Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pengalaman Naik Motor Semarang Bromo

15 Mei 2023   17:05 Diperbarui: 15 Mei 2023   17:24 2990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin sekali mengunjungi Bromo. Saking kepinginnya sampai sering terbawa mimpi. Makanya kalau pas upacara lempar sesaji hari Kasodo di Bromo saya tidak pernah melewatkan untuk menontonnya di youtube.  

April 2022 pandemi belum berakhir.  Semua objek wisata tutup.  Tapi saya berkeyakinan akan bisa menikmati suasana Bromo entah bagaimana caranya.  Sebab di sana di kaki gunung Bromo saya mengenal seseorang yang paham daerah sana.  
Di Malang ada mbak Anis Hidayatie dan di kawasan Bromo ada mbah Ukik,  yang saya kira bisa memandu saya untuk mengunjungi kawasan Bromo.  

4 April  2022, subuh hari saya bersiap.  Sebelumnya motor andalan Thunder 125 sudah saya servis secara keseluruhan.  Ganti oli,  cek rem,  perawatan mesin,  cek bodi,  dan tak ketinggalan uang cash dan beberapa juta di rekening.  Saya membawa uang sengaja agak banyak. Karena saya paham,  ini trip panjang, akan memakan waktu lama,  dan berisiko di jalan dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi.  Makanya saya memilih waktu perjalanan pagi hari,  dengan harapan bisa transit di Malang dan akan melakukan perjalanan pada keesokan harinya. 

Selesai sholat subuh,  saya bersama istri bergerak.  Menyusuri pagi yang dingin melewati rute Semarang-Purwodadi-Ngawi.  

Perjalanan ke arah Purwodadi kami lewati dengan mulus.  Purwodadi ke arah Ngawi melewati banyak hutan dan bisa melihat pintu loket masuk ke Kawasan wisata Kedungombo.  Tergelitik hati ini ingin mampir,  tapi perjalanan tetap kami lanjutkan karena tujuan utama masih jauh.  

Pukul 9.30 kami sudah melihat gapura perbatasan jateng-jatim. Apalagi kalau bukan daerah Mantingan. Sebelah timur ikut jatim sebelah barat ikut jateng.  Tapi saya kaget,  disitu banyak anggota kepolisian juga beberapa anggota TNI yang mencegat para pengendara yang datang dari arah jawa tengah. Walhasil saya pun disuruh minggir,  menepikan kendaraan dan ditanya oleh petugas,  "mau ke mana?".
Saya jawab, "mau ke Malang mengunjungi saudara"
"Sudah vaksin?"
"sudah,  yang pertama", saya jawab.
Saya pun memperlihatkan sertifikat vaksin yang saya peroleh  dari tenaga kesehatan dari daerah saya.
Para petugas mengobrol sejenak,  mereka menahan sim dan ktp saya.  

Lalu salah seorang petugas berseragam cokelat yang perutnya gendut memerintahkan saya untuk menjalani tes swab.
"Ini SOP mas", kata bapak itu.  
Saya pun menanyakan apakah istri yang saya bonceng juga harus diswab?
Mereka bilang, "pengemudinya saja cukup".
"kalau mbaknya mau swab ya bayarnya dua kali,  kalau masnya sendiri itu sudah cukup", nah lo..
Tak berpikir panjang saya pun menuruti keinginan para petugas lintas propinsi.  Masa mau balik lagi gegara gak mau swab? 

Kira-kira suasananya seperti ini 

Dengan arahan google maps,  kami sampai di kota Kediri pada pukul 13.00 wib.  Kendaraan saya gas pelan-pelan.  Saya sempat istirahat beberapa menit di Saradan Madiun dan berhenti untuk isi BBM di Nganjuk.  Lalu melanjutkan perjalanan ke Malang.  

Setelah melewati tikungan demi tikungan kami bisa melewati  Pare-Kandangan,  dan berhenti sejenak untuk menunaikan sholat ashar di rest area Ngantang.  Rest area ngantang berada di ketinggian dengan latar belakang Waduk Selorejo yang nampak mengkilap dari kejauhan.  
Cukup lama saya istrirahat di sini sambil mengisi daya hp yang kian menipis. 

Di rest area Ngantang,  saya kembali menghubungi mbak Anis,  dan ternyata tersambung. Akhirnya saya mendapatkan informasi lokasi beliau dan meluncur ke sana. Karena jaraknya tak terlalu jauh,  beberapa menit saya sudah sampai di tempat mbak Anis.  Beliau lumayan kaget melihat saya pake motor dari Semarang.  Mengingat jaraknya ratusan kilometer.  

Masuk rumah mbak Anis,  saya sempat mengabadikan obrolan kami dalam video. Ternyata selain sebagai penulis handal di Kompasiana, beliau adalah seorang wartawan juga single mother yang sangat strong.  

