Mohon tunggu...
Ratman Aspari
Ratman Aspari Mohon Tunggu... Jurnalis - baca-tulis-traveling

abadikan hidupmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahluk Itu Bernama Korupsi

20 September 2017   16:15 Diperbarui: 20 September 2017   16:27 1863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber foto : ilustrasi/putra gara)

"Akhir-akhir ini kita dihadapkan oleh permasalahan pangan. Pertanyaan kita selanjutnya adalah, apakah kita memang perlu impor beras? Apakah kita memang perlu impor daging? Apakah kita memang perlu impor bawang..?,"jelas Abraham Samad. 

Sebenarnya kalau harus jujur, kita tidak perlu mengimpor semua itu. Di sektor pangan, haram kita melakukan liberalisasi. Tetapi kenapa masih ada saja impor terhadap pangan? Karena memang, ternyata impor ini digalakkan. Karena didalamnya ada rente. Mereka cari untung disitu. Ada kartel mafia impor yang menarik keuntungan. 

Saya perlu tegaskan sekali lagi, dalam sektor pangan haram melakukan liberalisasi. Kita masih akan terus memproteksi petani agar terus berdaya. Tidak boleh melepaskan kedalam pasar bebas. 

Tentang ketahanan energi. Di Jayapura ada emas. Sulawesi ada nikel. Kemudian kalau kita jalan barat, di Jawa ada minyak dan gas. Di Sumatra kita punya batubara. 

Negara bisa saja mendulang Rp 15 ribu triliun setiap tahun. Jumlah itu didapat dari royalti 45 blok migas yang telah beroperasi dan beberapa pertambangan ilegal. 

Dari pemasukan itu lalu dibagi 241 juta jiwa penduduk, maka minimal pendapatan masyarakat Rp 30 juta per bulan. 

Pemerintah semestinya mampu memaksa perusahaan tambang untuk membayar royalti sebesar 50 persen. Sebagai contoh, dalam setahun, Blok migas Mahakam bisa mendulang Rp 120 triliun, Blok Cepu sebesar Rp 190 triliun, dan Blok Madura senilai Rp 135 triliun. 

Sektor tambang dan energi adalah satu wilayah yang diindikasi banyak kebocoran dan korupsi. Hampir 50 persen perusahaan tambang yang melakukan eksploitasi dan eksplorasi mineral tak membayar royalti. Saat saya bertanya kepada mereka yang mengemplang pajak, jawabnya sederhana: bahwa sogokan yang mereka berikan kepada pemerintah setempat besarnya jauh lebih besar dari royalti yang mereka setorkan. 

Para pengusaha hitam lebih memilih membayar ke oknum aparat pemerintah agar dimudahkan dalam mengurus izin usaha pertambangan. Selain itu, pengusaha juga berharap agar lahan penambangan mereka ditambah. 

Akibat, maraknya korupsi ini adalah alasan mengapa masih banyak orang miskin di Indonesia, kaum buruh, petani dan nelayan hidup dalam derita kemiskinan. 

Pencipta sistem Network TwentyOne, Jim Dorman, dan pakar kepemimpinan serta motivasi, Ohan C.Maxwell, pernah "menyindir" kita ketika melihat terlalu banyak UU, aturan dan institusi pengawasan/audit. Menurut mereka, berbagai perangkat itu tak lebih hanya bersifat visioner, padahal yang dibutuhkan adalah praktik dari bangunan impian itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun