Dengan mengusung teknologi yang lebih modern dan manajemen yang lebih baik, platform investasi menawarkan jalan tengah kebutuhan akan investasi dan investee yang dapat dipercaya. Melalui platform, investor mendapatkan imbal hasil yang diinginkan seraya keamanan uang investasi yang diberikan dengan cara yg mudah.
Berbicara mengenai investasi maka perlu kita memahami bagaimana uang yang kita investasikan bekerja. Pada beberapa macam investasi sebenarnya uang yang kita tanamkan tidak bekerja. Lebih banyak terkait dengan penawaran dan permintaan. Kita membeli pada permintaan rendah dan menjualnya pada saat permintaan tinggi.Â
Mengapa permintaan bisa tinggi, karena 1) jumlah manusia kian hari makin banyak , 2) kondisi psikologis masyarakat yg mendorong permintaan bertambah atau 3) kebutuhan hidup terkait hal itu makin bertambah. Misalnya emas. Ketika berinvestasi di emas dapat dikatakan sebenarnya uang tidak bekerja.Â
Artinya uang tersebut tidak digunakkan untuk membeli aset produksi sehingga dapat menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Lain halnya jika kita berinvestasi pada sektor riil, Francise misalnya. Uang yang kita miliki berubah menjadi aset produksi yang dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Â
Apakah investasi pada usaha orang lain termasuk kategori kedua seperti diatas? Tergantung bagaimana kesepakatan yg kita buat. Jika akad yg kita gunakan adalah bagi hasil dan kepemilikan, maka uang investasikan sifatnya penyertaan modal. Namun jika akadnya bukan bagi hasil dan bukan kepemilikan, maka uang investasi yang kita sertakan sifatnya pinjaman. Hal ini sama seperti pinjaman bank dimana kita menginginkan bunga atau imbal hasil dari uang yang kita investasikan pada usaha itu.
Pada dasarnya uang yang kita tabungkan ke bank  sama seperti pinjaman. Uang yang kita simpan di bank digunakan oleh bank untuk diinvestasikan pada sektor usaha. Uang pinjaman yang diperoleh dari bank digunakan pengusaha untuk menjalankan bisnisnya atau mengembangkan usaha yang ada. Atau bisa jadi uang yang kita tabungkan digunakan oleh bank untuk membiayai proyek infrastruktur.Â
Sudah pasti proyek tersebut harus profitable karena bank memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang dititipkan plus bunga. Tentu jika uang tabungan kita disalurkan dan digunakan untuk membangun infrastruktur memiliki manfaat yang berlipat dan jangka waktu yang lama. Tidak seperti aset usaha yang cepat terdepresiasi, infrastruktur jangka waktu depresiasinya sangat lama.Â
Selain itu manfaat yang diberikan juga dapat dirasakkan oleh orang banyak.  Namun jika tidak memberikan profit  yang cukup, pihak bank sudah pasti enggan untuk berinvestasi di infrastruktur.
Jika infrastruktur memiliki manfaat yang besar dan masa manfaat yang lama tapi tidak menguntungkan apakah tidak bisa dibiayai dengan investasi masyarakat? Bisa jika dibiayai oleh swasta dan tentunya mereka harus mendapatkan profit juga. Lantas bagaimana dengan infrastruktur yang tidak memiliki profit, jembatan misalnya? Ternyata juga bisa.Â
Masyarakat bisa berinvestasi pada infrastruktur yang tidak memiliki profit secara langsung tapi tetap mendapatkan imbal hasil. Bahkan imbal hasilnya lebih tinggi dibandingkan mendepositokan uangnya di bank bumn. Caranya? Melalui surat utang negara ritel.
Pemerintah belakangan ini rutin menerbitkan surat utang negara. Selain untuk menambal defisit anggaran negara, penerbitan surat utang negara juga dilakukan untuk memperdalam pasar surat utang. Maunya, Indonesia seperti Jepang, negara berutang pada warganya sendiri bukan investor asing. Dengan demikian uang dan manfaat yang dihasilkan akan berputar di negara sendiri.Â