Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pandemi Covid-19, Tidak Ada Nyadran di Kampung Kami

25 Maret 2020   12:36 Diperbarui: 26 Maret 2020   03:33 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesenian Reog di acara Merti Desa Bandungan/dokpri

Di bulan rajab dan sya'ban kampung keluarga istri saya biasanya dipenuhi oleh orang-orang dari luar kota.

Mereka adalah para pekerja urban yang telah sukses di daerah lain dan menyempatkan diri pulang kampung untuk mengikuti upacara tahunan di kampung berupa nyadran.

Di kampung Istri saya di daerah Magelang, saya beberapa kali menyempatkan hadir untuk ikut berhidmat menyaksikan semua prosessi yang digelar.

Biasanya kegiatan dilaksanakan pagi hari, semua warga hadir di pemakaman mengikuti acara tahlil masal yang dipimpin oleh seorang kepala dukuh.

Besar kecil tua muda laki perempuan semua hadir di pemakaman. Melangitkan doa, memohon ampun untuk para arwah ahli kubur, dan meminta keselamatan dan terhindar dari bala bencana.

Setelah acara selesai, warga kembali ke rumah masing-masing, mandi dan bersiap mengikuti acara selanjutnya di halaman kediaman kepala dukuh.

Kentongan panjang menandai bahwa warga diharap segera ke tempat acara.

Semua warga datang berduyun-duyun dengan membawa aneka makanan yang ditaruh ke dalam takir (wadah dari daun pisang), tiap warga membawa 5-10 paket yang berisi nasi, lauk, sayur, dan berbagai makanan kecil.

Semua makanan ini dikumpulkan jadi satu di tempat kepala dukuh dan nantinya akan dibagikan kembali kepada warga dengan bentuk kado silang sebagai bentuk gerakan kebersamaan.

Dalam acara seremonial yang digelar, Kepala dukuh menyampaikan laporan semua situasi yang ada di kampung. Baik situasi ekonomi, budaya, dan keberhasilan dalam bidang lain. Serta menyampaikan hal-hal yang perlu dibahas bersama seusai acara nanti.

Setelah itu akan disampaikan pengajian umum oleh Kiai dari luar kota, tapi sebelumnya ada acara sambutan dari tokoh masyarakat dan siapa-siapa yang arwahnya dikirim doa.

Acara selesai, makanan dibagikan kepada warga dusun, lalu kembali ke rumah masing-masing.

Beda kegiatan nyadran di kampung istri, kampung saya tahun ini tidak mengadakan acara apapun. Baik isra miraj maupun merti desa yang biasanya diperingati oleh seluruh warga dengan suka cita.

Biasanya di tahun-tahun sebelumnya, saat kepala desa masih dipilih oleh warga, dan bukan pegawai pemerintah yang pegawai negeri sipil, tempat kelahiran saya selalu mengadakan acara merti desa. Atau kami menyebutnya Kadesa sebagai akronim dari Sedekah Desa.

Biasanya kepala desa mengumumkan acara ini melalui kepala pedukuhan yang disampaikan kepada semua warga dusun lewat pertemuan. Lalu setelah warga mendapat informasi, dibagikan maklumat mengenai biaya penyelenggaraan yang akan dikumpulkan oleh masing-masing ketua RT.

Di hari yang ditentukan, kepala desa memukul kentongan panjang sebagai awal dimulainya acara. Warga laki-laki membawa makanan ke kediaman kepala desa. 

Semua orang dari latar belakang dan agama yang berbeda datang bersama melangitkan doa, lalu diakhiri makan bersama, semua makanan dituang dalam daun pisang memanjang agar masing-masing orang bisa mengambil makanan dengan suka-suka, dan membawa sisanya ke rumah masing-masing.

Malam harinya digelar acara pagelaran wayang kulit semalam suntuk sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang hadir menikmati karena pada saat seperti ini banyak penjual mainan tradisional yang digemari oleh anak-anak. Bahkan saya sering dibelikan oleh bapak waktu kecil hanya pas acara sedekah desa.

Pagi hari, di masing-masing kampung ada acara nyadran tersendiri. Di pemakaman umum masing-masing digelar dan diselenggarakan panitia yang dipimpin oleh kepala dukuh.

Kalau di kampung saya, biasanya warga berkumpul bersama di makam, membawa berbagai macam makanan, berkumpul di tanah lapang di seputaran makam, bersama -sama berdoa, memohon perlindungan, mengirim doa-doa untuk para arwah, dan menikmati makan bersama.

Setelah acara dari makam selesai, semua warga pulang ke rumah masing-masing untuk menonton pagelaran reog

Reog Putri di bandungan/dokpri
Reog Putri di bandungan/dokpri
Tapi tahun ini sepertinya acara semacam itu baik di kampung istri maupun kampung saya sendiri ditiadakan karena kasus merebaknya virus corona.

Imbauan sosial distancing yang dicanangkan oleh pemerintah serta maklumat Kapolri memaksa semua orang mentaati untuk mencegah dan memotong mata rantai penyebaran virus.

Tidak hanya tradisi tahunan saja yang ditiadakan, Bahkan di Bandungan sendiri semua pengelola wisata, pemilik hotel, restoran, pasar wisata, mengeluh karena tidk ada pemasukan. Hotel sepi, karaoke sepi, dan para pemandu karaoke memilih pulang kampung daripada tidak mendapat job sama sekali.

Sekali lagi Bandungan adalah kota wisata. Sementara lokasi wisata ditutup oleh pemerintah dan larangan berkerumun untuk mengantisipasi penyebaran virus corona, semua pelaku harus bersabar menunggu sementara waktu, sampai pandemi covid-19 berakhir dan semua orang bisa beraktifitas kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun