Bahkan saat sudah jadi jenasah, Â mereka ditolak oleh warga di pemakaman yang ada di kampung mereka.
Informasi yang simpang  siur mengenai jenasah corona membuat masyarakat ragu.
Satu sisi disampaikan bahwa jenasah korban corona tidak berbahaya sebagaimana disampaikan oleh Najwa Shihab  yang videonya beredar luas di WAG.
Tapi pada kenyataannya penyelenggaraan pemakaman jenasah corona menggunakan protokol yang  ketat.  Dibungkus plastik,  disemprot desinf, dan dimasukkan dalam peti yang luarnya juga dilapisi plastik kedap udara.
Masyarakat bingung dong pak, Â katanya tidak berbahaya, Â tapi mengapa proses pemakamannya tidak menggunakan prosedur standar?
Sehingga berdasarkan hal ini muncul reaksi masyarakat dengan memobilisasi warga untuk  mencegah jenasah agar tidak dikuburkan di tempat mereka.
Salahkah warga yang  menolak?
Menurut saya tidak juga.  Sebab mereka hanya mengantisipasi risiko  yang mereka pahami secara subjektif  berdasar informasi tentang penanganan jenasah corona.
Sudah semestinya bila pemerintah mau memposisikan jenasah para  pekerja kesehatan yaitu para perawat dan para dokter sesuai predikat pahlawan yang  disematkan.
Selain mendapatkan reward dari perjuangan, para dokter dan perawat yang meninggal saat bertugas menangani pasien corona juga berhak mendapat tempat di Taman Makam Pahlawan.
Sehingga ke depan tidak ada lagi kejadian mayat perawat atau dokter yang meninggal karena korban corona ditolak oleh warga.