Akhirnya kami sampai di tepian danau. Â Seseorang berteriak nama-nama kota. Â Lalu setelah yang dipanggil masuk perahu salah seorang anggota rombongan segera memungut ongkos ke bukit Panjalau sebesar 15.000 perorang. Â Para pengelola perahu nampaknya tak ingin ada satupun yang kelewat. Â Ia bolak balik melihat tumpukan uang di tangannya dan bergantian menengok para penumpang. Â Ternyata di pojokan perahu ada sepasang embah-embah yang belum bayar, Â rupanya keduanya tuli jadi tidak paham apa yang terjadi.
Orang-orang diperahu pun mengeluh panjang "Ooooo", pantas  perahu nggak segera berangkat.  Ternyata karena ada peserta yang belum bayar.
Saya sendiri  ikut perahu dari rombongan yang berasal dari kota lain.  Dan nggak bayar lagi. Soalnya perahu terakhir dan sepertinya mereka sudah dimintai ongkos saat masih di atas perahu.  Ya sudahlah.. Wkwkwkwk.
Bukit panjalu memancarkan cahaya kelap-kelip lampu, Â posisinya berhapan dengan dermaga. Â Tapi ternyata perahu memutar mengelilingi bukit terlebih dahulu dan baru merapat setelah satu putaran. Dan inilah agenda wisata yang dijual oleh pemda Ciamis. Mungkin biar imbang naik perahunya. Tidak langsung njujug dan bisa menikmati keindahan danau di atas perahu.
Terlihat  dekat di arah timur,  matahari muncul perlahan.  Seperti memamerkan lukisan alam.  Perlahan suasana mulai terang.  Angin sepoi-sepoi menyegarkan hati.  Orang-orang berceloteh tentang keindahan alam yang mereka lihat.  2 menit berlalu, ternyata tujuan sudah di depan mata. Â
Kapal merapat, Â nahkoda melempar tali dan melilitkan ke tambatan perahu. Â Orang-orang turun bergantian. Â Di depan sebuah gapura besar. Â Terpampang 2 Patung Hariamu, Â warna loreng putih dan kuning. Orang setempat menyebutnya Maung Panjalu. Â
Konon Maung Panjalu adalah jelmaan  cucu kembar Prabu Siliwangi. Mereka membuat kesalahan dan  melanggar larangan,  akibatnya dua cucu kembar Prabu Siliwangi  ini berubah menjadi harimau atau maung dalam bahasa Sunda.  Mereka diselamatkan oleh Raja Panjalu,  sehingga mereka berjanji akan melindungi warga Panjalu. Dan diabadikan dalam bentuk patung harimau yang dipasang di pintu gerbang Kerajaan Panjalu. Â
Memasuki gerbang,  terpampang anak  ratusan anak tangga sampai puncak.  Saya menghitung antara naik dan turun tidak sama jumlahnya.  Mungkin lain kali akan saya tandai dengan kapur tulis agar tidak keliru.  Sepanjang jalan menaiki anak tangga terdengar cicitan kalong raksasa yang bertengger di puncak-puncak pohon tinggi.  Mereka terlihat terbalik dengan kepala berada di bawah.  Kata salah seorang pengelola,  kalong-kalong ini memperlihatkan diri kalau di panjalu sedang ada ritual Nyangku.  Dan memang terbukti tahun berikutnya saya berkunjung ke sini tak ada satupun kalong yang nongol.
Kalau saya sih biasa saja karena kalau di kampng tetangga ada yang jadi paranormal yang setiap hari membakar kemenyan dan aromanya menebar ke seluruh kampung.
Saya segera turun bersama rombongan yang lain, Â dan dipesan oleh pengelola setempat tidak boleh lama-lama karena tempatnya mau dipakai ritual Nyangku. Â Kami sepakat. Â Lalu ketua rombongan segera memimpin doa, tak lama, Â karena harus bergantian dengan rombongan lain.