Drama everyday. Ya, setiap hari penuh drama. Mungkin itu yang dirasakan kebanyakan ibu-ibu di seluruh penjuru dunia. Ketika tangisannya menjadi sebuah senjata untuk mendapatkan sesuatu, tak jarang hati kita luluh dan akhirnya angkat tangan tanda menyerah dengan memenuhi keinginannya.
Orang tua harus peka dan pintar-pintar membedakan mana tangisan murni kesedihan dalam hatinya dan mana tangisan drama karena ada maunya. Anak-anak itu cerdas, ketika kemauannya tidak dipenuhi, dia akan cari cara bagaimana agar ia mendapatkan apa yang menjadi kemauannya tersebut.
Begini, nih, contoh kasus ketika anak yang pura-pura menangis:
Drama semacam ini biasanya terjadi pada anak usia balita. Biasanya masa-masa ini disebut sebagai masa tantrum. Meskipun normal terjadi, tapi kita bisa mencegah atau memininalisirnya, kok.Â
Cara pengasuhan kita sangat mempengaruhi besar atau kecilnya tantrum si anak. Lalu, bagaimana cara mengetahui antara tangisan murni dengan tangisan pura-pura?
Saat anak menangis, lihat matanya. Tangisan pura-pura biasanya tidak mengeluarkan air mata. Perhatikan suaranya, biasanya akan terdengar suara tangisan yang dibuat-buat. Selebihnya cukup gunakan perasaan keibuan atau kebapakan kita untuk menilainya.
Coba bandingkan dengan tangisan murni karena sedih, misalnya ketika dia jatuh dan sakit. Otomatis tangisan pecah dan air matanya pun keluar. Coba lihat tangisannya ketika kita pergi meninggalkannya bekerja, misalnya, pasti terasa emosi kesedihan yang sesungguhnya.Â
Jadi, main feeling saja. Dan yang terpenting adalah di situasi dan kondisinya.Â
Biasanya, tangisan pura-pura itu keluar saat anak menginginkan sesuatu tetapi tidak ia dapatkan atau karena menginginkan sesuatu tetapi tidak tahu bagaimana caranya meminta.
Apa yang harus kita lalukan ketika menghadapi anak yang menggunakan tangisan sebagai senjata untuk mendapatkan sesuatu?
1. Tenang
Santai saja, tidak perlu merespon berlebihan. Tenang sambil menyimak apa maksud dari tangisannya.Â