Mohon tunggu...
Masriah Hasan
Masriah Hasan Mohon Tunggu... Lainnya - SEO Specialist

Halo! Nama saya Masriah Hasan. Dengan senang hati mengajak Anda mengeksplorasi perspektif saya tentang melalui https://ohmiloveit.wordpress.com/ dan ohmiloveit.my.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu Perempuan Geladak

3 Juli 2023   17:32 Diperbarui: 3 Juli 2023   17:34 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tengah malam sepasang suami istri disesakkan oleh bau melati di kamar mereka. Tanpa lampu senter mereka berjalan tak jauh dari rumah sewaan mereka. Mereka menyusuri lokasi yang dikenal dengan nama Kutub Pararitik. Sebuah kawasan tempat pembuangan sampah yang disakralkan karena di situlah terletak makam Nyai Premundal. Konon kematiannya masih menjadi tanda tanya. Ia menghilang tujuh hari selepas melakukan ritual kubur diri. Mitos yang tersebar, Nyai Premundal akan mengetuk pintu rumah pengantin baru pada malam pertama. Masyarakat Pararitik menyakini supaya tidak diganggu Nyai Premundal, pengantin baru harus menginap semalaman di dekat makam keramat itu. 

Dalam cahaya temaram laki-laki itu setengah berbisik. Dia mengikuti kita. Perempuan yang baru saja berstatus menjadi istri laki-laki itu hanya diam. Kamu bersugesti. Mulut perempuan itu ingin sekali bersuara. Efek-efek psikis yang mengentarakan dapat memicu perasaan seolah-olah dikunjungi hantu. Akan tetapi sekali lagi, ia hanya diam. Mata coklatnya mencoba menyelami kegelapan. Payung hitam milik Nyai Premundal tergeletak di atas makam. Sejak setengah abad lalu, tak seorang pun berani menyentuh payung itu. Kecuali setelah posisinya berubah akibat hembusan angin kencang. Siapa saja yang melihat posisi payung tidak berada di atas makam harus memindahkannya supaya Nyai Premundal tidak marah. Entah pada waktu yang mana, seorang lelaki muda pernah mengindahkan payung itu. Tetap berjalan lurus tanpa membetulkan posisi payung. Kabarnya ia mati tertabrak babi.

Perut perempuan itu mulai gaduh. Masa lajang dulu ia terbiasa makan tanpa pandang waktu. Sialnya tak seperti makam keramat lainnya, di makam Nyai Premundal tak tersedia sesajen. Rasa lapar mengajak imajinasinya bermain. Pikirannya mulai memikirkan sosok Nyai Premundal. Apakah ia bertubuh pucat seperti mayat? Berwujud tulang belulang manusia? Atau sosok siluman belalang berkepala manusia? Apakah ia biasa memakan daging manusia atau menghisap darah perempuan hamil? Apakah ia bisa melayang-layang, terbang, atau hanya berjalan melompat-lompat seperti pocong? Hm, apakah jika payung hitam Nyai Premundal dipegang mendatangkan kesaktian seperti rokok Reng Tua Malem?

Ide kuno suaminya terus mengusik pikiran perempuan itu. Beruntung suaminya belum mengindikasi Charles Bonnet Syndromes. Kesukaan suaminya pada genre horror sebelumnya tak menjadi masalah. Ia senang mendengar suaminya bercerita mengenai fenonema supranatural atau kultur yang mengandung unsur hantu setelah suaminya berkelana ke suatu tempat. Sebagaimana ritual pengusiran Hantu Bengkek, perempuan itu lebih senang jika harus mengusir gangguan dengan melemparkan telur ayam kampung ke makam Nyai Premundal. Mungkin Nyai Premundal tidak berkerabat dengan hantu asal Ketapang itu. Mengingat tempat tinggalnya, Nyai Premundal lebih mirip Jurig Jarian yang suka menemapti tempat sampah. "Di sini sungguh bau. Ayo pulang saja! Jangan hiraukan bau melati itu, mungkin tak berarti apa-apa." kata Perempuan itu.

