Mohon tunggu...
Rama Dio Syahputra
Rama Dio Syahputra Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pelajar Indonesia di Perancis.

Saya senang memaknai dunia manusia yang hanya sementara ini. Di antara kebebasan dan keinginan, saya menghakimi makna itu dengan ditemani diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sendiri di Alam yang Sunyi

26 Mei 2020   19:33 Diperbarui: 26 Mei 2020   19:24 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batu-batuan di tebing itu tidak sepenuhnya padat, ada beberapa yang terasa begitu lunak dan ada juga yang seperti bongkahan kapur. Tingginya pun tidak lebih dari enam kali orang dewasa. Sambil menjaga keseimbangan tubuh, aku memanjatnya dengan sangat hati-hati. Sesekali aku mendongakkan kepala ke atas untuk melihat seberapa jauh lagi tebing itu tersisa. Dan ketika melihat ke bawah, aku tahu bahwa terjatuh bukanlah pilihan yang baik.

Aku sudah hampir melewatinya. Jari-jari tanganku mulai menjadi karena dingin. Kedua kaki dan tanganku pun terus bergantian untuk menjadi titik tumpu berat badan. Akibat gelapnya malam, mataku bersikeras sekali untuk mencari setiap pijakan. Lalu di saat seluruh berat tubuhku berada di kaki kiri, aku berusaha menginjakkan kaki kananku di sebuah pijakan kecil yang tidak lebih besar dari satu telapak kaki bayi. Namun, sayangnya pijakan itu tidak kuat menahan beban tubuhku.

Aku terjatuh. Tanganku mencoba menjauhkan seluruh tubuhku dari tebing itu, namun sayangnya aku terlambat. Di momen seperti itu, kesadaran berpikir sudah sulit untuk mengambil alih situasi, artinya hanya tubuh yang bisa menyelamatkan diri sendiri. Semua terasa cepat sekali. Dalam hitungan detik, aku dapat merasakan gravitasi yang sudah siap menghancurkan tubuhku dan di saat yang bersamaan mataku hanya bisa melihat bayang-bayang cahaya lampuku sendiri.

Sampai hari ini aku hanya bisa mengingat apa yang terjadi setelah aku terpeleset dari tebing itu. Semuanya hanya hitam dan gelap sekali. Aku tidak merasakan apa pun sampai angin dingin membangunkanku. Dengan tubuh yang masih berbaring di tanah, aku hanya bisa merasakan pusing di kepala dan rasa sakit yang begitu luar biasa di pergelangan kaki kiriku. Perlahan-lahan aku berusaha untuk bangun dan bangkit. Lalu ketika melihat jam di tangan, aku benar-benar terkejut sekali.

Mungkin jika jaket tebal dan celana hangatku tidak ada, aku sudah mati kedinginan. Hampir delapan jam kesadaranku hilang. Entah apa yang bisa membuatku terbangun lagi dan entah apa yang membuatku tidak mematahkan tulangku sendiri. Sungguh aku pun masih bertanya sampai hari ini.

Aku tidak merasakan kesedihan, ketakutan, atau pun kekecewaan. Apa pun yang terjadi aku tidak menyalahkan siapa pun selain diriku sendiri yang kurang hati-hati. Ketika kesadaranku mulai kembali sepenuhnya, aku tersenyum dan berterima kasih kepada diriku sendiri. Mataku masih bisa melihat keagungan cahaya bintang yang menyinari dini hari dan di saat yang bersamaan, aku masih merasakan sedikit kedamaian.

Pada akhirnya, aku berusaha turun dari gunung itu, namun kali ini aku tidak sendirian, melain ada rasa sakit di kaki kiri yang menemaniku. Di sepanjang perjalanan turun, aku mencoba untuk memaknai kejadian itu. Mungkin jika ada yang mendengar cerita ini, aku akan dihakimi sebagai seseorang yang ceroboh dan tidak tahu diri. Namun bagiku tidak seperti itu.

Ketika alam memberikan pelajaran tentang makna kehidupan, aku akan selalu berada di sana untuk mendengarkan. Sekalipun harus terluka karena kebodohan diri sendiri, namun aku tidak pernah memiliki penyesalan sedikit pun. Jika aku tidak terjatuh dari tebing itu, mungkin aku tidak akan menjadi manusia yang mengerti makna kehidupan, dan jika aku tidak kembali pulang, mungkin saja cerita ini tidak mungkin ada untuk didengarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun