Tadi malam saya membagikan berita tentang harga ayam potong di tingkat petani yang menukik tajam. Â Dari harga yang biasanya 25.000-27.000/kg menjadi 7000 per kilogram.Â
Tapi di pasar tradisional harganya masih standar bahkan masih terkesan mahal dengan selisih harga nyaris 400 persen lebih tinggi dari harga di tingkat petani.Â
Tadi pagi saya ke pasar Meteseh membeli daging ayam filet untuk kebutuhan dagangan. Â Harganya masih di atas 30.000 karena saya membayar 170.000 untuk harga 5kg daging ayam filet.Â
Itu berarti harga ayam potong beserta tulang di tingkat konsumen masih di angka 30.000, karena selisih ayam potong dengan daging ayam filet sekitar angka 4000-an perkilogram.Â
Yang jadi pertanyaan saya,  bagaimana harga di tingkat konsumen masih mahal sementara  para peternak  justru terpuruk?Â
Menurut Bandi (39) pedagang ayam potong di pasar meteseh langganan saya, Â ini adalah ulah para spekulan yang secara sporadis dan sistematis menaikkan atau menurunkan harga ayam potong di tingkat petani sebagai imbas dari melimpahnya produksi.Â
Harga yang diturunkan oleh para spekulan dan broker ayam sebagai sebuah cara agar stok yang ada pada para petani segera keluar karena masa panen yang sudah tiba bahkan cenderung overtime.Â
Sebab bila permintaan pasar sepi  sementara stok melipah,  para pengusaha besar tak mungkin melanjutkan produksi.
Sementara anakan ayam terus diproduksi, Â dan sirkulasi produksi petani akan terhenti, bila harga masih ditahan dengan harga normal.Â
Padahal proses dari anakan ayam atau doc menjadi ayam yang siap  dikonsumsi,  hanya butuh waktu 30-35 hari. Dan sampai menjelang lebaran idul Fitri masih ada 2 bulan lagi.  Cukup untuk sekali produksi.Â
Masih menurut Bandi, Â proses produksi ayam pedaging dari hulu ke hilir memang tetap harus berjalan meskipun pelan. Â Sebab satu saja mata rantai terputus dalam distribusi ayam pedaging akan menimbulkan stok pasar tidak memadahi dan cenderung meningkatkan kepanikan ekonomi.Â