Mohon tunggu...
Ratman Aspari
Ratman Aspari Mohon Tunggu... Jurnalis - baca-tulis-traveling

abadikan hidupmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerita Tentang Judi, Tak Ada Matinya!

7 November 2024   11:35 Diperbarui: 7 November 2024   11:35 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber foto : ist/dok.pribadi)

Oleh : Ratman Aspari
Jurnalis, Sekjen Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) 

DALAM - Pekan ini, jagad media sosial ramai dengan informasi terkait keberhasilan aparat penegak hukum membongkar markas Judi Online (Judol) di sebuah ruko di Kawasan Bekasi.

Bahkan yang membuat kita semua tercengan adanya keterlibatan oknum pegawai dari salah satu institusi yang memiliki tugas dan wewenang untuk memblokir aktivitas judi online tersebut. Justru bermain kong kalikong dengan pengelola judli online. Kantor Berita Antara memberitakan : Polisi: Ada staf ahli Kementerian Komdigi terlibat judi online

Informasinya terus berkembang, bahkan sampai tulisan ini dibuat aparat penegak hukum sudah menetapkan sebanyak 11 oknum pegawai insitusi 'penerangan' istilah zaman dulu, yang terlibat dalam kasus ini.

Tidak main-main, Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid langsung mengeluarkan Instruksi Menteri Komunikasi Digital Nomor 2 Tahun 2024, tentang upaya mendukung pemberantasan judi online di lingkungan Kementerian Komdigi. Dalam instruksi tersebut meminta semua pegawai Kementrian Komdigi melaksanakan dan mentaati pakta integritas tentang pemberantasan judi online.

Dalam instruksi itu, Meutya Hafid juga menegaskan soal larangan pegawai Kementrian Komdigi berkomunikasi serta mempengaruhi dan mendistribusikan segala bentuk aktivitas ataupun muatan judi online. Intruksi itu berlaku per 01 November 2024.

Sebagai bangsa yang dikenal religius, memegang nilai-nilai luhur Pancasila, tentu kita hanya bisa mengelus dada, istigfar tak henti-hentinya bagi umat muslim, semoga saja persoalan judi online ini bisa diberantas sampai ke akar-akarnya, siapapun yang terlibat di dalamnya, tidak pandang bulu, demikian harapan rakyat negeri ini.

Bicara tentang judi, H. Rhoma Irama dalam lirik lagunya 'Judi', yang sudah sangat familiar ditelinga kita, bahwa itu semua 'bohong', saat kita menang dalam berjudi, itu adalah awal dari kekalahan, dan kalau bisa kaya dari judi itu juga 'bohong' karena itu awal dari kemiskinan. Jadi judi yang seolah menjanjikan kesenangan dan kekayaan, semua itu sebagai tipu daya syetan, yang penuh kemudharatan dan harus kita jauhi atau tinggalkan.

Dan yang lebih mengerikan lagi, Rhoma Irama secara bernas melalui lagu tersebut sudah mengingatkan jauh-jauh hari, bahwa judi bisa meracuni kehidupan, bisa meracuni ke-imanan. Dan apa yang ada dalam syair lagu itu nyata.  Saat ini ditengah-tengah kita, nyaring terdengar, bahkan kita menyaksikan langsung orang-orang yang terpuruk kehidupanya akibat judi onlie (Judol).

Mengutip dari laman Kementrian Agama RI pada medio (Juni 2024), tulisan yang menarik, juga tentang wanti-wanti dampak buruk dari Judi Online, : Judi Online Picu Lonjakan Kasus Cerai, Apa Upaya Kemenag?

Perkara judi, dari waktu ke waktu seolah tak pernah surut, judi pun terus berinovasi, dari konvensional, secara manual ke digital atau online.

Sekitar era tahun tujuh puluhan, dimana saat itu sedang marak-maraknya 'Judi Kopyok' dikampung-kampung, khususnya dikampung penulis waktu itu, saat ada hiburan, tanggapan/pagelaran seperti wayag kulit, ketoprak, dan tontonan lainnya, pasti ada gelaran 'Judi Kopyok'. Bandar duduk bersila, menggelar lapak yang sudah ada gambarnya macam-macam, diterangi lampu minyak saat itu, dengan peralatan judi kopyoknya.

Orang-orang yang nonton hiburan ya tetap nonton, dan tidak jauh dari area panggung, biasanya di pekarangan sekitar dengan suasana remang-remang juga ada pagelaran sendiri, 'judi kopyok'. Bahkan sampai saat inipun disebagian perkampungan masih juga ada. Saat ada aparat berpatroli, bandar dan para pejudi akan segera berkemas mengamankan lapak dan dirinya masing-masing.

Ada cerita menarik terkait judi kopyok ini bagi penulis dan masih terkenang sampai sekarang, salah seorang warga kampung yang menjadi aparat dan bertugas di Surabaya saat itu, ketika pulang kampung membawah lapak sama peralatan judi kopyok, diserahkan kesaudaranya salah satu warga yang rumahnya biasa digunakan untuk judi kopyok, alasanya waktu itu simple, 'sekedar buat hiburan.' Lapak dan peralatan judi tersebut konon dari hasil razia saat bertugas di Surabaya, entahlah.

Masuk ke era tahun delapan puluh dan sembilan puluhan, di negeri ini juga ramai dengan apa yang disebut dengan SDSB (Sumbangan Dermawan Berhadiah), Porkas, judi togel, dll.  Cerita menarik bagi penulis, saat masih sekolah di tingkat SLTA, ketika pulang setiap hari Kamis sore, di jembatan di tengah kota kecil, dimana penulis bersekolah, selalu ramai dengan orang-orang pada duduk-duduk disekitar jembatan tersebut.

Pada awalnya orang tidak peduli, lama kelamaan karena rutin setiap Kamis Sore selalu ramai, dan dari informasi dan cerita kawan-kawan ternyata orang-orang itu sedang menunggu pengundian SDSB, karena malamnya akan ada pengundian dan esok hari pengumuman keluarnya undian SDSB, dan orang-orang tersebut rela begadang hanya untuk menunggu, dengan harapan akan dapat undian SDSB, terbuai angan-angan dan harapan semata.

Cerita tentang judi tidak ada habis-habisnya, apapun bisa dijadikan sebagai ajang perjudian, namun sebagai bangsa yang menjujung tinggi nilai-nilai relegius dan berpedoman pada nilai-nilai luhur Pancasila tentunya kita sepakat bahwa perjudian, apapun bentuknya itu tidak dibenarkan dan harus dilarang.

Bahkan, Islam mengajarkan bahwa judi adalah salah satu tipu daya setan untuk menyesatkan manusia. Judi dapat menimbulkan permusuhan antar sesama, membuat seseorang lalai dalam beribadah kepada Alloh SWT, dan dapat merusak sendi-sendi kekeluargaan.

Sudah saatnya pemerintahan baru di bawah komando Presiden Prabowo Subianto, sebagai sosok kesatria, harus berani mentauladani dan menerapkan ajaran atau falsafah, 'Sunan Ampel', yaitu 'Mohlimo'.

'Moh' (tidak mau) dan 'Limo' (lima perkara), tidak mau melakukan lima perkara, yaitu : 'Emoh Main' (tidak mau berjudi), 'Emoh Ngumbi (tidak mau minum yang memabukan/miras), 'Emoh Madat' (tidak mau mengisap candu atau ganja/narkoba), 'Emoh Maling' (tidak mau mencuri, kolusi, korupsi dan nepotisme), dan 'Emoh Madon' (tidak mau berzina/portitusi/pornografi).

Sungguh suatu falsafah yang sarat makna, dan masih sangat relewan ditengah kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara kita hari ini. Lima perkara tersebut merupakan sumber kehancuran dalam kehidupan setiap insan manusia. Persoalanya adalah sejauh mana keseriusan aparat berwenang, para pengambil kebijakan, pembuat undang-undang untuk tidak lagi kompromi dengan lima hal tersebut (judi, miras, narkoba, pornografi, korupsi).

Tentu kita sangat apresiasi kepada aparat yang telah bekerja keras berhasil membongkar jaringan judi online, narkoba, portitusi online, korupsi, dll. Dan kita sangat prihatin dengan adanya pihak-pihak yang terus melindungi dan membekingi lima masalah tersebut, kondisi seperti ini harus terus disuarakan oleh semua kalangan, agar masyarakat lebih terbuka wawasannya, lebih waspada dan sadar untuk tidak main-main dengan lima perkara tersebut diatas.

Falsafah Sunan Ampel tentang Mohlimo tersebut, mengajarkan agar setiap insan di negeri ini memiliki budi pekerti yang luhur, bertujuan untuk memperbaiki ahlak masyarakat. Budi pekerti yang luhur, yang menjujung tinggi nilai dan sifat sopan santun, tata krama dan perilaku baik akan menjadi tabiat bagi setiap diri kita. Namun hal ini rupanya sudah mulai luntur, tergerus peradaban yang konon dikenal dengan modernisasi.

Apalah artinya, peradaban modern, teknologi canggih, kalau kita lalai dalam memahami makna kehidupan ini. Jangan sampai kita dimasukan sebagai golongan orang-orang yang lalai, sebagaimana digambarkan dalam QS.A'raf (7) ayat (179), yang artinya :

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Alloh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakanya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Alloh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakanya untuk mendengar (ayat-ayat Alloh). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." 

Harapan kita semua, tentu agar kita terhindar dari sifat lalai, negeri ini di jauhkan dari malapetaka dan bencana karena kelalaian kita, kelalaian para pemegang kekuasaan, dan selalu di curahkan keberkahan, sebagai negeri yang makmur, aman dan damai. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga. (*)


Jakarta, 07 November 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun