Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang 31 Agustus 1919

2 Oktober 2010   06:31 Diperbarui: 13 September 2017   01:52 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, Westerling lahir di Istambul. Anak pedagang barang anti ini, sejak kecil doyan dengan kekerasan dan petualangan. Dan baginya hidup adalah petualangan. Sebagai pembantai yang pernah beraksi di Indonesia dia bisa disejajarkan dengan Hans Christoffel, pendiri Marsose yang membantai banyak orang di Gayo Alas dan Aceh. Dia juga terlibat pembunuhan Sisingamangaraja XII. Westerling sosok unik. Sebagai keturunan Belanda Turki, dia lahir dan besar di Istambul. Dia baru menginjak negeri Belanda setelah menjelajahi gurun pasir dan lautan. Di negeri Belanda weterling datang sebagai pahlawan. Dia ikut membebaskan Negeri belanda yang diduduki Jerman. Selama lebih dari 7 tahun hidupnya berpindah-pindah. Eropa, lalu ke Srilangka, dan terdampar juga di Indonesia. Reputasinya sebagai pembantai pun dimulai. bersama 100 serdadu KNIL pilihan dalam DST Westerling membantai ribuan nyawa di Sulawesi selatan. Selesai di Sulawesi Selatan, Jawa menjadi daerah petualangannya. Dia hampir membuat sejarah penting sejarah Indonesia. Jika dia mau memimpin pasukan payung menyerang Maguwo, mungkin nyawa pemimpin-pemimpin Indonesia macam Sukarno bisa sangat terancam. Bukan rahasia umum jika Westerling terkenal galak meski masih mau tersenyum. Untung saja westerling tidak lagi menjadi perwira pasukan khusus Belanda ketika yogyakarta diserang tentara Belanda. Petualangan westerling belum berakhir. Dia terus membuat sensasi dengan aksi-aksinya. November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan "Angkatan Perang Ratu Adil" (APRA). Westerling tetap aktif menjaga hubungan dengan bekas anak buahnya dan menjalin hubungan dengan kelompok Darul Islam di Jawa Barat. Secara diam-diam ia membangun basis kekuatan bersenjata akan digunakan untuk memukul Republik Indonesia, yang direalisasikannya pada 23 Januari 1950, dalam usaha yang dikenal sebagai "Kudeta 23 Januari". Secara membabi buta Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, dan tak ada korban di pihak APRA. APRA gagal, westerling sebenarnya frustasi hingga dia pun akhirnya kabur. Dia harus berpisah untuk beberapa waktu dengan istri barunya yang baru saja melahirkan anak Westerling. Wajah si bayi, begitu kata banyak orang mirip Westerling. Westerling akhirnya sampai juga di Belanda dan menjalani masa tuanya seperti halnya Hans Christoffel pendahulunya. DIa menulis pengalaman hidupnya, termasuk pengalaman di Indonesia dalam buku Chelenge To Terror, buku yang kemudian menjadi sumber skripsi ku yang dulu. Sayang skripsi tinggal skripsi. Dan aku tidak lulus karena skripsi itu keburu nyasar ke penerbit dan aku dapat uang dari skripsi (buku) tentang Westerling. Rupanya, Westerling telah menarik banyak orang karena petualangannya yang sulit dilupakan. Orang-orang Sulawesi selatan mungkin telah mengutuknya, atas pembantaiannya dulu. Tanggal 31 Agustus 1919 adalah tanggal kelahiran sang pembantai ini. Siapa yang mau merayakannya? 31 Agustus 2009 adalah 90 tahun Westerling, apa mungkin tahun 2019 nanti, 10 tahun lagi,i Tempo akan membuat Tempo edisi khusus 100 tahun westerling? sepertinya halnya edisi 100 tahun Bung karno, 100 tahun Bung Hatta dan 100 tahun Bung kecil Syahir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun