Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Japa Mantra sebagai Jimat Ajian

10 Mei 2020   00:03 Diperbarui: 10 Mei 2020   00:03 6944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Larinya pencuri menurut hari pasaran | dokpri

Mantra atau ditulis dengan huruf "e" mantera adalah bunyi, suku kata, kata, atau sekumpulan kata-kata yang dianggap mampu "menciptakan perubahan" (misalnya perubahan spiritual)

Mantra digunakan sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan,  dan ada sebagai sebuah sugesti diri sendiri untuk menghimpun kekuatan psikologis.

Pada jaman dahulu saat masyarakat Jawa masih sangat kental dengan kehidupan dinamisme dan animisme, japa mantra merupakan kebutuhan pokok yang  akan membantu seseorang untuk mencapai tujuannya.  

Saya memiliki seorang tetangga yang piawai menaklukkan balita agar bisa melepas susuan pada ibunya hanya dengan media makanan atau minuman.  Ia komat-kamit merapal mantra dan meniupkan pada makanan dan minuman,  lalu setelah makanan  atau minuman dinikmati si bocah,  maka lupalah si bocah pada nenen ibunya.

Dalam ilmu supranatural juga dikenal mantra-mantra gaib yang  mampu membuka tabir penglihatan seseorang akan keadaan sebuah alam antah berantah,  dan orang  yang "aura penglihatannya' telah dibuka,  akan mampu menyaksikan fenomena makhluk gaib dengan mata telanjang.

Sebagaimana teori filsafat,  bahwa hitungan hitungan tertentu bisa mempengaruhi kondisi metafisika,  maka japa mantra merupakan sebuah formulasi kata dengan ukuran-ukuran tertentu sehingga mampu mengubah sebuah pola pandangan manusia terhadap sesuatu yang  tak lazim menjadi biasa.

Seorang indigo diyakini mampu melihat masa depan bahkan masa lalu seseorang hanya dengan melihat mata,  garis tangan, atau saat menerima jawaban dari sebuah pertanyaan.  Sehingga ia mampu merefleksikan sebuah gambaran gaib berupa simbol-simbol bayangan sebagai sebuah kejadian yang bisa dicerna secara nyata.

Buku Betaljemur adamakna | dokpri
Buku Betaljemur adamakna | dokpri

Ada sebuah buku kecil dengan judul Betaljemur Adamakna yang dianggit oleh Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat.  Buku setebal 246 halaman ini memuat berbagai tips orang Jawa dalam menjalankan kehidupannya sesuai dengan petungan atau hitungan berdasarkan angka atau naga dina,  sehingga memunculkan sebuah formula tindakan secara khusus dan menyeluruh saat menghadapi sebuah masalah.

Kangjeng Haryo Tjakraningrat penganggit kitab Betaljemur adamakna | dokpri
Kangjeng Haryo Tjakraningrat penganggit kitab Betaljemur adamakna | dokpri


Dalam buku ini memuat secara lengkap aturan-aturan baku orang Jawa saat menjalani kehidupan mulai dari lahir sampai meninggal,  dengan tuntunan berbagai ritual yang  telah dilakukan oleh yang penganggit secara turun temurun.

Larinya pencuri menurut hari pasaran | dokpri
Larinya pencuri menurut hari pasaran | dokpri

Yang menarik dari buku ini adalah juga memuat berbagai mantra dalam bahasa Jawa yang  digunakan untuk berbagai keperluan.  Semisal untuk menolak pencuri agar tidak memasuki rumah kita.  

Antara lain ;

"Niat ingsun arep turu kasurku segara,  kemulku mega,  bantalku baya,  ngisorku macan putih,  kiw tengenku malaikat satus patangpuluh,  samangsane ana wong gawe piala,  ingsun gugahen"

Konon japa mantra ini akan memberikan manfaat bila sebelumnya dilakukan sebuah lelaku prihatin dengan puasa mutih 14 hari dan puasa pati geni sehari semalam dengan memulainya di hari selasa kliwon.

Konon japa mantra juga dilakukan untuk menaklukan makhluk gaib,  tentunya dengan melakukan ritual tertentu terlebih dahulu.

Bahkan seseorang bisa melakukan dematerialisasi dengan jalan merapalkan japa mantra,  sehingga benda-benda tajam semisal pecahan kaca,  silet,  kawat,  paku,  bahkan ijuk bisa bersarang dalam diri seseorang dengan pertolongan makhluk gaib.

Kalau melihat essensi  doa,  "tholabul a'la min al-'ulya -- permintaan dari yang  rendah kepada yang Maha Tinggi, maka bisa dikatakan bahwa mantra adalah semacam panyuwun atau permintaan kepada makhluk gaib tak kasat mata.

Meskipun dalam pandangan Islam, japa mantra adalah adalah perbuatan syirik karena meminta kepada selain Allah, akan tetapi japa mantra telah hidup dan berurat akar dalam masyarakat jawa sejak lama.

Bahkan  dalam kebiasaan masyrakat jawa japa mantra merupakan sebuah kebiasaan yang tak bisa hilang begitu saja karena telah melekat erat dalam kehidupan.

Lihat saja saat seseorang menghadapi ketakutan ketika ia harus melewati sebuah kuburan, maka akan terucap japa mantra "bismillahi setan ra doyan dhemit ra ndulit"

Setelah Islam datang,  mantra-mantra gaib ini seakan terkikis dan berganti dan berganti dengan berbagai doa singkat sebagaimana diajarkan Nabi,  meskipun dalam hal tertentu proses asilimilasi antara tradisi Jawa dan Islam ini tetap nampak dalam sebuah kolaborasi doa.

Misalnya dalam doa mengusir tikus dari persawahan ; 

 Allahumma bikurmati Musa ngalaihisalam wa bikurmati umi musa ngalaihisalam,  Allah amin dikulik fakroti ngalajangil akdari  walistidabidi kifaya,  barokatiumimusa ngalaihi salam wa bisyafa'ati rusulillah shalallahu ngalaihi wasalam.

Tentu kalimat-kalimat dari japa mantra tersebut tidak akan anda temukan dalam kitab-kitab mu'tammad semisal Kitab Bukhari atau Kitab Muslim.  Sebab orang Jawa jaman dahulu mendapatkan pengetahuan dari para sesepuh, orang tua,  atau tokoh agama kala itu.

Bahkan lafadz-lafadz  bahasa arab bisa berubah bentuk pengucapannya bila dilafazkan oleh orang Jawa.  Misalnya ya hayyu ya qayyum bisa menjadi yo kayuku yo kayumu,  Bismillah menjadi semillah,  dan sebagainya.

Dalam berbagai ilmu kebal di tanah Jawa semisal welut putih,  lembu sekilan,  jaran goyang,  semar mesem,  dan sebagainya, japa mantra tetap digunakan untuk mengundang energi dan kekuatan gaib.

Di jaman modern seperti sekarang ini orang-orang yang  memiliki japa mantra masih msih dicari dan kemampuannya digunakan untuk suatu keperluan.  

Sebab saya juga memiliki seorang kawan yang menjual jasa mengalihkan hujan saat ada konser musik,  acara pernikahan,  maupun untuk keperluan bisnis.  Sehingga meskipun sedang musim hujan,  acara tetap bisa berlangsung karena hujan turun di tempat lain.

Percaya atau tidak,  fenomena mantra ini masih ada di sekitar kita. Atau barangkali anda masih menggunakannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun