Apa beda investasi dengan menabung? Saya yakin hampir semua akan berkata beda. Menabung adalah menyisihkan konsumsi (uan) untuk digunakan pada masa mendatang. Sementara investasi adalah mengalokasikan aset (uang) pada instrumen lain untuk mendapatkan imbal hasil tertentu. Dari definisi tersebut, keduanya tentu berbeda, yang satu terkait dengan konsumsi dan satu lagi terkait dengan aset.Â
Persamaannya? Dua-duanya bisa dalam bentuk uang. Â Bagi kalangan yang lahir sebelum tahun 90an mungkin masih ingat nasihat orang tua tentang uang. Banyak masyarakat saat itu memiliki pandangan bahwa dengan menabung maka mereka akan bisa menjadi orang kaya. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit katanya. Namun demikian, anggapan dengan menabung bisa menjadi kaya nampaknya banyak ditolak jika kita bertanya pada orang zaman sekarang ini.Â
Apalagi pada generasi millenial. Dengan kecanggihan internet dan banyaknya informasi yang mereka dapatkan, jalan menuju kaya menurut mereka bukan berasal dari menabung. Apalagi jika kita rajin mengikuti komunitas-komunitas tertentu. Slogan nabung menjadi kaya tidak akan lagi kita peroleh.
Bagi kalangan muda saat ini, istilah yang populer untuk mendapatkan kekayaan adalah investasi. Banyak rujukan, tokoh, buku dan kisah sukses yang menceritakan hal itu. Sangat sedikit bahkan dibilang tidak ada materi yang mengisahkan menabung bisa menjadi kaya.Â
Pergeseran paradigma ini tentu sudah melalui bukti empiris dari berbagai kalangan yang mencoba membuktikan hal itu. Mencoba untuk menyisihkan konsumsi agar menjadi kaya tapi sepertinya banyak yang telah melakukan tapi tak pernah jadi kaya.
Tidak heran jika paradigma baru, investasi, mudah diterima oleh banyak kalangan sebagai cara atau jalan menuju kaya. Kata-kata investasi seolah menjadi stempel yang menandakan bahwa kegiatan, instrumen, atau biaya yang dikeluarkan akan merubah kondisi seseorang di masa depan. Lihat saja seminar-seminar atau workshop yang selalu menggunakan kata "investasi" ketimbang "biaya" sebagai syarat keikutsertaannya.
Tidak heran jika belakangan ini banyak bermunculan acara, perkumpulan dan platform bisnis yang bertemakan investasi. Investasi properti misalnya, menjadi primadona pada awal tahun 2000an. Investasi ini booming katanya karena memberikan imbal hasil yang sangat besar dalam tempo cukup cepat. Bahkan dalam ulasan seminar di media sosial, investasi ini bisa dilakukan tanpa mengeluarkan modal sedikit pun. Arah perkembangan investasi kemudian berubah. Emas menjadi primadona berikutnya.Â
Entah siapa yang mencetus, investasi emas batangan kemudian menjadi tren investasi kala itu. Investasinya dipandang mudah karena kita dapat berinvestasi emas batangan mulai dari ukuran 1 gram saja. Setelah emas, kemudian bermunculan investasi dalam bentuk riil. Artinya investasi dalam bentuk membuka usaha melalui skema francise.Â
Usaha yang dianggap profitable dan memiliki masa depan cerah menjadi sasaran investasi. Usaha tersebut digandakan berlipat-lipat dalam hal wujud, nama dan barang dagangannya. Beberapa usaha yang dulu dianggap kampungan bisa merambah ke seluruh pelosok Indonesia, mulai dari gerai di jalanan hingga di dalam mall mewah.
Roda investasi nampaknya tidak berhenti di francise saja. Seiring perkembangan teknologi, investasi juga makin berkembang bentuknya. Di awal booming facebook, banyak terbentuk group yang menawarkan skema investasi pada usahanya. Investasi yang ditawarkan juga memiliki banyak rupa, mulai dari investasi bagi hasil hingga berdasarkan sistem slot.Â
Tak jarang, investasi macam ini berujung pada kekecewaan. Hal ini dikarenakan investee ingkar janji, salah perhitungan bisnis atau usaha baru berupa konsep belum diiringi kemampuan manajemen. Namun hal inilah yang kemudian menjadi celah lahirnya platform-platform investasi.Â
Dengan mengusung teknologi yang lebih modern dan manajemen yang lebih baik, platform investasi menawarkan jalan tengah kebutuhan akan investasi dan investee yang dapat dipercaya. Melalui platform, investor mendapatkan imbal hasil yang diinginkan seraya keamanan uang investasi yang diberikan dengan cara yg mudah.
Berbicara mengenai investasi maka perlu kita memahami bagaimana uang yang kita investasikan bekerja. Pada beberapa macam investasi sebenarnya uang yang kita tanamkan tidak bekerja. Lebih banyak terkait dengan penawaran dan permintaan. Kita membeli pada permintaan rendah dan menjualnya pada saat permintaan tinggi.Â
Mengapa permintaan bisa tinggi, karena 1) jumlah manusia kian hari makin banyak , 2) kondisi psikologis masyarakat yg mendorong permintaan bertambah atau 3) kebutuhan hidup terkait hal itu makin bertambah. Misalnya emas. Ketika berinvestasi di emas dapat dikatakan sebenarnya uang tidak bekerja.Â
Artinya uang tersebut tidak digunakkan untuk membeli aset produksi sehingga dapat menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Lain halnya jika kita berinvestasi pada sektor riil, Francise misalnya. Uang yang kita miliki berubah menjadi aset produksi yang dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Â
Apakah investasi pada usaha orang lain termasuk kategori kedua seperti diatas? Tergantung bagaimana kesepakatan yg kita buat. Jika akad yg kita gunakan adalah bagi hasil dan kepemilikan, maka uang investasikan sifatnya penyertaan modal. Namun jika akadnya bukan bagi hasil dan bukan kepemilikan, maka uang investasi yang kita sertakan sifatnya pinjaman. Hal ini sama seperti pinjaman bank dimana kita menginginkan bunga atau imbal hasil dari uang yang kita investasikan pada usaha itu.
Pada dasarnya uang yang kita tabungkan ke bank  sama seperti pinjaman. Uang yang kita simpan di bank digunakan oleh bank untuk diinvestasikan pada sektor usaha. Uang pinjaman yang diperoleh dari bank digunakan pengusaha untuk menjalankan bisnisnya atau mengembangkan usaha yang ada. Atau bisa jadi uang yang kita tabungkan digunakan oleh bank untuk membiayai proyek infrastruktur.Â
Sudah pasti proyek tersebut harus profitable karena bank memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang dititipkan plus bunga. Tentu jika uang tabungan kita disalurkan dan digunakan untuk membangun infrastruktur memiliki manfaat yang berlipat dan jangka waktu yang lama. Tidak seperti aset usaha yang cepat terdepresiasi, infrastruktur jangka waktu depresiasinya sangat lama.Â
Selain itu manfaat yang diberikan juga dapat dirasakkan oleh orang banyak.  Namun jika tidak memberikan profit  yang cukup, pihak bank sudah pasti enggan untuk berinvestasi di infrastruktur.
Jika infrastruktur memiliki manfaat yang besar dan masa manfaat yang lama tapi tidak menguntungkan apakah tidak bisa dibiayai dengan investasi masyarakat? Bisa jika dibiayai oleh swasta dan tentunya mereka harus mendapatkan profit juga. Lantas bagaimana dengan infrastruktur yang tidak memiliki profit, jembatan misalnya? Ternyata juga bisa.Â
Masyarakat bisa berinvestasi pada infrastruktur yang tidak memiliki profit secara langsung tapi tetap mendapatkan imbal hasil. Bahkan imbal hasilnya lebih tinggi dibandingkan mendepositokan uangnya di bank bumn. Caranya? Melalui surat utang negara ritel.
Pemerintah belakangan ini rutin menerbitkan surat utang negara. Selain untuk menambal defisit anggaran negara, penerbitan surat utang negara juga dilakukan untuk memperdalam pasar surat utang. Maunya, Indonesia seperti Jepang, negara berutang pada warganya sendiri bukan investor asing. Dengan demikian uang dan manfaat yang dihasilkan akan berputar di negara sendiri.Â
Investasi pada infrastruktur yang tidak profitabel dapat dilakukan dengan cara membeli surat utang negara ritel. Jenisnya bermacam-macam, ada saving bonds retail (sbr), obligasi ritel Indonesia (ori) atau jika menginginkan bernafaskan syariah bisa mencoba produk sukuk tabungan. Ketiga jenis investasi tersebut menawarkan produk investasi yang digunakan untuk membangun infrastruktur.
Berinvestasi pada surat utang negara ritel terbilang mudah. Sama seperti membuka tabungan maupun rekening reksadana. Karena berinvestasi di surat utang negara ritel mayoritas menggunakan mitra distribusi perbankan. Jadi masyarakat tinggal menghubungi perbankan ketika berminat untuk berinvestasi di surat utang negara. Melalui instrumen ini seolah menjadi jawaban bila "menabung" bisa memberikan imbal hasil yang tinggi sekaligus manfaat jangka panjang yang bisa dinikmati orang banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H