Mohon tunggu...
nur masnuriah
nur masnuriah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

seorang ibu yang hobi membaca dan berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terpenjara dalam Negeri Asap

20 Oktober 2015   06:28 Diperbarui: 20 Oktober 2015   08:31 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kabut asap semakin parah di daerah kami. Jarak pandang hanya sekitar 3 meter.  Sangat berbahaya bagi yg berpergian dengan kendaraan karena rawan kecelakaan. Bau asap yang menyengat membuat kepala pusing dan dada menjadi sesak dan mata pun menjadi pedih. 

Bila biasanya kalau ada orang merokok didekat saya maka saya akan menjauh. Karena tidak ingin menghirup asap rokok. Tapi kalau keadaan seperti saat ini apa yang bisa kita lakukan. Mau menghindar kemana? Kalau saja berduit dan memungkinkan pasti saya sudah ajak kelurga untuk mengungsi keluar negeri yg jauh dari asap. Tapi karena hidup dan penghidupan disini apa boleh buat. Mau tidak mau harus dinikmati saja.

Yang bisa dilakukan hanyalah berdiam dirumah. Kecuali terpaksa ada keperluan yang mengharuskan keluar rumah.Anak anak yang biasanya beraktifitas di luar, bermain, bersepeda,  dengan berat hati kami kurung di dalam rumah. Akhirnya mereka hanya  membaca buku, melipat atau menggunting kertas atau main hp dan laptop.

Bahkan meskipun sekolah tidak di liburkan, jika asap terlalu tebal maka saya suruh bolos aja. Apa boleh buat.

Beberapa minggu yang lalu sebelum ada hujan, asap tidak separah sekarang ini. Sebab hanya asap kiriman dari tempat yang lain. Karena kemarau panjang petani daerah kami tidak berani membakar lahan untuk menanam padi. Karena takut merembet ke lahan milik orang lain yang dapat berujung kerugian dan denda yang tidak sedikit.( dapat dibaca di artikel terdahulu, dilema di antara asap ).

Saya sempat merasa senang karena mereka tidak berani membakar. Namun sayangnya setelah ada hujan sekali dua kali seperti perlombaan  mereka segera membakar lahan. Sayangnya hujan tidak disusul oleh hujan hujan berikutnya.

Kalau saja hujan terus terusan pastinya lahan tidak dapat dibakar sebab kayu kayu tebangan dan tebasan basah tidak termakan api. Memang akan membuat petani mengeluarkan biaya lebih. Tapi dapat menghindarkan kerugian yang lebih besar karena bencana asap.

Harapan saya hujan segera turun. Saat ini kami tidak hanya krisis udara bersih tapi juga krisis air bersih. Karena tidak punya sumber air kami mengandalkan air hujan .meskipun beberapa waktu yang lalu ada hujan tapi air tidak bisa di pakai, hitam dan berbau asap. Dipakai mandi  membuat badan gatal gatal. Dan sekarang kami harus beli untuk semua keperluan.  Sementara penghasilan menurun karena tidak ada penghasilan,  pekerjaan utama warga kami adalah menyadap karet. Dan berkebun coklat. Karena kemarau daun karet rontok hingga dua kali. Rontok , semi dan rontok lagi. Sesuatu yang tidak pernah terjadi selama ini. Kalau sudah begitu pohon karet tidak bisa disadap.

Begitu juga dengan coklat untuk saat ini tidak berbuah dama sekali. Karena begitu berbunga rontok lagi. Jadilahkeadaan semakin sulit. Untuk keperluan sehari hari sudah sulit, penghasilan berkurang masih juga membeli air.

Dan karena asap matahari pun tidak nampak, turut berpengaruh pada tanaman sayur sayur jadi keriting, bahkan mati karena tidak mampu berfotosintetis. 

Lalu apa yang bisa kamii lakukan sekarang? tidak ada. Mau melarang petani membakar lahan tidak mungkin.

Pasti akan ditertawakan atau malah di marahi, karena tidak menanggung makan mereka kok berani beraninya melarang. Mengharap pemerintah berbuat sesuatu sepertinya tidak ada hasil juga. Hanya pada tuhan lah bisa berharap, semoga Dia segera turunkan hujan yang lebat dan lama, hingga semu titik api padam. Dan tidak lagi ada kebakaran. Amiin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun