Saya agak heran hari ini baca berita, pemerintah impor beras lagi. Apapun alasan yang diberikan bagi saya tetap nggak masuk akal. Pertama, kapasitas gudang. Mendag bilang kemampuan gudang Bulog hingga 4 juta ton [Kompas, 19/9], namun Dirut Bulog mengklaim hanya mampu 3 juta ton [Liputan6, 17/10]. Aneh kan, bisa kontradiksi begini. Lalu, mana yang sahih? Saya nggak tahu.
Kedua, seolah-olah Bulog lepas tangan bahwa impor bukan tanggung jawabnya. Bulog hanya pelaksana dari kebijakan pemerintah. Dari mana pemerintah tahu stok beras kurang, bukannya diberitahu oleh Bulog. Artinya, kebijakan ini ada andil Bulog.
Dengan dasar itulah bagi saya impor beras adalah drama saja. Bukan kebijakan yang didasarkan pada riset. Bulog selalu melihat stok dari gudangnya. Padahal, petani punya lumbung-lumbung sendiri yang tak pernah dihitung. Tidak terdata. Sangat yakin, jika lumbung-lumbung petani terlacak. Hal itu cukup untuk mengisi gudang Bulog yang hanya 4 juta ton itu.
Sayangnya, Bulog tidak melakukan itu. Hal tersebut menyusahkan dan merepotkan, beda dengan impor. Gampang dan ada komisi bisnis. Padahal dampak kebijakan impor demikian terasa bagi petani. Petani jaman now memang belum diproteksi oleh pemerintah. Ya, gimana lagi? Sebagai petani hanya bisa pasrah. Karena hidup di negeri ahli impor.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H