Kata orang masa kecil yang bahagia itu akan terbawa sampai usia dewasa. Di mana memori kebahagiaan itu akan mengendap dan menjadi embrio kebaikan yang tak mudah dilupakan.
Apalagi bila di kampung banyak teman sebaya yang punya misi dan keinginan untuk melakukan kegiatan bersama, maka semakin banyak kegiatan, akan semakin banyak kenangan yang terpahat indah.
Salah satu kegiatan yang menjadi kenangan sampai sekarang adalah menabuh klotekan, berupa kentongan kecil dari bambu yang memiliki berbagai variasi suara. Ditabuh tampak dengan irama yang teratur sehingga terdengar rampak di tengah malam.
Di kampung kami banyak ruas jalan naik turun dan berputar dalam gang-gang kecil dengan rumah yang saling berdekatan. Ada pula jalan besar yang saat itu belum diaspal.
Bahkan kami harus menggunakan obor dari bambu karena waktu itu aliran listrik belum masuk. Â Bahkan Masjid dan mushola masih menggunakan tenaga aki yang harus disetrum ke kota.
Kami biasanya bersiap dari pukul 02.30 dinihari. Memukul kentongan dengan berteriak "sahuur.. sahuuur..!".
Terkadang ada warga yang membuka pintu saat kami lewat, dan memberikan makanan kecil, bahkan nasi beserta lauk pauknya.
Dan apa yang diberikan oleh para tetangga ini kami makan bersama-sama di musholla di akhir waktu sahur, sesaat sebelum imsyak.
Terkadang anak-anak juga membawa makanan untuk sahur dari rumah masing-masing, dan kita makan secara bersama.
Saat bulan ramadan di kampung kami saat itu sangat sepi. Karena rumah penduduk belum terlalu banyak. Jarak satu rumah dengan yang lain juga berjauhan. Makanya warga sangat terbantu dibangunkan saat sahur dengan klotekan.