Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ora Tedhas Tapak Paluning Pandhe" Pengalaman Gagal Jadi Orang Kebal Senjata

7 April 2020   11:36 Diperbarui: 7 April 2020   11:45 4600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau dibahasa Indonesiakan ora tedhas tapak paluning pande itu berarti kebal senjata tajam.  Ini terjadi pada orang yang telah menjalalankan lelaku spiritual sehingga tercipta kekuatan dari dalam yang bisa menolak semua efek senjata tajam. 

Lelaku spiritual bisa berupa puasa mutih, puasa patigeni, atau puasa ngebleng, dengan bimbingan seorang guru spiritual. 

Terkadang  dalam  penempaan berlaku proses dematerialiasi dengan memasukkan benda yang  sudah diisi khodam ke dalam tubuh seseorang sehingga menjadi sumber kekuatan super. Tidak mempan senjata tajam,  bahkan pelor sekalipun. 

Debus di jawa barat adalah salah satu komunitas yang  sering memamerkan keahlian ini. 

Kompas.com menulis beberapa waktu yang lalu juga ada seorang penjahat yang ditangkap oleh massa. Badannya babak belur tapi tak sekalipun mengaduh kesakitan. Tapi setelah dibawa ke kantor polisi dan ditelanjangi serta dilepas semua jimatnya, bahkan beberapa saat kemudian menemui ajal

Pada jaman dahulu banyak orang yang memiliki kesaktian demikian. Orang-orang ini adalah para kesatria yang  menjadi kekuatan sebuah daerah bahkan kerajaan, bahkan untuk membela negara. Salah satu tokoh yang terkenal adalah Si Pitung. 

Saya juga punya sejumput pengalaman pribadi yang akan saya ceritakan berikut ini.

Pemilu tahun 2014, saya diajak oleh seorang teman untuk mendukung calon anggota dewan di Kota Semarang. Situasi saat itu  sungguh tidak kondusif karena ketatnya persaingan antar calon. 

Semua calon berusaha mewujudkan cita-citanya dengan berbagai cara. Membangun hubungan dengan baik dengan berbagai kalangan. Membuat trik-trik jitu untuk menarik dukungan konstituen, bahkan rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menggapai maksud. 

Saya sebagai koordinator wilayah kelurahan dengan asumsi jumlah suara pemilih tetap sekitar 11.000-an, di sebuah dapil (daerah pemilihan) dua kecamatan. 

Saya merasakan sendiri bagaimana susahnya menjadi tim sukses. Berusaha sekuat tenaga memuluskan semua rencana,  dan kalau kurang beruntung bisa bertemu time sukses yang lain dan bersiap dengan segala kemungkinan. 

Oleh seorang anggota tim sukses, beberapa orang sebagai pasukan inti  diberi masukan agar mengisi tubuh dengan kekuatan instan, untuk berjaga-jaga bila suatu saat terjadi sesuatu dalam perjalanan.  

Waktu itu kami bersepuluh menuju ke sebuah tempat di jawa tengah. Berniat meminta kekuatan pada seseorang yang  dipandang paham mengisi kekuatan tubuh secara cepat.

Sampai di tempat tujuan, di sebuah rumah kuno yang besar,  aroma kemenyan tercium, berbaur dengan bau kotoran sapi. Sebab  sudah menjadi tradisi di tempat ini, kandang sapi dekat dengan ruang tamu. 

Di meja panjang berderet banyak bangku untuk para tamu. Dan pemilik rumah berada di ujung duduk di bangku khusus yang  di depannya ada bekas bakaran kemenyan yang menggunung. 

Kepala rombongan kami menyampaikan maksud kedatangan, dan semua disuruh menunggu dengan duduk berjajar. 

Lalu pemilik rumah masuk ke dalam sebuah bilik dan keluar lagi membawa sebuah bungkusan berupa kain putih, dan beberapa sisir pisang raja dan diletakkan di meja.  

Saat kain putih dibuka maka terlihat puluhan butiran besi sebesar satu ruas jari kelingking. 

Konon butiran besi itu dinamakan cengkaruk waja, yang menjadi perantara kekuatan tubuh. 

Lalu pemilik rumah berkata, "Saya kurang paham diantara kalian yang datang kemari  cocok atau tidak tidak menggunakan ini, tapi semuanya bisa mencobanya, kalau nanti merasa mual dan muntah, atau pingsan, berarti tidak cocok,  tapi kalau setelah menelan ini biasa-biasa saja dan hanya berasa pusing  sebentar, berarti anda cocok dan bisa digunakan'. 

Lalu kami masing-masing  disuruh mengambil dengan hitungan ganjil 3,5,7 dan seterusnya. 

"Sesuai kemantapan saja", sambung pemilik rumah. 

Kami sepuluh orang mengambil masing-masing mengambil 5 butir cengkaruk waja,  lalu menelannya menggunakan pisang raja yang  telah disediakan. 

Tak berapa lama,  cengkaruk waja yang  kami telan mulai memberikan reaksi,  salah seorang anggota rombongan kami limbung ke tanah dan pingsan. 

"Biar saja, nanti ia akan sadar sendiri", kata pemilik rumah. 

Dan kami semua membiarkannya. 

Lalu beberapa orang diantara kami terlihat mau muntah,  dan untuk membuang muntahan sudah disediakan sebuah tempat sampah yang  dilapisi kresek hitam, dan beberapa orang rombongan kami terjungkal. 

Diantara 10 orang  yang  mencoba menelan cengkaruk waja,  hanya 3 orang  termasuk saya yang  tak mengalami efek apa-apa. Bahkan merasa pusing saja tidak. 

Serelah selesai ritual, pemilik rumah mendemokan hasil dengan memamerkan kekuatan yang ada. Memang senjata tajam tak mampan menusuk perutnya,  tangannya ditebas pun tak terluka sedikitpun. Bahkan rambutnya dipotong  dengan silet baru pun tak mempan. 

Kami pun pulang dengan kesan berbeda tiap masing-masing orang. 

Suatu pagi, saya memotong bambu menggunakan parang  lumayan tajam untuk memasang baliho. Tanpa sengaja parang meleset lepas dari gagang, ujung parang yang  tajam melukai kaki saya,  darah mengucur deras, bahkan tali sandal jepit yang saya pakai putus terkena parang. 

Oleh teman-teman saya dibawa ke UGD dan mendapat 11 jahitan karena luka yang  cukup dalam dan kaki saya pulih dalam waktu yang cukup Lama. 

Kejadian ini membuat kawan-kawan bertanya, sudah menelan cengkaruk waja kok masih mempan dengan senjata?

Saya hanya merasa bahwa saya tak cocok punya ilmu kebal seperti itu karena saya tak pernah merasa mempunyai musuh. 

Atau mungkin khodamnya tak cocok dengan saya sehingga meskipun saya sudah menyantap cengkaruk waja,  masih juga terluka. 

Yang jelas,  sebagai orang biasa tubuh saya memang tak membutuhkan kekuatan semacam itu,  mungkin para khodam yang tak terlihat  merasa khawatir kalau saya menjadi orang yang sombong bila memiliki ilmu kekebalan itu..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun