Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Cabai di Tengah Pandemi

13 Mei 2020   20:09 Diperbarui: 13 Mei 2020   20:26 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mendengar kabar dari simbok di kampung yang saat ini sedang panen raya beberapa jenis cabai.  Semua jenis cabai harganya anjlok. 

Cabai rawit putih di pasar tradisional  harganya tak lebih dari 9000 per kilogram.  Sedangkan cabai merah dan cabai setan hanya di angka 15.000 per kilogram. 

Sedangkan harga di tingkat petani hanya berkisat antara 4000-5000 per kilogram. 

Bisa dipahami mengapa selisih harga di tingkat petani sampai ke konsumen bisa demikikian jauh.  Mengingat cabai adalah komoditas pertanian yang cepat rusak,  cepat mengalami penyusutan.  Dan satu butir cabai berpenyakit ikut masuk ke dalam karung akan berpengaruh pada seisi karung. 

Mengemas cabai juga tidak bisa langsung seperti komodiatas sayuran yang lain.  Sebelum di masukkan ke dalam karung harus diangin-anginkan terlebih dahulu beberapa saat. Sebab saat dipetik pagi hari masih basah mengandung air embun.  Dan bila dipaksakan langsung dimasukkan ke dalam karung,  akan mempercepat pembusukan. 

Padahal saat diangin-anginkan,  otomatis bobot cabai akan berkurang karena mengalami penurunan kadar air. 

Cabai yang  sudah dipetik harus segera dipasarkan,  tidak boleh terlalu lama disimpan.  Segera diangkut ke kota-kota lain yang membutuhkan pasokan. 

Pasar Induk Kramat Jati Jakarta,  Pasar Johar Semarang,  adalah dua pasar di pulau Jawa yang menampung cabai dalam jumlah besar.  Dari kedua pasar ini,  cabai didistribusikan  kepada para pedagang kecil hingga sampai ke pelosok-pelosok Nusantara. 

Infustri makanan kemasan biasanya memiliki kebun cabai sendiri,  selain metekq juga memiliki plasma dengan anggota para petani setempat.  Sehingga kondisi harga cabai mahal atau tidak,  mereka kurang begitu terpengaruh. Karena industri semacam ini hanya akan mencari cabai dari luar bila pasokan internal kekurangan. 

Biasanya saat menjelang idul Fitri seperti sekarang ini,  petani cabai seperti simbok mertua panen raya,  dan mendapatkan hasil yang cukup lumayan. 

Akan tetapi ini masa pandemi,  di mana banyak restoran,  warung makan,  hotel,  tempat wisata, pedagang warung tenda, menutup usahanya. Sehingga otomatis permintaan pasar sangat minim .

Bagi para petani cabai kondisi semacam ini memang dilema. Mereka harus segera memanen cabainya, segera menjualnya, dan tidak mungkin untuk menyimpannya.

Jadi apa boleh buat, meskipun dengan berat hati karena harga cabai yang sangat rendah, mereka harus tetap menjualnya. Sebab kalau hanya disimpan pasti akan busuk.

Beberapa petani ada yang menjemur hasil panennya agar bisa disimpan lebih lama,  tapi itu bagi mereka yang tidak membutuhkan dana segera.  Sedangkan para petani biasa seperti simbok mertua,  tak ada jalan lain kecuali dengan menjualnya meskipun harganya tak sesuai yang  diharapkan. 

Berlalunya corona menjadi harapan mimpi bagi semua orang,  termasuk petani kecil seperti simbok yang hanya bisa mengharapkan dari hasil pertaniannya. 

Semoga corona segera berlalu,  dan kehidupan berjalan normal kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun