Mohon tunggu...
HERU PURNOMO
HERU PURNOMO Mohon Tunggu... Freelancer - "HIDUP ITU MEMANG PAHIT. JIKA MANIS ITU ARTINYA ENGKAU BELUM TERUJI"

Penulis hanya seseorang yang tak istimewa dengan pekerjaan biasa-biasa saja. Menulis meredakan stress, mengungkapkan perasaan, & merawat hati. Menuangkan pikiran & perasaan ke dalam kata-kata. Memproses emosi dengan lebih baikdalam menemukan kedamaian dalam diri sendiri. Menulis adalah obat hati yang ampuh. Tertekan atau cemas, cobalah menulis. Beban pikiranpun mereda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makan Bergizi Gratis dan Kaitannya Sikap Hemat pada Anak

8 Desember 2024   20:12 Diperbarui: 8 Desember 2024   20:14 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makan bergizi gratis sering dipromosikan sebagai bagian dari kebijakan sosial yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan generasi muda. Namun, apakah inisiatif ini benar-benar dapat mengajarkan anak untuk hidup hemat? Berdasarkan tinjauan ilmiah dan perspektif jurnalistik, beberapa argumen yang relevan untuk mengkritisi asumsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Finansial Tidak Sama dengan Pemenuhan Gizi

Menurut studi Journal of Economic Education, keterampilan mengelola uang memerlukan pembelajaran eksplisit melalui kurikulum pendidikan finansial, simulasi, dan pengalaman praktis. Makan gratis, meskipun membantu mengurangi tekanan ekonomi, tidak secara langsung mengajarkan konsep pengelolaan keuangan, seperti menabung atau menghindari pengeluaran berlebihan.

Analogi: Jika anak mendapatkan makan gratis, mereka mungkin tidak memahami proses alokasi anggaran untuk makanan dalam kehidupan nyata, karena kebutuhan itu dipenuhi tanpa usaha finansial pribadi.

2. Risiko Persepsi Salah terhadap Gratifikasi Gratis

Psikologi perkembangan menunjukkan bahwa pemberian sesuatu secara gratis dapat mendorong mentalitas "entitlement", yaitu ekspektasi bahwa kebutuhan selalu dipenuhi tanpa upaya. Sebuah penelitian di Journal of Consumer Research menemukan bahwa anak-anak yang sering menerima sesuatu secara cuma-cuma lebih sulit memahami nilai barang dan uang ketika dewasa.

Konsekuensi: Alih-alih mengajarkan hemat, anak-anak bisa saja mengembangkan sikap boros ketika mereka menghadapi situasi nyata di mana barang tidak gratis.

3. Pentingnya Konteks dalam Pembelajaran Sikap Hemat

Mengajarkan sikap hemat memerlukan konteks yang mendorong pemahaman nilai barang dan pengorbanan. Program makan gratis tidak memberikan konteks tersebut, karena anak-anak tidak terlibat dalam perencanaan atau pengelolaan sumber daya. Penelitian dari Harvard Education Review menunjukkan bahwa anak-anak belajar lebih baik melalui pengalaman langsung, seperti menyiapkan anggaran atau memutuskan prioritas pengeluaran.

Saran Alternatif: Kombinasi makan gratis dengan program edukasi tentang nilai makanan, seperti biaya produksi atau pentingnya menghindari pemborosan makanan, lebih efektif dalam mendidik anak-anak untuk menghargai sumber daya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun