Setelah Islam datang, Â mantra-mantra gaib ini seakan terkikis dan berganti dan berganti dengan berbagai doa singkat sebagaimana diajarkan Nabi, Â meskipun dalam hal tertentu proses asilimilasi antara tradisi Jawa dan Islam ini tetap nampak dalam sebuah kolaborasi doa.
Misalnya dalam doa mengusir tikus dari persawahan ;Â
 Allahumma bikurmati Musa ngalaihisalam wa bikurmati umi musa ngalaihisalam,  Allah amin dikulik fakroti ngalajangil akdari  walistidabidi kifaya,  barokatiumimusa ngalaihi salam wa bisyafa'ati rusulillah shalallahu ngalaihi wasalam.
Tentu kalimat-kalimat dari japa mantra tersebut tidak akan anda temukan dalam kitab-kitab mu'tammad semisal Kitab Bukhari atau Kitab Muslim. Â Sebab orang Jawa jaman dahulu mendapatkan pengetahuan dari para sesepuh, orang tua, Â atau tokoh agama kala itu.
Bahkan lafadz-lafadz  bahasa arab bisa berubah bentuk pengucapannya bila dilafazkan oleh orang Jawa.  Misalnya ya hayyu ya qayyum bisa menjadi yo kayuku yo kayumu,  Bismillah menjadi semillah,  dan sebagainya.
Dalam berbagai ilmu kebal di tanah Jawa semisal welut putih, Â lembu sekilan, Â jaran goyang, Â semar mesem, Â dan sebagainya, japa mantra tetap digunakan untuk mengundang energi dan kekuatan gaib.
Di jaman modern seperti sekarang ini orang-orang yang  memiliki japa mantra masih msih dicari dan kemampuannya digunakan untuk suatu keperluan. Â
Sebab saya juga memiliki seorang kawan yang menjual jasa mengalihkan hujan saat ada konser musik, Â acara pernikahan, Â maupun untuk keperluan bisnis. Â Sehingga meskipun sedang musim hujan, Â acara tetap bisa berlangsung karena hujan turun di tempat lain.
Percaya atau tidak, Â fenomena mantra ini masih ada di sekitar kita. Atau barangkali anda masih menggunakannya?
