Mohon tunggu...
Reza Zafiruddin
Reza Zafiruddin Mohon Tunggu... -

Asisten Peneliti di Definit. Mantan jurnalis di harian The Jakarta Post. Mencoba menuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan dan artikel.

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Mengelola Koperasi Modern dari Dua Koperasi Terbesar Swiss

19 Mei 2017   18:10 Diperbarui: 15 Juni 2017   12:36 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Praktek diatas dapat diartikan bahwa rantai distribusi makanan pokok di Swiss cukup singkat. Para petani dan peternak langsung menyetor hasil panen ke pusat pengolahan milik koperasi, tanpa perlu bertemu tengkulak atau distributor. Artinya, para petani dan peternak tersebut dapat menikmati harga yang baik, sedangkan konsumen dapat membeli dengan harga yang wajar.

Berbeda dengan di Indonesia, petani harus menjual hasil panen mereka kepada para pedagang grosir yang menjual kembali di pasar tradisional dan pasar modern. Hal ini menyebabkan rantai distribusi menjadi panjang. Fenomena ini telah berlangsung sangat lama. Petani tidak menikmati harga yang wajar, sedangkan konsumen tidak dapat membeli bahan pokok dengan harga  yang murah.

Memang masih ada Bulog, badan usaha milik negara yang ditugaskan oleh pemerintah untuk membeli hasil panen petani dan peternak dengan harga yang wajar agar tidak dibeli oleh tengkulak. Namun Bulog tidak selalu menjual hasil bahan pokok langsung kepada masyarakat, melainkan juga kepada para pedagang. Dua unit usaha milik Bulog yang bergerak di bidang distribusi, yaitu Rumah Pangan Kita dan Bulog Mart belum mengekspansi gerai secara masif mendekati masyarakat. Gerai kedua unit tersebut terbatas hanya ada di kantor-kantor dan gudang-gudang milik Bulog. Belum lagi upaya Bulog menjual sembako dengan harga yang murah selalu diprotes oleh para pedagang pasar tradisional.

Di akhir artikel ini, saya berharap agar para pejabat di Indonesia mau menerapkan manajemen koperasi yang baik seperti yang telah dilakukan oleh Coop dan MIGROS.Di Swiss, kita dapat melihat bahwa kedua koperasi tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan petan dan peternak. Selain itu, koperasi telah mengurangi rantai distribusi niaga sembilan bahan pokok, sebuah masalah besar yang telah menjadi penyakit menahun di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

Bagi para pengelola koperasi, mereka harus meningkatkan kemampuan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar. Coop dan MIGROS dapat dijadikan contoh. Tidak ada lagi praktek penipuan seperti koperasi Pandawa di Depok, Jawa Barat, yang telah merugikan banyak anggotanya. Kita harus menjadikan koperasi sebagai soko guru bagi perekonomian nasional.

coop-switzerland-43rd-largest-retailer-in-world-2014-59218d1b21afbd0b4c386273.jpg
coop-switzerland-43rd-largest-retailer-in-world-2014-59218d1b21afbd0b4c386273.jpg
migros-59218d3ddb9373895f133bf6.jpg
migros-59218d3ddb9373895f133bf6.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun