Mohon tunggu...
Andi Nur Baumassepe
Andi Nur Baumassepe Mohon Tunggu... Dosen - Adalah seorang dosen, konsultas bisnis Manajemen dan Peneliti

berkecimpung dalam dunia konsultan bisnis dan manajemen, serta pengajar di Universitas Hasanuddin. Membantu korporasidan startup series A dalam scale up bisnis, pengembangan bisnis model dan matching investor skema Private equity. Membantu pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dalam pengembangan ekosistem kewirausahaan dan dunia Industri. Silahkan kontak baumassepe@fe.unhas.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Financial

Robohnya industri tekstil kita

28 November 2024   18:15 Diperbarui: 1 Desember 2024   20:38 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelombang krisis ekonomi tampaknya mulai menghantam industri tekstil Indonesia dengan keras. Benarkah? 

Berkaca dari kebangkrutan Sritex, salah satu perusahaan tekstil raksasa, kemudian berita  pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga 40 ribu karyawan dan penutupan 30 pabrik dalam setahun terakhir, menjadi pertanda suram bagi sektor ini. Apakah ini hanya fase sulit, atau tanda bahwa fondasi industri tekstil kita mulai runtuh?

Krisis ini mengangkat pertanyaan besar tentang masa depan industri yang dulu menjadi tulang punggung ekspor nasional, sekaligus memaksa kita untuk mencari solusi agar sektor ini tak hanya bertahan, tetapi mampu bangkit kembali.

Faktor-faktor penurunan permintaan ekspor hingga tingginya biaya produksi, membuat pelaku Industri dalam negeri terancam kehilangan eksistensinya.  Penulis mencoba melakukan analisa kendala yang mengimpit Industri Tekstil. Beberapa faktor utama yang menjadi tantangan serius bagi sektor TPT adalah:

  • Menurunnya Permintaan Ekspor: Ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang merupakan pasar utama, mengalami penurunan signifikan. Pada tahun 2023, ekspor ke AS turun hingga 24%, sementara ke Eropa menurun sekitar 11-24%. Penurunan permintaan disebabkan oleh inflasi tinggi dan melemahnya daya beli masyarakat di negara-negara tujuan ekspor tersebut.
  • Kenaikan Biaya Produksi: Industri TPT dihadapkan pada lonjakan biaya produksi dengan banyak variabel seperti: kenaikan biaya energi, Kenaikan harga listrik dan gas, upah minimum  naik menjadi penyebab utama beban operasional yang meningkat. Kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 semakin menekan perusahaan di tengah lemahnya permintaan pasar. Kita tahu bahwa kebijakan pemerintah menaikkan UMP terutama di daerah Jawa Barat 3-4 persen, berdampak sangat besar bagi industri tekstil. Harga Bahan Baku Tinggi, Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menaikkan harga bahan baku impor seperti kapas dan serat sintetis. Adanya kenaikan beban produksi produsen tekstil kita, sudah cukup mengerus laba,  menyebabkan  rugi dalam tahun belakangan ini.
  • Persaingan Global yang ketat: Negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, dan India memiliki struktur biaya produksi yang lebih efisien, membuat produk mereka lebih kompetitif dibandingkan dengan produk tekstil Indonesia. Pemerintah kedua negara tersebut membangun infrastruktur untuk mengembangkan industri tekstil, dan mendukung kebijakan subsidi energi dan kebijakan ekspor yang menguntungkan bagi pabrik tekstil dalam negeri mereka.
  • Impor Tak Terkendali;  Produk tekstil impor, terutama dari Tiongkok, membanjiri pasar domestik dengan harga murah. Hal ini mempersulit industri dalam negeri untuk bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Belum lagi masih maraknya bisnis thrifting (pakain bekas), ini yang betul merusak pasar baju baju lokal kita. Dan menjadi rahasia umum bisnis pakaian bekas itu illegal tapi “dilindungi” oleh pejabat-pejabat Kementerian tertentu.
  • Regulasi dan lemahnya pengawasan: Sepertinya regukasi tidak berpihak kepada pelaku usaha industri tekstil kita. Contohnya Relaksasi Aturan Impor (Permendag No. 8/2024) Peraturan ini memperlonggar impor berbagai komoditas, termasuk produk tekstil. Dampaknya, pasar domestik dibanjiri produk impor murah, terutama dari Tiongkok. Hal lain  lemahnya pengawasan impor di Pelabuhan, adanya oknum juga ikut bermain untuk produk-produk China yang terkenal murahnya itu, Kemudian marketplace yang ada ikut menjadi agen pemasaran sehingga masyarakat jadi mudah membeli.

Lalu apa strategi yang masih bisa dilakukan oleh pelaku industri TPT di tanah air? Saya memberikan beberapa pendapat;

  • Diversifikasi Pasar Ekspor; Mengurangi ketergantungan pada pasar sasaran ekspor, artinya berani berpaling dari negara AS dan Eropa dengan menjajaki pasar alternatif di Afrika atau Negara timur Tengah.  Tentu kedua ini punya alasan yang tepat.
  • Adopsi teknologi robotik dan AI (Artificial Intelligence); Pemerintah harus hadir memberi bantuan atau subsidi bagi Pabrik yang menggunakan teknologi robot dan AI dalam proses produksi. Dengan teknologi tersebut dapat memperbaiki kualitas pengerjaan, dan fungsi kontrol serta optimalisasi komsumsi energi.
  • Penguatan Regulasi: Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap produk impor ilegal, khususnya memusnahkan pebisnis pakaian bekas yang tidak ada manfaatnya itu, Selain itu regulasi memberikan subsidi, insentif bagi pelaku industri lokal seperti subsidi energi, atau investasi peralatan berbasis robot dan AI, sehingga mereka dapat menggunakan modal tambahan dalam bentuk penguatan operasional lainnya seperti Branding dan digital marketing.
  • Peningkatan ekspansi Pasar Domestik; Melakukan edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan produk lokal, serta melakukan program pemasaran yang efektif, Hal ini dapat meningkatkan permintaan domestik dari gempuran pakain impor.

Pelaku industri dalam negeri berharap pemerintah menjadi wasit yang adil, tidak seenaknya membuat aturan yang menguntungkan produk luar negeri. Negara ini harusnya berdaulat secara ekonomi, membangun kemandirian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Kita butuh pemimpin yang memahami nasionalisme membangun kedaulatan nasional, bukan kedaulatan negara asing.

Andi Nur Bau Massepe

Dosen Ekonomi Bisnis Universitas Hasanuddin

Kepala Subdirektorat Pengembangan Usaha Unhas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun