Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman sebagai Pengurus Jenazah

20 Juni 2020   00:04 Diperbarui: 19 Juni 2020   23:54 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : suryamalang.tribunnews.com

Orang kebanyakan takut menghadapi jenazah,meskipun itu jenazah orang tua atau saudara  sendiri. Apalagi bila yang menghantar kematiannya adalah hal yang tidak wajar, misalnya bunuh diri, kecelakaan, atau jenazah dalam keadaan rusak.

Sebelum dikebumikan, jenazah akan dimandikan, dikafani, dan disholatkan bagi yang muslim .

Dan saya mungkin salah satu orang yang diberi anugerah oleh Allah untuk tidak takut menghadapi jenazah, apapun kondisinya.

Sejak tinggal di Perumahan Bukit Kencana Jaya 20 tahun yang lalu, saya tergerak untuk berkecimpung mengurus jenazah. Mengurus segala macam hal yang berkaitan dengan jenazah. Mengambil dari rumah sakit, memandikannya, mengkafani, menyolatkan, lalu memimpin upacara penguburan.

Karena saya laki-laki maka saya hanya memandikan jenazah laki-laki, sedangkan untuk jenazah perempuan sudah ada ibu-ibu yang mengurusi perlengkapannya, dan saya kebagian tugas menyolatkan dan memimpin upacara pemberangkatan.

Dalam kurun waktu duapuluh tahun, sudah ada ratusan bahkan mungkin ribuan jenazah yang sudah pernah saya urus. Dengan berbagai kondisi, dari yang wajar sampai yang membuat bulu kuduk berdiri. Dari yang beraroma harum sampai yang beraroma busuk.

Terkadang di suatu wilayah tak ada seorangpun yang berani memegang jenazah. Untuk menggotongnya ke meja pemandian, atau memandikannya. Jadi terkadang saya kesulitan saat menghadapi kondisi semacam ini.

Ada juga jenazah yang sangat kotor. Saat masih hidup tak tersentuh air karena tidak diurus oleh keluarganya. Bahkan kotoran manusia berserakan di semua sisi tempat tidurnya.

Saya juga pernah memandikan jenazah orang sakit gula basah. Saat anggota tubuhnya disiram air, beberapa anggota badannya berjatuhan terputus, seperti jari kaki dan jari tangan.

Saya juga pernah memandikan jenazah korban kecelakaan. Kepalanya hancur, sehingga darah terus menetes meskipun sudah dimandikan, sehingga terpaksa saya meminta keikhlasan anggota keluarganya untuk membungkus  kepalanya dengan plastik agar darahnya tak mengotori kain kafan.

Semua orang sudah faham bahwa mengurus jenazah adalah pekerjaan sosial. Di mana tak boleh kita meminta upah.Kita sudah ikhlas lahir batin, tapi tetap saja ada yang bertanya,

"Ongkosnya berapa pak?"

Saya juga pernah menjumpai Sohibul musibah yang tak tahu berterima kasih. Mereka mengulurkan selembar uang 50.000 dan tidak berfikir darimana semua keperluan pengurusan jenazah berasal. Padahal kain kafan, peralatan pemandian jenazah, bahkan ambulans  dan  ongkos gali kubur juga saya yang menalangi.

Saya sungkan untuk berunding dengan pihak keluarga sehingga mengikhlaskan saja semua biaya yang sudah saya keluarkan.

Saat mengurusi jenazah saya sudah sepakat dan berdamai dengan keperluan hidup saya sendiri. Sehingga setiap kali ada orang meninggal di wilayah saya, saya tidak bisa berjualan yang artinya saya kehilangan pendapatan.

Tapi semua sudah saya niatkan sebagai sedekah waktu saya untuk orang lain. Karena tak semua orang bisa menangani keberadaan jenazah.

Saya juga pernah mengalami, mengantar jenazah ke luar kota. Saya sudah berkorban membelikan semua keperluan pengurusan jenazah, dan ikut mengantarkan ke pemakaman di luar kota. Karena berangkatnya pagi-pagi saya lupa membawa uang, bahkan lupa untuk sarapan.

Sampai di lokasi pemakaman tak ada satupun keluarga jenazah yang peduli. Perut mulai berontak, mengingatkan kalau pagi belum sarapan.

Saya berangkat menggunakan ambulans dan pulang dengan mobil bersama pelayat lain. Dan saat pulang pun tak ada seorangpun yang menawari makan atau mampir ke warung.

Sampai di rumah, badan saya lunglai, tenaga sudah terkuras semalaman dan seharian tidak makan.

Yang mengherankan keluarga almarhum juga tidak ada yang mengurus ke rumah bagaimana biaya penyelenggaraan jenazah. Dan akhirnya saya ikhlaskan.

Beberapa waktu yang lalu saya juga menyediakan kain kafan yang dibeli dari pemberian keluarga sahibul musibah. Akan tetapi terkadang, keluarga tidak mengembalikan kain kafan yang sudah dipakai sehingga semakin lama kain kafan semakin habis dan saya tak ada uang lagi untuk membeli.

Saya bersyukur saat ini tiap RW di wilayah perumahan kami sudah tersedia kain kafan dan peralatan pemandian jenazah, sehingga saat ada orang meninggal saya tak lagi harus ke kota untuk membeli.

Jadi saat ada orang meninggal kain kafan sudah tersedia, jadi kami hanya mengupayakan batu nisan, papan kubur, dan bunga bila diperlukan.

Di tempat kami pernah terjadi, warga meninggal dunia 1 minggu berturut-turut. Petugas penggali makam sampai heran mengapa bisa ada kematian berturut-turut sampai satu minggu lamanya. Bahkan sehari bisa 4 orang. Dan yang meninggal bukan hanya orang tua tapi juga anak-anak, dan meninggal dunia dengan berbagai sebab.

Dulu saya menyimpan peralatan pemandian jenazah di samping rumah. Ember, meja pemandian, gayung, dan segala peralatan.
Tapi belakangan warga ada yang protes karena merasa terganggu akan keberadaan barang-barang tersebut, jadi semua peralatan kini disimpan di Masjid.

Entah karena kebiasaan atau apa, setiap kali mau ada orang meninggal, saya seperti mendapat pertanda. Entah ada binatang piaraan mati, atau pertanda lain.

Sebagai petugas pemulasaraan jenazah, saya harus siap selama 24 jam sehari. Sebab orang meninggal setiap saat, bahkan seringkali tengah malam pintu rumah kami digedor orang untuk meminta bantuan. Karena itu sebuah panggilan dan pengabdian, saya tetap bersemangat bangun dan melaksanakan kewajiban.

Hikmah sebagai petugas pemulasaraan jenazah adalah dikenal dan dihormati oleh banyak orang. Terlebih keluarga almarhum yang telah telah terbantu. Ada juga diantara mereka yang menjalin hubungan seperti saudara dengan keluarga kami, bahkan sampai mereka pindah rumah ke tempat lain.

Sebagai petugas perawat jenazah, saya juga mendapatkan banyak mamfaat. Saya menjadi punya banyak saudara dan kenalan.
Mulai dari para sopir ambulans dan petugas kamar mayat rumah sakit. Bahkan saya juga kenal dengan banyak anggota kepolisian karena sering juga diajak merawat jenazah korban kecelakaan.

Ada hal yang terpenting yang saya ingat tentang pemulasaraan jenazah, yaitu pesan almarhum ibu saya yang juga seorang perawat Jenazah. Bahwa orang yang meninggal dunia adalah orang yang telah dipanggil Tuhan untuk kembali ke Alam Barzakh. Jadi orang yang merawat jenazah hidupnya akan ditanggung oleh Allah. Dan tak perlu merasa kawatir akan kehilangan rejeki.

Sehingga saat merawat jenazah dan kehilangan pendapatan karena tidak bisa bekerja maka yakinlah bahwa Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda di lain waktu. 

Yang paling utama adalah bahwa merawat jenazah akan menghidupkan kesadaram diri tentang kematian. Sebab kematian itu pasti, dan kedatangannya tak bisa ditunda atau diundur. Dan semua manusia akan mendapatkan giliran untuk mati. Entah sekarang, nanti atau besok.

Sehingga saat hidup di dunia tak perlu lagi berlaku sombong. Sebab semua kesombongan itu akan berakhir bila nyawa sudah terlepas dari badan.

Semoga kita semua  diberikan pemahaman akan perkara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun