Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950 akibat diduga bersengkokol dengan Westerling dan APRA-nya. Hamid telah bersekongkol dengan Westerling. Setelah gagal dengan "Kudeta 23 Januari 1950", tanggal 24 Januari 1950 sekitar pukul 15.30 sore, Westerling mendatangi Hamid di hotel Des Indes bersama bekas Inspektur Polisi Frans Nayoan. Pertemuan itu melahirkan rencana membunuh Sri Sultan HB IX (Menteri Pertahanan), Ali Budiarjo (Sekretaris Jenderal Pertahanan) lalu T.B. Simatupang (Kepala Staf Angkatan Perang RIS) Dalam sidang menteri RIS di Pejambon.
Dalam adegan pembunuhan itu, nantinya Hamid akan ditembak kakinya, sementara tiga orang yang disebut tadi akan dibunuh. Nyatanya Westerling dan pasukannya tidak jadi menyerbu dan hanya berputar dengan mobil di sekitar Pejambon. Westerling dan beberapa kawannya putus asa setelah gerakannya gagal. Semetara itu sidang menteri RIS tidak berjalan sebagai-mana mestinya, bubar sebelum waktunya karena Jakarta dianggap tidak aman. Setelah konspirasi yang gagal itu Hamid hidup sebagai tahanan RIS.
Bagai kehidupan Hamid selanjutnya, seperti dicatat Wikipedia.com: "Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang."
Melihat Burung Garuda Pancasila yang dia rancang itu, rasanya tidak bijak jika mencap Hamid sebagai pengkhianat dalam sejarah Indonesia. Dia juga punya sumbangan lebih, lambang Garuda Pancasila, dibanding orang-orang yang mengatakannya 'pengkhianat'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H