Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tedhak Siten Ritual Pengenalan Balita pada Bumi Pertiwi di Tanah Jawa

27 Maret 2020   12:58 Diperbarui: 27 Maret 2020   13:18 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ritual pengenalan alam pada balita bagi orang jawa sangat beragam.  Salah satunya adalah tedhak siten.  Atau menginjak tanah yang dilakukan saat balita berusia  tujuh lapan (35 X 7 atau 245 hari)  sebagai wujud rasa syukur karena bayi tumbuh dengan sehat dan sempurna dan mulai bisa belajar berjalan.

Ritual ini dilakukan oleh ibu bayi 8 bulsn dengan menuntun sang anak untuk menapak di atas tanah.

Di tempat asal kami,  dahulu masih banyak keluarga yang  melakukan tradisi ini.  Terutama para priyayi,  orang kaya,  juga para pejabat.

Tedhak siten dilakukan bila anak balita belum pernah  menginjak tanah,  dan ritual  itu dilakukan untuk mengawali anak-anak dalam berinteraksi dengan bumi di mana menjadi tempat berpijak.

Dalam ritual tedhak siten dimunculkan berbagai simbol sebagai harapan bagi pranatan kehidupan si bocah,  dengan melalui berbagai tahapan ritual yang  dipimpin oleh seorang dukun bayi.

Pagi hari setelah si kecil dimandikan,  lalu duduk melingkar di atas tikar bersama seluruh keluarga besar dan tamu undangan.
Si bocah duduk bersama ayah ibu dan siap mengikuti ritual.

Setelah sang dukun bayi sebagai pengendali acara menyampaikan urutan ritual beserta doa-doa,  dimulailah acara tedhak siten

1. Menginjak jadah tujuh rupa

Jadah  adalah makanan khas pulau jawa,  berasal dari beras ketan yang  dikukus,  diberi parutan kelapa dan digilas lalu dibentuk persegi dengan 7 warna. putih, merah, hijau, kuning, biru, coklat, dan ungu.

Ibu menuntun si bocah berjalan di atas jadah dimulai dari jadah yang  berwarna gelap,  jingga lalu terakhir ke jadah yang berwarna terang atau putih. Sebagai simbol doa bahwa dalam perjalanan hidup akan menghadapi Sebuah proses yang akan berakhir dengan terang dan diketemukan jalan.

tujuh warna juga merupakan simbol dari akronim pitu yang  bermakna pitulungan. Bahwa dalam kehidupan  pasti akan ada pertolongan Tuhan dalam setiap langkah kehidupan.

2. Menaiki  tangga berupa tebu wulung

Tebu berwarna kuning dibuat menjadi semacam tangga yang  diikat kuat menggunakan welat (tali bambu)  yang  sangat kuat dan disandarkan pada tembok,  atau disangga oleh ayah si bocah. 

Ibu menuntun menaiki tangga berupa tebu ini sebagai simbol antebing kalbu atau ketetapan hati saat anak menjalani kehidupan di dunia ini.  Dan tak perlu kawatir jatuh karena ada orang tua yang  siap menyangga.

Tangga juga merupakan simbol tahapan kehidupan melalui pijakan kuat dan mantab,  agar sampai tujuan dengan selamat

3. Berjalan di atas tumpukan pasir/tanah

Tahap berikutnya adalah menuntun anak di atas tanah sebagai simbol agar  anak-anak saat besar mampu ceker-ceker mencari rejeki pemberian Tuhan dengan kedua kakinya untuk memenuhi kehidupannya

4. Dimasukkan dalam kurungan

Anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang  ukurannya cukup  lebar.  Di dalam kurungan berisi berbagai benda,  baik makanan,  mainan,  uang,  kertas,  pensil dan sebagainya.  Ini sebagai simbol akan insting anak melalui benda apa yang  dipilihnya.  Dan menjadi tolok ukur orang tua untuk menuntun anak dalam mengembangkan potensinya.  

Sebab  anak yang  masih berusia delapan bulan diyakini memiliki potensi awal yang  yang akan berkembang sesuai umurnya nanti

5. Memberikan uang logam

Dalam proses ini disiapkan uang logam dalam sebuah wadah yang  di dalamnya sudah dicampur  dengan beras kuning  kembang  tujuh rupa sebagai simbol agar anak saat dewasa hidup berkecukupan,  banyak rejeki dan tetap dermawan.

6. Anak dimandikan dengan bunga setaman

Tahapan ini merupakan simbol agar anak membawa nama harum bagi keluarganya.  Menjunjung tinggi normal susila,  memposisikan diri dalam masyarakat dengan andhap asor dan tidak memalukan keluarga.

7. Dipakaikan baju terbaik

Setelah dimandikan dengan kembang setaman, anak dipakaikan baju terbaik.  Biasanya orang tua telah mempersiapkan baju baru sebagai simbol bahwa setelah ia bisa berjalan nanti akan ada tahapan-tahapan lain dan harus dilewati dengan harapan menjadi lebih baik.

Ritual tedhak siten milik msayarakat jawa saat ini sudah jarang dilakukan.  Kecuali di beberapa keluarga yang  masih dekat dengan keluarga keraton.  Sedangkan untuk masyarakat biasa nyaris tak ada yang  melakukan,  kecuali beberapa kalangan artis.

Anda sebagai orang  jawa mungkin sesekali bisa melakukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun