Hal yang paling saya syukuri saat ini adalah untung ada momen lebaran. Dimana orang akan saling bermaafan, mengakui kesalahan, dan saling memohon untuk diikhkaskan.
Meskipun sebenarnya meminta maaf itu bukan hanya saat lebaran, akan tetapi momen lebaran menjadi istimewa karena menjadi ajang silaturahmi, saling mengunjungi satu sama lain.
Kami mengenal sungkem saat lebaran dengan kata "ujung", entah diadopsi dari istilah apa sebab di kamus bahasa tidak diketemukan korelasi antara kata ujung dengan meminta maaf.
Yang jelas dalam istilah bahasa Jawa, kata "ujung "Â digunakan sebagai istilah untuk kegiatan selama lebaran, datang kepada orang yang lebih tua dengan maksud bermaaf-maafan.
Meminta maaf itu kewajiban manusia untuk menggugurkan dosa. Sebagai manifestasi sifat Allah yang Maha Mengampuni. Kita diperintah untuk istighfar, memohon ampun setiap saat, sebab kita adalah makhluk yang penuh dosa dan kesalahan, dan tak ada yang bisa memberi ampunan atas dosa yang telah kita lakukan kecuali Allah SWT.
Saling meminta maaf adalah "hak-adamy", haknya manusia sebagai makhluk keturunan Adam. Â Hak yang harus ditunaikan dan akan menjadi penghalang atas amal seseorang di alam kubur kelak .
Sebab Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang bila "hak-adamy"Â sebagai sarana ampunan tidak ditunaikan.
Kita sebagai manusia selalu terhubung dengan manusia yang lain dengan berbagai masalah. Maslalah utang-piutang, janji yang belum ditunaikan, kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Maka agar semua kesalahan itu tidak menjadi penghalang bagi amal kebaikan yang lain, kita wajib meminta maaf agar diikhlaskan.
Sebagai orang biasa yang tak pernah bisa luput dari kesalahan dan dosa, kita juga dianjurkan untuk  memberi maaf kepada seseorang yang telah melakukan kesalahan kepada kita.  Sehingga orang lain akan diampuni atas dosa dan kesalahannya, dan kita menjadi wasilah atas segala ampunan-Nya.
Lebaran adalah momen istimewa, semua orang merasa memiliki kesalahan dan dosa. Sehingga semua orang punya keinginan saling bermaafan.
Anak mmemohon maaf pada orang tua, istri terhadap suami, saudara muda kepada saudara tua, antar tetangga, kenalan yang jauh dan yang dekat, kawan lama dan kawan baru. Semua dilakukan dengan penuh ketulusan, sehingga setiap orang dengan orang lain merasa tidak punya dosa lagi karena sudah saling memaafkan.
Di Indonesia juga ada istilah halal-bihalal yaitu acara seremonial yang menyertakan banyak orang. Baik ditingkat keluarga, tingkat RT maupun secara nasional.
Di tempat kami tradisi saling memaafkan dimulai tepat setelah sholat Idul Fitri.
Anak istri berkumpul di ruang tamu, istri saya sudah sungkem duluan, tak banyak kata terucap selain permohonan maaf dan ampunan atas dosa-dosa yang selama ini dilakukan.
Setelah itu anak dan menantu bergantian sungkem, dan terkadang saat seperti ini mampu melelehkan air mata. Mengingat sepertinya mereka baru saja lahir menjadi besar dan sekolah, sekarang sudah menjadi anak-anak yang sudah dewasa.
Setelah sungkeman keluarga secara internal, kami sungkem pada simbok dan bapak. Setelah itu baru berkeliling, silaturahmi ke tetangga terdekat, tetangga jauh, dan terakhir saudara dan kawan-kawan di luar kota.
Kami biasanya berkeliling ke luar kota selama beberapa hari, Demak, Kendal, Magelang, Yogya , Solo, Temanggung, dan wilayah di Kabupaten Semarang.
Sebenarnya dalam Islam, ada syarat "syubbah" -- bertemu - sebagaimana syarat sebuah hadits medapatkan derajat shahih karena perawinya saling bertemu sehingga terhubung muttasil  saling berhubungan seperti mata rantai.
Silaturahmi pun sebenarnya harus begitu. Bertemu barjabat tangan, saling mendoakan, menikmati suguhan, dan bekas-bekas telapak kaki yang terinjak akan menjadi saksi di akhirat.
Orang bersalaman pun sangat diutamakan, sebab ada petikan sebuah hadits yang berbunyi "gufira dzunubuhuma qobla ayyatafarroqo" akan digugurkan dosa keduanya sebelum keduanya terpisah , artinya melepas tangan.
Tapi saat ini sepertinya hal yang saya urai di atas tak bisa dilakukan karena pandemi belum benar-benar mereda. Satu-satunya jalan adalah melakukan silaturahmi virtual dengan siapapun. Termasuk dengan orang tua dan saudara yang tinggal di tempat yang jauh.
Tapi meskipun tak bisa saling bertemu, kami sudah saling berikrar untuk saling memaafkan .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H