Setelah isya,  kami pamit.  Saya kembali menghubungi seorang kawan lama yang ada di Malang.  Dulu kawan saya ini bekerja sebagai TKI Di Abudhabi, dan istrinya tinggal di Semarang.  Tinggal di perumahan yang saya tempati.  Kami jadi akrab dengan seluruh keluarganya yang ada di Semarang karena rumah tinggal kami berdekatan. 

Sampai di kota Malang sudah hampir jam 9 malam,  dengan mengikuti google maps,  sampailah kami di depan rumahnya.   Tak disangka,  kunci motor saya raib,  padahal motor masih menyala.  Saya jadi serba salah.  Padahal tadi kunci motor jelas masih tertancap di tempatnya.  Diantara bingung dan kawatir saya terus menelpon kawan saya.  Nomornya aktif,  tapi telpon tidak diangkat.  Sehingga saya makin bingung.  Untung tak berapa lama kawan saya ini datang.  Ia bilang hpnya  ada di rumah,  dan semua orang pergi keluar untuk makan malam. Kawan saya ini sangat kaget,  karena saya benar-benar datang.  

Ia pun berinisitif untuk memanggil tukang kunci,  sebab kalau tidak saya tidak bisa melakukan apa-apa.  Karena semua keperluan saya ada di box motor dan kuncinya jadi satu dengan kunci motor.  

Tak berapa lama tukang kunci datang,  ia langsung sat-set memperbaiki kunci dan minta bayaran sangat murah.  Sampai saya harus memaksa menambahkan upahnya.  Dan ia dengan sangat terpaksa menerimanya.  

Malam itu kami menginap di sebuah penginapan di kawasan Sawojajar Malang.  Permalam 350 ribu tanpa ada sarapan tapi bebas membuat minuman panas dengan dispenser yang ada di lantai  dasar.  Jadi ngopi harus naik turun. Malam itu kami habiskan hanya dengan tidur dan terbangun keesokan harinya dengan kondisi lebih fit. 

Petualangan dimulai

Pagi hari,  setelah sholat subuh kami bersiap.  Mengemasi barang,  memasukkan kembali ke dalam box motor dan keliling kota Malang. Karena suasana masih PSBB di kota Malang tak ada satupun tempat wisata yang buka. Sepanjang perjalanan kami mendengar raungan sirine ambulans hampir tiap menit.  Sepertinya Kota Malang sedang mengalami kondisi yang cukup parah saat pandemi.  Akhirnya dengan diantar teman,  kami hanya berputar-putar keliling kota tanpa bisa singgah sekalipun di satu tempat. 

Menjelang duhur kami kembali ke Sawojajar,  melaksanakan kewajiban sholat duhur,  dan melanjutkan perjalanan ke Bromo. 

Dari Kota Malang saya sudah mencoba menghubungi Mbah Ukik,  tapi ternyata beliau sedang sangat sibuk.  Bahkan nomor hp yang saya kirimkan lewat dm medsosnya tak terbalas.  

Akhirnya saya mencoba berdamai dengan diri sendiri.  Saya akan mencoba peruntungan dengan tidak meminta bantuan siapapun. 

Bertanya pada seorang warga yang melintas di Poncokusumo/dokpri
Bertanya pada seorang warga yang melintas di Poncokusumo/dokpri

Dengan bantuan google maps,  sampailah saya di pertigaan Tumpang. Entah saya yang kurang teliti memperhatikan maps atau sebab apa,  di pertigaan Tumpang yang seharusnya saya belok kiri,  malah belok kanan.  Sehingga saya malah nyasar sampai Poncokusumo. Lah.. Saya balik lagi dong ke arah semula yang sudah puluhan kilometer saya lewati. 

Akhirnya untuk meredam mesin yang sudah berjam-jam terpacu tanpa henti,  saya berbelok ke sebuah warung bakso sambil bertanya arah Bromo.
Dan sayapun menemukan jalur yang benar,  dan dari sinilah motor saya mulai rewel.  Sedikit tanjakan daya dorong motor saya melemah.  Diputar gasnya tapi mesin malfungsi sehingga istri saya bolak balik harus naik turun untuk kelancaran perjalanan.  

Mampir di warung bakso pos Tumpang/dokpri
Mampir di warung bakso pos Tumpang/dokpri

Sampai di Gapura Ngadas,  motor benar-benar seperti tak berfungsi. Tak bisa jalan bila berboncengan.  Akhirnya saya pun berinisiatif menitipkan istri untuk dibonceng para pembawa kentang sampai Jemplang.  Beruntung ada orang berbaik hati,  mau membonceng istri saya sampai Pos Jemplang.  Sehingga pelan-pelan saya bisa menyusul.  

Di pos Jemplang,  saya termangu.  Bromo tak bisa dimasuki.  Saya hanya bisa melihat situasi Bromo dari atas.  Padahal waktunya sudah sekitar jam 4 sore. Bahkan seorang driver jeep yang biasa melayani trip Bromo tak berani mengantar saya,  meskipun saya menawar dengan harga tinggi untuk satu perjalanan.  

Agak lama saya termenung di pos Jemplang,  tanpa tahu harus berbuat apa.  Mau balik lagi ke Malang, nanggung.  Mau menginap di situ tak ada penginapan,  mau nekad masuk tak berani.  Akhirnya saya nekad meneruskan perjalanan ke Senduro,  barangkali di sana ada tempat untuk menginap.  

Kondisi jalan jemplang-senduro/dokpri
Kondisi jalan jemplang-senduro/dokpri

Suasana hampir maghrib,  kondisi sangat sepi.  Saya tidak paham daerah situ,  sehingga memaksa saya untuk balik lagi ke jalur semula,  balik ke Jemplang dan melalui tanjakan ekstrim  dengan segala kondisi.  Yang sebelumnya harus menaiki jalan sempit dan berkelok. Beruntung sepanjang jalan tidak ada kendala.  Motor berjalan normal sampai di pos Jemplang kembali.  

Dari pos Jemplang,  karena waktu terus berjalan,  dan makin gelap saya meneruskan memacu motor.  Dan saya mulai kewalahan dengan tunggangan saya. Motor mati hidup mati hidup,  lampu depan kadang mati kadang hidup.  Padahal kondisi jalan menurun tajam dan gelap gulita, bahkan gerimis mulai melanda. 

Sambil komat kamit membaca doa sebisanya,  saya coba untuk menerima keadaan,  sampai akhirnya sebuah kendaraan roda empat menyusul di belakang saya. Saya sengaja mengambil jalur tengah dengan maksud agar mobil di belakang saya memberi penerangan jalan.  Dan ternyata sopir memahami kondisi saya bahkan berteriak, "alon-alon mas". Nah lo..  Nikmat mana yang musti didustkan? 

Akhirnya dengan bantuan mas sopir yang baik hati itu,  saya berhasil melewati hutan bromo yang katanya angker,  dan selamat sampai wilayah  Tumpang.  

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam saat saya sampai kembali di kota malang.  Sampai di perempatan lampu merah wilayah Sawojajar,  motor saya benar-benar mati.  

Padahal kontak menyala,  dan bbm dalam kondisi penuh.  Bingung harus berbuat apa.  Akhirnya dengan terengah motor saya belokkan ke sebuah bengkel.  Tanpa bertanya tukang bengkel langsung memutar kontak,  mengengkol motor,  mengecek bensin,  membuka dan menutup busi,  sampai beberapa jam tidak bereaksi.  

Sambil menunggu sesuatu yang tidak pasti,  dengan terpaksa saya menelpon kawan saya kembali.  Ia balik lagi dengan anak lelakinya.  Dan mencoba mencarikan bengkel. Dan akhirnya saya dipertemukan dengan seorang tukang bengkel di kota Malang  yang ternyata buka 24 jam.  
Dan sayapun memintanya untuk meninggalkan  karena waktu sudah tengah malam,  sudah hampir jam 02.00 dinihari.  

Motor saya diperiksa oleh mekanik yang ternyata orang Sragen,  jadi kami punya kesamaan bahasa.  Akhirnya motor bisa menyala normal,  mekanik bilang kalau jalur lampu depan saya mengalami konslet.  Makanya harus dibikin jalur by pass agar motor tetap jalan.  

Ternyata holder baru yang saya pasang di bengkel waktu masih di Semarang,  salah sambung,  jadi konslet dan membuat kinerja kelistrikan ke mesin terganggu.  Bapak mekanik ini memang terbukti orang baik,  sudah tahu kalau saya orang jauh tetap saja dikasih ongkos murah.  Sesulit  itu saya hanya suruh bayar 15.000. Saya tidak terima dong.  Saya paksa ia menerima 100 ribu sebagai tanda terima kasih saya. 

Masalah selesai, motor sudah jalan,  saya segera mencari penginapan, dan yang ini lebih mahal dari sebelumnya,  serta lokasinya yang tidak nyaman.  Tapi ya dinikmati saja daripada tidak bisa istirahat.  

Esok paginya kami meneruskan perjalanan kembali.  Menerobos jalanan Kota Malang,  menembus batas wilayah propinsi,  dan berharap suatu saat nanti bisa ke Malang lagi.  Menikmati berbagai destinasi seperti yang diharapkan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun