Kehidupan ini terus berputar. Â Menggilas, Â meremukkan apapun. Mereka yang bertahan akan berjaya. Â Dan yang tak tahan akan menyerah kalah mundur dari sebuah percaturan kehidupan.
Kehidupan malam di kota Bandungan, Â banyak menyisakan cerita pahit tak berkesudahan. Â Perempuan-perempuan yang di stigma oleh masyarakat sebagai wanita nakal, Â kehidupan dan aktifitasnya menjadi rejeki banyak orang, Â memendam berbagai cerita kehidupan yang tak pernah lapuk dimakan zaman.
Ada diantara mereka yang dipersunting oleh penduduk lokal, Â menjadi wanita baik-baik dan beranak-pinak, Â lalu hidup sebagai masyarakat biasa. Â Bahkan ada yang sukses mengelola berbagai usaha.
Ada juga yang terus bertahan menjajakan diri sampai tubuh mereka layu, Â lalu pulang ke kampung halaman masing-masing.
Ada pula yang tetap bertahan dengan segala keadaan demi  kebutuhan perut  yang terus mendesak sementara mereka tak punya keahlian lain.
Di antara perempuan-perempuan panggilan ada yang terjebak dalam cinta serius dan merasuk hati hingga mereka hamil dan melahirkan. Â Lelakinya hilang entah ke mana sementara ia butuh biaya untuk dirinya sendiri dan membesarkan anak mereka.
Di Bandungan, para perempuan ini menitipakan pengasuhan anak-anak ini pada warga sekitar. Mereka membawa anaknya ke kos, Â atau ke kampung halaman bila sedang libur menstruasi. Â
Mereka harus membagi penghasilan agar cukup untuk membiayai diri mereka sendiri. Â Dari make up, Â makan, Â bayar kontrakan, Â dan biaya pengasuhan anak.
Tak jarang, Â anak-anak ini ditinggalkan oleh orang tua mereka begitu saja. Â Sehingga sampai dewasa mereka tak pernah mengenal orang tuanya. Â Atau mereka tetap dipelihara oleh penduduk sekitar dengan biaya secara rutin setiap bulan. Â Bahkan sampai usia sekolah dan lulus menjadi sarjana.
Saat masih kecil,  dan menjalani hidup di Bandungan saya juga berteman dengan kawan-kawan semacam ini.  Anak dari para perempuan panggilan yang  diasuh oleh penduduk lokal. Mereka hidup normal dan bergaul dengan masyarakat biasa.  Dan mengikuti berbagai kegiatan agama orang yang mengasuhnya. Â
Saya sebagai seorang muslim juga punya kawan yang ibunya bekerja sebagai wanita panggilan. Â Anak-anak semacam ini bahkan terlihat lebih cerdas. Â Terbukti saat mereka mengaji di Masjid lebih cepat faham dan lebih dulu khatam.