Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanggapi Artikel Susy Haryawan tentang "Gumunan"

11 Maret 2020   14:27 Diperbarui: 11 Maret 2020   15:42 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tergelitik membaca artikel Sang Maestro Kompasianer dari kota dingin Salatiga Susy Haryawan Gadis NF dan Bupati Luwu Utara di Antara Tabiat Gumunan   Yang memberi kesimpulan bahwa reaksi dari netizen terhadap sebuah fenomena kejadian di suatu daerah disimpulkan dengan gumunan.

Gumunan itu dari kata gumun, dalam bahasa jawa memberikan makna heran,  takjub,  tidak percaya, karena melihat sesuatu yang baru dan luar biasa.  Seperti saat melihat barang baru yang  belum pernah dilihat.

Seperti orang udik yang baru pertama kali melihat helikopter mendarat,  maka ia akan merasa gumun.  Dan akan mencoba melihat dari dekat seperti apa sebenarnya helikopter yang biasanya terlihat di atas awan itu.

Anak kecil dipenuhi rasa penasaran saat melihat barang.  Tapi anak kecil tidak merasa heran karena reaksi yang  ia tampakkan  hanyalah sebuah learning  process  yang muncul secara alami.

Sedangkan rasa gumun yang  datang dari orang yang  sudah dewasa berasal dari kurangnya pengalaman akan arus informasi sehingga ia tertinggal dari bagian-bagian berita yang  seharusnya bisa diikuti.

Artikel dengan tema gumunan yang  ditulis K-Ners Susy Haryawan memang seperti menyeret kita pada sebuah paradigma pendekatan subjektif dengan hanya mengambil sebuah perilaku dari reaksi netizen secara umum. 

 Sedangkan sample yang  tulis adalah beberapa peristiwa yang sedang viral di dunia maya. Seperti aksi Bupati Luwu Utara  dan peristiwa pembunuhan oleh seorang gadis kecil di Jakarta.

Bahkan saya merasa bahwa dua peristiwa ini belum bisa dijadikan sebagai sample Yang mewakili. Sebab variable dari sample tidak mengarah kepada kata gumunan yang dikehendaki.

Berita viral yang  ada di internet sesungguhnya hanyalah sebuah produk tayangan yang  kebetulan laku di pasaran maya.  Bukan karena kualitas berita,  tapi karena memang beritanya yang  mendapat perhatian kemudian muncul dalam berbagai web eksternal dan semakin menarik untuk diikuti.

Penasaran juga bukan bersumber dari rasa gumunan seperti yang  dilukiskan oleh  saudara Susy,  sebab setiap netizen punya hak secara  penuh untuk mengelola informasi.

Sebab pendapat seorang  netizen bukan hanya faktor sok tahu,  tapi bagian dari sebuah  proses konstruksi berfikir saat menghadapi sebuah fenomena di jagat maya.

Alur narasi yang  dibangun oleh Saudara Susy Haryawan menurut saya hanyalah sebuah abstraksi penulisan dan tak perlu  menyimpulkan sebuah konotasi gumunan sebagai sebuah tesis yang  sebenarnya malah membingungkan.

Sebab asumsi bisa muncul atas sebuah peristiwa karena prosses interesting tanpa harus merasa gumun.  Sebagai reaksi atas sebuah peristiwa yang  sedang terjadi.  Dan semua orang  berhak berpendapat atas apa yang dilihat tanpa harus dicap sebagai orang   yang  gumunan.

Ditunggu tanggapan baliknya mas Susy Haryawan..  Salam hangat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun