Kasus tentang penipuan akibat modus investasi tidak henti-hentinya menghiasi media massa. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan total kerugian masyarakat akibat kegiatan investasi bodong dalam sepuluh tahun terakhir mencapai Rp 117 Triliun, ini diungkapkan Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, di Jakarta (10 Februari 2022).
Jumlah ini sekitar 70% lebih banyak dari pada APBD DKI tahun 2022 (Rp 82,47 trilyun), atau dapat membiayai seperempat dari pembangunan ibukota negara (IKN) diKalimantan Timur. Â Intinya dana kasus yang "menguap" akibat investasi bodong seandainya digunakan dengan baik tentu akan sangat bermanfaat bagi negara ini. Â
Kasus investasi bodong berapa tahun belakangan ini sangat marak bermunculan. Apa penyebab masyarakat kita cenderung makin bertambah menjadi korban? Mengapa masyarakat tidak kapok dengan investasi bodong tersebut? Apa yang harus kita lakukan agar tidak terjebak dengan skema investasi bodong?
Tiap tahun OJK merilis perusahan-perusahaan yang teridentifikasi melakukan praktik investasi bodong. Berbagai macam modus seperti Multi-level Marketing, Sistem Binary (kiri kanan seimbang), berkedok koperasi simpan pinjam, dan terakhir ini berbentuk Cryptocurrency atau Aset Kripto. Ini memanfaatkan nama bursa kripto, bagi orang awam tentu akan lebih mudah ditipu. karena sama sekali tidak paham tentang bitcoin dan pola instrument ini.
Semua kegiatan yang bernama investasi atau menghimpun dana masyarakat luas harus mendapat izin dari OJK. Bila perusahaan tersebut tidak mengantongi izin dari OJK maka dapat kita kategorikan sebagai illegal. Tidak cukup dengan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan TDP (Tanda daftar Perusahaan) dari kementerian perdagangan.
Hal ini dipertegas dalam undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengatakan wewenang dan tugas OJK adalah mengawasi Lembaga Jasa Keuangan di sektor pasar modal, sektor industri keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan dan di tahun 2014 telah mendapat mandat mengawasi perbankan/bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Hampir setiap saat penawaran produk-produk investasi bodong memberikan keuntungan tidak wajar, seperti tingkat bunga diatas 20% per bulan, berarti diatas 200% setahun. Modusnya menggunakan dengan skema setor uang, di transfer rekening seseorang atau perusahaan, lebih anehnya lagi uang kita disetor ke rekening pemilik diluar negeri yang berbentuk virtual account.
Para pelaku bisnis investasi bodong sebenarnya sudah membentuk semacam "mafia". Mereka sangat lihai memanfaatkan "celah hukum" yang belum diatur oleh pemerintah. Mengapa saya sebut mafia karena para pelaku tersebut adalah orang yang sama pada perusahaan-perusahaan berbeda.Â
Bila perusahaan mereka sudah diendus oleh aparat, mereka pun membuat perusahaan baru, dan skema yang hampir-hampir sama. Apalagi biaya membuat platform sekarang jauh lebih murah dan social media yang semakin massif. Itu pun kalau mafia itu tidak kongkalikong dengan "oknum" aparat kepolisian, akan lebih merajalela lagi.
Penipuan investasi bodong aneh bin ajaib bagi masyarakat sudah berlangsung lama dan tidak kapok-kapok. Budaya masyarakat kita gampang percaya saja apalagi bicara tentang "uang"dan keuntungan, cenderung tidak pakai logika. Tidak berpikir bagaimana investasi itu bekerja. Percaya saja apalagi yang menawarkan adalah teman , bos kita, ataupun Public Figure.Â
Kita pun termakan dengan jargon-jargon seperti financial freedom ala Robert kiyosaki, Warren Buffet, selain itu video-video pamer kekayaan di sosial media yang disebut flexing makin menggiurkan otak dan emosi korban-korbannya, inilah mengapa investasi bodong itu tidak pernah hilang dimuka bumi ini.
Investasi bodong merugikan kita semua, mafia-mafia itulah yang untung. Kita seharusnya tidak mudah percaya instrumen-instrumen investasi dari skema yang belum jelas.Â
Pelajari perizinan dan aspek legalitas perusahaan, manfaatkan layanan OJK untuk mengetahui hal tersebut. Berani berkata tidak terhadap tawaran investasi yang di promosikan oleh kolega, keluarga, bos, ataupun public figure sekalipun. Masyarakat juga harus proaktif melaporkan bila ada perusahaan yang dicurigai melakukan praktek itu kepada satgaw waspada investasi dan pihak kepolisian.
Peran satgas waspada investasi perlu di dukung oleh semua pihak. Edukasi secara massif dan berkesinambungan perlu di lakukan, pola komunikasi dengan bahasa sederhana dan menggunakan konten lokal akan jauh efektif dengan jargon-jargon ekonomi, dan tentu juga melibatkan tokoh budaya, pejabat public dan influencer yang sudah dikenal di masyarakat.
Andi Nur Bau Massepe
Dosen Prodi Magister Microfinance  FEB Universitas Hasanuddin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H