Tahun 2012 kemarin aku ikutan nimbrung dengan Santri Songo—sebuah kelompok pemuda yang peduli dengan masjid. Alih-alih berdayakan pemuda untuk kemakmuran masjid, Santri Songo malah meluas perannya. Meski ini overlapping, kami sepakat untuk menerimanya.
Berawal dari datangnya mahasiswa-mahasiswa KKN, satu dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon, satunya lagi dari Unpad Bandung. Mereka ini sengaja KKN ke desa-desa dengan tujuan membentuk Posdaya, yaitu Pos Pemberdayaan Keluarga. KKN yang diusung mahasiswa ini adalah tematik.
Karenanya, mahasiswa-mahasiswa ini sengaja mendampingi dan menguatkan lembaga Posdaya yang sudah ada. Misalnya, seperti program pendidikan, kesehatan, wirausaha/ekonomi, lingkungan hidup, keagamaan dan budaya.
Dari riset selama seminggu, mahasiswa melihat ada dua persoalan yang ada di desa kami. Satu, minimnya lapangan kerja yang berakibat pada banyaknya pemuda dan pemudi yang berprofesi sebagai TKI/TKW.
Kedua, permasalahan sampah, menurut mereka masalah sampah di desa kami sudah akut, dimana-mana banyak sampah berserakan. Bahkan, saluran irigasi yang membelah desa juga dijadikan tempat pembuangan sampah. Lucunya, sampai kasur kapuk dan pakaian bodol juga dibuang di kali.
Keprihatinan mereka ini disampaikan kepada Santri Songo, masyarakat desa kami dianggap sangat primitif dan bukan kalangan terdidik. Sehingga isu lingkungan hidup, seperti kebersihan lingkungan termasuk didalamnya pengeloalaan sampah bukan masalah penting yang harus segera ditangani.
Santri Songo, kelagapan. Anggotanya kebanyakan adalah pemuda yang baru ‘demen’ agama lalu aktif dalam pelbagai kegiatan masjid, sedangkan isu yang dipaparkan mahasiswa adalah isu pelik yang melibatkan berbagai elemen desa. Kamipun alot adu argumentasi, meski akhirnya sepakat untuk mengangkat isu ini ke tingkat desa.
Hal ini berjalan, karena ada sosok yang berperan dibelakangnya. Dukungan Ketua Santri Songo, Aryo, dan dukungan dari mahasiswa KKN IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Meskipun demikian, dalam pandanganku pengelolaan sampah bisa berjalan lebih disebabkan sinergi antara pemuda dan pemerintahan desa yang kompak.
Budaya Bersih & Senyum
Banyak yang mendefinisikan budaya sebagai buah budi daya manusia. Dari definisi ini terlihat bahwa budaya adalah netral. Â Tidak ada muatan agama. Berbeda dengan definisi budaya dari Bahasa Inggris. Culture itu berasal dari dua kata, cult dan lore. Cult bermakna penyembahan dan lore bermakna adat. Singkatnya, dapat dipahami bahwa setiap budaya adalah hasil dari kebiasaan penyembahan dan penghambaan manusia kepada Tuhannya.
Hal yang sama juga berlaku dalam proses kreatif pengelolaan sampah diatas. Budaya bersih yang dijalankan tidak lebih sebagai manifestasi dari ajaran agama Islam, yang mana kebersihan adalah sebagian dari iman. Sebagai desa dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, Santri Songo merasa kebebanan moral untuk membudayakan kebersihan lingkungan di desanya tersebut.
Begitupun budaya lainnya. Misalnya, budaya grapyak.  Budaya suka menyapa dan senyum ini adalah manifestasi dari ajaran Islam. Bahwa sedekah itu tidak hanya berupa harta, sedekah juga bisa berbentuk senyuman. Kedatangan Islam yang mengajarkan anjuran sedekah senyum telah mengubah gaya orang desa. Dari yang feodal—majikan dan pawongan—menjadi egaliter. Cair dengan suasana yang dibangun lewat sapa dan senyum.
Setidaknya, begitu juga dengan yang terjadi di Eropa. Eropa masa lalu, menganggap mandi sebagai kegiatan orang gembel dan miskin, dalam usaha membersihkan badannya seusai melakukan pekerjaan di ladang dan di sawah—membersihkan tubuhnya dari kotoran. Orang-orang ningrat dan kaya Eropa pun enggan mandi, karena takut stigma negatif disamakan dengan kaum gembel dan miskin. Lalu datanglah Islam di Andalusia, Spanyol.
Islam kemudian mengajarkan untuk hidup bersih—mandi dan wudhu. Islam juga memperkenalkan budaya membaca lewat tadarrus al-Qur’an.  Berangsur-angsurlah orang Eropa membaca buku-buku pengetahuan dan mandi wajib seminggu sekali setiap hari jum’at. Dari sinilah orang Eropa mulai menapaki masa pencerahan. Tak heran jika kosakata Bahasa Arab banyak diserap bahasa-bahasa Eropa.
Sebut saja misalnya, Bahasa Spanyol (Alcoba, alacena, almohada) yang diserap dari Bahasa Arab, Â al-qubba, al-khizana, Â al-mukhada. Yang diserap oleh Bahasa Potugis (alcatifa, alfandega, safra) yang bermakna selimut, penginapan, dan panen; berasal dari Dr al-Qatifa, Dr al-Funduq dan Dr Isfarra. Yang diserap oleh Inggris, cable dari Dr Hablun, sugar dari Dr Sukar, dan algebra dari Dr al-Jabr.
Biasakan Bersih & Senyum
Brand sebuah negara dikatakan baik apabila penduduknya memiliki kepribadian bersahabat dan mencintai lingkungan yang bersih. Namun yang terjadi di Indonesia adalah kebalikannya. Bandingkan dengan negara tetangga, Singapura misalnya. Kita akan tertunduk malu.
Singapura telah berhasil menata negaranya, penduduknya sudah mengaplikasikan budaya bersih dengan didukung aturan dan sanksi-sanksi bagi warganya yang tidak taat. Dendanya bisa mencapai 5000 dollar ketika warga melanggarnya. Larangan membuang sampah sembarangan, menyebrang sembarangan, dan lain-lainnya.
Meski dikenal sebagai bangsa yang ramah, namun bangsa ini masih kurang peduli akan kebersihan lingkungannya. Sampah dimana-mana, kebersihan belum menjadi kebutuhan. Tak heran jika Presiden Widodo mencanangkan gerakan revolusi mental. Mental-mental seperti ‘nyampah’ harus diganti dengan mental doyan bersih.
Cerita-cerita seperti diatas layak menjadi gerakan nasional. Jangan melihat satu atau dua orang yang melakukannya. Tapi, bayangkan jika jutaan orang melakukannya. Dari tiap desa, dari pelosok negeri ini. Bukan sesuatu yang mustahil negeri ini akan bersih dan asri.
Dari mana kita memulai gerakan budaya bersih dan senyum ini? Seperti kata Aa Gym, dari diri kita sendiri, dari keluarga kita, dan mulai dari saat ini. Kebersihan itu bukan lagi sebagian daripada iman. Kebersihan itu tak buang sampah sembarang.
***
Facebook : Meneer PanqiÂ
Twitter : Meneer Panqi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H