Sungkem sebenarnya adalah kegiatan sederhana yang dilakukan di kampung kepada orang tua. Sebagai tradisi dan kebiasaan yang telah turun menurun diwariskan dari generasi ke generasi .
Yang muda meminta maaf kepada yang lebih tua, dan yang tua mendoakan yang muda.
Tahun lalu kami sekeluarga bersilaturahmi ke Magelang tempat simbok mertua. Kami berangkat bersama-sama menggunakan kendaraan roda dua.
Dan setelah menginap semalam , mengikuti sholat idul fitri keesokan paginya, kami pun menggelar acara sungkeman keluarga.
Rumah simbok yang sempit tidak mengurangi rasa khidmad kami dalam melakukan sungkeman.
Bapak dan Simbok duduk bersebelahan, saya sebagai kepala keluarga terlebih dahulu melakukan sungkem, saya jabat tangan bapak dengan erat, terbata-bata penuh keharuan saya menyampaikan ungkapan sungkem ;
"Bapak mula ngaturaken Sugeng Riyadi, Sedaya lepat nyuwun panganpunten dan kula nyuwun tambahing pangestu"
Sontak bapak menyentuh kepala saya dan doa terucap melangit dengan kalimat yang panjang. Berisi permohonan doa ampunan dan permintaan mendapat umur panjang penuh kesuksesan dan keberkahan rejeki. Tak lupa doa tentang perjalanan rumah tangga agar senantiasa diberi kebahagiaan sampai ajal menjemput.
Kira-kira redaksinya seperti ini ;
"Iyo le tak tampa panyuwunmu, emung muga Gusti Allah paring pangapura marang aku lan awakmu, muga diparingi rejeki kang gangsar langgeng , kena kanggo sangu ngopeni anak putu, dadio keluarga sing rukun nganti kaken-ninen, lebar luwar dosaku lan dosamu dina Iki, kan muga-muga ketemu meneh karo bakda sing bakal kelakon"
Setelah itu bergantian saya sungkem kepada simbok. Dengan kalimat yang sama, dan  mendapatkan doa yang lebih panjang.
Istri dan anak-anak saya pun bergantian sungkem, mengungkapkan segala resah dengan bahasa mereka mendapatkan doa yang berbeda -beda dari kakek nenek mereka.
Yang menarik adalah saat putri kami yang terakhir sungkem sama neneknya, ia tak begitu paham dengan bahasa Krama inggil, sehingga yang keluar dari mulutnya adalah
"Mbok nyuwun lepate" (mbok minta salahnya ), sontak kalimat ini membuat kami semua tertawa. Kami maklum putri kami baru pertama kali ini melakukan sungkem kepada neneknya, meskipun setiap tahun kami selalu mudik.
Kenangan sungkem kepada orang tua di kampung, sepertinya saat ini hanya jadi kenangan, karena tahun ini kami tidak mudik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H