text-indent:1.0cm;line-height:200%"> 200%;font-family:"Times New Roman","serif"">Dalam satu kesempatan, Ketua DPR
menyatakan keinginannya agar kewenangan DPD diperkuat. Keinginan tersebut lebih
berkesan basa-basi politik ketimbang keseriusan menyelesaikan masalah. Patut
dicatat, menambah kewenangan DPD tentu dimulai dengan amandemen konstitusi
namun niat itu harus terbentur dengan persoalan momentum. Sebab, saat ini bukan
waktu yang tepat melakukan amandemen lanjutan. Akhirnya niat menambah kewenangan
DPD lebih tampak sebagai retorika dan wujud sikap paradoksal elit politik sebab
yang terlebih penting hanya mempertahankan DPD seperti adanya saat ini. Dengan
begitu, eksistensi MPR yang merupakan gabungan anggota DPR ditambah DPD tetap terjaga
sesuai amanah konstitusi (pasal 2 ayat 1 UUD 1945).
text-indent:1.0cm;line-height:200%"> 200%;font-family:"Times New Roman","serif"">Selain itu, publik patut pula
mencurigai jangan-jangan segelintir anggota DPD justeru menikmati keberadaan
DPD seperti yang sekarang ini. Dengan volume pekerjaan yang tidak serumit
anggota DPR, anggota DPD yang sekaligus juga anggota MPR dapat terus menikmati
fasilitas dan gaji yang hampir setara dengan anggota DPR. Bahkan anggota DPD
tidak perlu mengalokasikan pendapatannya kepada partai atau fraksinya seperti
yang dilakukan anggota DPR.
text-indent:1.0cm;line-height:200%"> 200%;font-family:"Times New Roman","serif"">Elit politik kita seperti tengah
dihinggapi penyakit amnesia sejarah atau setidaknya penyakit pura-pura lupa
bahwa MPR yang dulu pernah menyusun perubahan konstitusi pernah mengamanatkan
adanya amandemen lanjutan untuk memperbaiki beberapa kelemahan dalam UUD 1945.
Salah satu kelemahan itu adalah tidak jelasnya posisi dan peran DPD dalam
konstelasi politik ketatanegaraan.
text-indent:1.0cm;line-height:200%"> 200%;font-family:"Times New Roman","serif"">Alasan Ketua DPR bahwa pembubaran
DPD berpotensi merusak konsolidasi demokrasi bertolakbelakang dengan substansi
demokrasi. Sebab, mempertahankan DPD yang saat ini menjadi lembaga perwakilan
nihil fungsi dan kewenangan sama saja melakukan pengrusakan dan pengkhianatan
kepada nilai demokrasi itu sendiri. Bukankah rakyat lewat Pemilu demokratis
telah menitipkan aspirasi dan harapan kepada wakil-wakil mereka di Parlemen?
text-indent:1.0cm;line-height:200%">Setelah lebih dari lima tahun
DPD
berkhidmat tanpa nasib yang jelas, para elit
politik
perlu duduk bersama untuk melahirkan resultante baru agar DPD bisa menjadi lembaga negara yang bukan hanya kuat secara formal-struktural
tetapi juga kokoh secara substansial-fungsional.
Seandainya resultante tersebut tidak kunjung tercapai maka pembubaran DPD (mungkin)
menjadi jalan pahit demokrasi yang harus ditempuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H