Ringkasaan talkshow START UP ta:
Edisi: Â Kredit usaha yang bermasalah, Senin 6 Juni 2016
Sahabat Start Up. Dalam talkshow saya kali ini, sengaja saya mengundang Bapak Eddy Renaldi, SH,MH, SE,MBA seorang konsultan hukum perbankan untuk bersama saya membahas tentang kredit usaha yang bermasalah. Seperti kita ketahui perhatian pemerintah terhadap pengembangan industry Usaha Mikro dan Kecil  Menengah (UMKM) beberapa tahun terakhir ini sangatlah intensif. Salah satu programnya adalah skema kredit usaha rakyat (KUR) yang telah dijalankan pemerintah beberapa tahun lalu dengan menunjuk bank-bank pemerintah untuk menyalurkan kredit tersebut.
Masalah yang timbul saat ini adalah banyaknya pelaku UKM bila bermasalah dalam kredit nya . Statistik Perbankan Indonesia April 2015, yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menunjukkan, kredit bermasalah (NPL) sektor UMKM sudah mencapai 4,4 persen dari kredit yang disalurkan ke UMKM, per April 2015 mencapai Rp 688,297 triliun. Bila tidak ditangani dengan baik, ini bisa mengancam kehidupan 98 juta pekerja rakyat, yang menggantungkan hidup mereka pada sektor UMKM.
Kredit yang bermasalah dibank belum bisa dikatakan macet. Kredit bermasalah itu biasanya nasabah atau debitur hanya terlambat membanyar, atau sedang masalah gangguan karena bisnisnya sedah lesu atau tidak baik, bisa juga sedang kena musibah (force major). Â Kita sebagai debitur bisa mengajukan kepada bank untuk melakukan penundaan pembayaran, atau pembayaran pokok utang saja. Atau bisa diajukan restrukturisasi bila usaha kita bermasalah dengan kesepakatan kedua belah pihak. Salah satu solusi lainnya adalah kita bisa mendapat fasilitas kredit tambahan yang baru, dari bank untuk menyelamatkan usaha kita sehingga kredit kembali lancar.
Kredit macet dinyatakan setelah kita sudah tidak bisa lagi membayar, dan kita dinyatakan wanprestasi oleh bank. Tetapi kalau pun dinyatakan macet oleh bank, tidak semerta merta agunan kita bisa di eksekusi atau diambil alih. Ada beberapa macam prosedur terlebih dahulu yang harus dijalankan oleh bank. Itu pun harus melalui proses lelang. Dan ada kesepakatan kedua belah pihak dengan asaz suka rela bersama.
Penggunaan debt collector sebenarnya tidak ada dalam kamus undang-undang perbankan kita, karena itu merupakan jasa diluar perbankan. Dalam melakukan penagihan kredit macet, debt collector tidak jarang atau seringkali menteror, mengintimidasi, atau mengancam pihak penanggung utang. Cara yang demikian merupakan perbuatan yang berlawanan dengan hukum dan dapat menurunkan citra perusahaan yang diwakili debt collector. Hal ini bisa keberatan bila kehadirannya debt collector tersebut menganggu, dan ini bisa di laporkan ke kepolisian atau pejabat berwenang. Â
Seharusnya perbankan lebih menekankan unsur kerbesamaan dengan misalnya menyediakan jasa konsultasi keuangan kepada debitur sehingga bisa dicarikan solusinya. Bukan langsung menunjuk debt collector.
Demikian intisari Start Up Ta untuk pelaku UKM kita. Sukses selalu dan selamat menjalankan ibadah puasa.
Dan jangan lupa Saksiakan Start up ta hanya di Fajar TV dan Fajar FM 89.03 live. Â Setiap senin jam 13.00 sd 14. wita
Bersama saya: Dr.A.M.Nur Bau Massepe, MM (fouder UMKM Marketing & Innovation Centre/ Dosen Fak.Ekonomi Bisnis Universitas Hasanuddin)Â