Kini giliran suaminya yang terdiam. Tiba-tiba entah dari mana udara yang datang menjadi aneh. Muncul angin kencang diikuti gemuruh dari langit. Raungan Guntur menjadi semakin dahsyat. Langit di sebelah utara menyisakan berkas-berkas kilat. Ayo pulang. Perempuan itu memutuskan berlari. Adrenalin memacu mereka terus berlari pulang. Perempuan itu menutupi telinganya dengan kedua tangannya. Suara gemuruh memenuhi telinga mereka. Berlari ketika langit bergejolak kian memberatkan napas. Setiap langkah terasa seperti siksaan. Sebuah kilatan cahaya yang terang benderang menggetarkan tanah. Tubuh perempuan itu gemetar, begitu juga dengan suaminya. Perempuan itu bersama suaminya berhasil sampai di depan rumah mereka. Guntur masih bergemuruh di sekitar mereka. Kaca rumah mereka bergetar bersama guntur yang keras. 

Di luar rumah hujan lebat mengakhiri gemuruh guntur yang mengerikan. Pasangan suami istri itu meringkuk di atas tempat tidur. Menarik selimut hampir ke sekujur tubuh mereka. Mungkin seharusnya perempuan itu mencurigai gagasan suaminya berbulan madu ke 'alam liar'. Pada malam pertama langit mengamuk dengan guntur yang menggelegar dan hujan deras. Anehnya di awali wangi melati. 

"Yang tadi itu seperti petualangan besar ya," kata perempuan itu.

"Aku hampir mati di malam pertamaku. Bukan karena dimakan Nyai Premundal tetapi mati tersambar kilat di dekat kuburannya," lanjutnya.

"Hei Annalee," kata laki-laki itu.

"Apa?" hanya itu yang diucapkan perempuan itu.

"Kamu mau dengar cerita Nyai Premundal?"

"Aku tidak akan menolak, sayang"

 Tanggal 3 Juni 1966 tiga hari sebelum pernikahan Inong Svetlana. Badai Isabel mengoyak kota Pararitik dan menumbangkan pohon berusia dua abad. Rencana pernikahan hampir batal diselenggarakan kalau saja cuaca tidak mendengarkan doa dua pengantin. "Kau boleh menerpakan badai setelah pernikahan kami, kata Inong," Laki-laki itu mulai bercerita. 

 Hari pernikahan tidak lebih baik dari pada hari kematin. Sepasang manusia yang saling jatuh cinta sudah pasti memiliki tantangan untuk hidup bersama dalam bahtera rumah tangga. Bertahun-tahun lamanya Inong bersiap akan gagasan berbagi hidup, berbagi waktu, dan berbagi segala emosi kepada sosok romantis yang mendampinginya hampir lima tahun.

"Inong bukan perempuan sembarangan, bukan dari kasta rendahan. Kami perempuan Pararitik jika menikah mendapat maskawin bernilai tinggi," kata ibu Inong.

Manusia Jantan itu bermuka cemas tiap kali mengingat maskawin. Ah ya, maskawin yang menyayat nadi menjadi syarat lamaran terus menggusarkan pikirannya. Dia butuh waktu lebih lama untuk menghantarkan dua kepala sapi waktu lamaran nanti, sebab Inong anak bungsu. Kultur masyarakat yang mengarah ke utara kian menyudutkan mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang datang itu-itu saja tetapi bikin malas menjawab. Selama lima tahun ekspresi seksual kalian sudah sampai tahap mana? Apakah ada penetrasi tidak sah? Pertukaran air liur kalian pertama kali dilakukan di mana? 

"Ingat Inong identitas kesucian kerangka kewanitaanmu tak boleh kau serahkan begitu saja," kata ibu Inong. "Kita wanita bermartabat!".

"Kau jangan mau menjadi komoditi libido seks kekasihmu!" ayahnya tak mau kalah menasehati. 

Inong hanya mengangguk mendengar nasihat yang telah berulang kali disimak selama dua tahun terakhir. Mulutnya hanya bersemangat menorehkan permintaan kepastian kepada kekasihnya, si Manusia Jantan. "Kita sudah terlalu lama berpacaran. Umurku hampir kepala tiga. Aku bisa-bisa dicap sebagai perawan tua,"

"Sabar dulu sayang, aku perlu mengumpulkan sedikit uang lagi untuk pesta pernikahan yang meriah,"

"Tak perlu meriah sayang. Esensi menikah adalah menghalalkan percampuran dua insane manusia,"

"Aku anak tunggal dan dari pihak laki-laki. Aku tak mau orang tuaku malu memasang wajah."

Hari besar mendekat. Setelah beberapa pusaran hambatan, pernikahan itu akhirnya diadakan. Sebuah pernikahan bergaya klasik di pinggiran kota Pararitik. Hiasan mutiara-mutiara kecil di kepala pengantin wanita menjadi saksi penyatuan sepasang kekasih. Inong ingat saat ia melemparkan buket anyelir merah. Pasangan itu saling menoleh. Mereka bertatapan, memberikan objek foto yang sempurna bagi juru foto.

Inong bersyukur atas hadiah yang melampaui waktu, cinta suci yang terjalin dalam pernikahan. Mereka baru saja memulai hidup baru sebagai sepasang suami-istri. Seperti pasangan lain, mereka berencana menua bersama, melahirkan generasi-generasi baru peradaban muka bumi ini. Seusai mengucapkan ikrar-ikrar pernikahan, menyapa semua tamu, mereka pergi meninggalkan pesta meriah yang diadakan dua hari dua malam.

"Kita akan pergi ke mana?" tanya Inong.

"Lihat saja nanti!" Manusia Jantan menjawab sambil tersenyum.

Sebagaimana masyarakat Pararitik lainnya, mereka bermalam pertama masih di sekitaran kota. Itu syarat malam pertama pengantin yang tak boleh dilanggar. Sesudah mengendarai mobil enam puluh menit, mereka membuka sebuah pintu rumah. Inong terkesima dengan kejutan bulan madu mereka. Panorama hutan pinus di belakang rumah sewaan itu sangat menakjubkan. 

"Apakah kau siap kita melakukannya sekarang?" tanya Manusia Jantan.

"Y-ya," jawab Inong tergagap.

Saat itu menjelang tengah malam. Inong merebahkan diri di atas ranjang mereka. Manusia Jantan itu terus mengungkapkan gagasan sensual yang menembus kesunyian malam. Tangan kasarnya sibuk menggerayangi tubuh perempuan yang baru saja dinikahinya. Ini adalah titik di mana Inong merangkul leher suaminya dan mendesah kesakitan, "Ahhh!". Dengan malu-malu ia mengizinkan penis suaminya berpenetrasi ke vaginanya. Terlalu lancar, seperti tak ada penghalang. Mereka hampir menikmati adegan ranjang mereka. Sebelum raut wajah Manusia Jantan berubah masam dan mengakhiri seks pertama mereka. Secepat itu.

"Kenapa sayang?"

"Tak ada tanda-tanda pecahnya selaput daramu, seharusnya ada darah yang menyembur dari vaginamu kan. Apa kau mengkhianatiku?"

Dasar Perempuan Sundal! Dari situlah nama itu berasal. Premundal sebuah akronim dari Perempuan Sundal. Laki-laki itu terus melanjutkan cerita kepada Perempuan itu. "Manusia Jantan itu gila! Permasalahan bercak darah itu bagaimana bisa menjadi desas desus yang beredar di penjuru Pararitik. Kau tahu? Di kota Pararitik, demi menjaga nama baik keluarga, perempuan penggugah aib harus melakukan hukuman kesucian ....."

"Dengan cara apa?" Perempuan itu buru-buru menyela cerita suaminya.

"Ritual kubur diri selama tujuh hari. Jika perempuan itu benar, tubuhnya yang teralienasi itu akan terangkat dari dalam kubur. Jika benar melakukan aib, ia mati terkubur tanpa upacara kematian."

Perempuan itu semakin penasaran, "Lalu, apa yang terjadi dengan Nyai Premundal?".

"Folk horror story adalah bagian dari budaya yang diwariskan, dipercaya, disebarkan secara kolektif. Tak jarang kebenarannya bertabrakan dan menyisakan tanda tanya. Itu yang membuat cerita horor terus menarik, tak pernah membosankan untuk diceritakan. Nyai Premundal adalah salah satunya."

"Tak ada yang mengubah cerita ini. Ini adalah cerita tentang ketidaksempurnaan berbulan madu yang sempurna. Bulan madu yang berantakan dan penuh kejutan. Aku menyukainya, tetapi aku lebih suka kita pergi dari sini! Kita punya kemungkinan menjadi Inong dan Manusia Jantan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun