya, tapi juga banyak pengemis dan sesekali preman duduk di sini.....
Â
Aku punya cerita, pernah ke pasar Baru naik angkot, pas perjalanan pulang turun di depan Sangar Hurip, , aku tak berani menyeberang ke Metro naik jembatan, tapi lewat jalan raya juga takut. Akhirnya naik angkot Ledeng Margahayu Raya yang warna biru, jadi diseberangkan , karena angkotnya balik arah.
Eh, pas sudah di depan Superindo, angkotnya nakal, malah berhenti di jalur cepat, tidak mau masuk jalur lambat karena macet, jadilah aku akhirnya menyeberangi jalur lambat..... Wah, seram, banyak motor ngebut.
Tetangga saya yang pernah ketabrak motor parah juga " begitu kerabat kami bercerita.
Â
Ya, begitulah, para ibu yang menyetir di jalan Soekarno Hatta Bandung, harus lebih sabar berbarengan jalan dengan gaya menyetir pengemudi mobil , motor dan truk-truk trailer dan angkot yang nyeleneh, atau akrobatik lautan motor, serta manusia yang menyeberang di mana saja, di sepanjang jalan..
Untungnya , bagaimanapun juga, akar budaya santun dan penuh kekeluargaan khas Sunda masih mengakar di sini. Kakak saya selalu cinta dengan tata krama Sunda yang ngangeni itu, apalagi dengan tradisi botram (makan bareng, bahasa Sunda) dan saling kirim masakan antar tetangga.
Sekarang di kompleks perumahan (ada di Soekarno Hatta bagian Timur) kerabat kami itu masih berlangsung. "Teteh.., apa tidak pusing menyetir di jalur yang keras begini?" kakak saya bertanya. "Mungkin, karena sudah biasa bertahun-tahun menyetir antar jemput anak.....Ya sudah biasalah,sudah kebal kaliii...," ia tersenyum.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H